Mencermati Data Acuan Vaksinasi Covid-19 Pilihan Menkes

Brata Sanjaya
Seorang ASN di Badan Pusat Statistik (BPS). Sehari-hari bertugas sebagai PR dengan background ilmu statistik, kependudukan, dan juga ekonomi ketenagakerjaan.
Konten dari Pengguna
24 Januari 2021 19:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Brata Sanjaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mencermati Data Acuan Vaksinasi Covid-19 Pilihan Menkes
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Santer diberitakan di berbagai media online bahwa Menteri Kesehatan kapok menggunakan data dari Kemenkes dan memilih data KPU sebagai dasar vaksinasi. Padahal ada sumber data penduduk terbaru yang sepertinya lolos dari pengamatan Menkes. Penentuan sumber data acuan, kalau tidak berhati-hati akan menyebabkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang tidak efektif dan efisien.
ADVERTISEMENT
Tidak ada yang salah dalam penggunaan data KPU sebagai acuan. Namun perlu dipahami bahwa data penduduk KPU berisi daftar penduduk yang eligible untuk memberikan suaranya dalam pemilihan umum ataupun pemilihan kepala daerah. Dengan kata lain basis datanya adalah penduduk berumur 17 tahun ke atas. Selain itu, alamat yang tertera dalam daftar KPU adalah alamat KTP. Namun tidak semua orang tinggal di alamat yang sama dengan KTP.
Sebagai gambarannya, ketika seseorang akan memberikan hak pilihnya saat Pilkada misalnya, maka orang tersebut harus mendatangi TPS di mana namanya tercatat. Yakni alamat yang tertera di KTP, bukan di alamat tempat tinggal sehari-hari orang itu. Bagi para perantau harus rela pulang ke kampung halaman untuk dapat memberikan hak pilihnya, ketika KTP-nya masih berdomisili di alamat lama.
ADVERTISEMENT
Bukankah vaksinasi akan lebih efektif dan efisien jika dilakukan dengan pendekatan penduduk sesuai dengan tempat tinggalnya sehari-hari?
Hal lain yang tidak kalah penting ialah time rerefence dari data itu sendiri. Kapan pemutakhiran data itu terjadi? Mengingat dalam proses pemutakhiran data mungkin saja dipengaruhi jadwal Pilkada, yang belum tentu serentak antarwilayah. Selama proses pemutakhiran hingga saat ini, bisa jadi terjadi kematian serta perpindahan penduduk. Tentunya hal itu akan memengaruhi komposisi data.
Berbagai kondisi itu perlu dicermati bersama untuk meminimalisir masalah baru yang bisa ditimbulkan. Data penduduk akan berpengaruh terhadap penyediaan jumlah vaksin yang harus tersedia di tiap wilayah, jumlah pengadaan cool box, rantai distribusi, hingga jumlah tenaga medis untuk melaksanakan vaksinasi. Waktu simpan vaksin juga harus dipertimbangkan agar kualitasnya tetap terjaga. Sementara Kemenkes juga dituntut untuk dapat melaksanakan vaksinasi sesegera mungkin. Oleh karena itu, data dasar yang digunakan menjadi acuan menjadi sangat penting dan krusial.
ADVERTISEMENT
Mungkin belum banyak yang tahu, bahwa di awal Januari 2021, tepatnya sehari sebelum Menkes menjelaskan akan menggunakan data KPU, Indonesia menorehkan sejarah tentang data penduduk. Pertama kalinya di Indonesia, data penduduk de jure dan de facto menyatu.
Terdapat dua jenis data penduduk: de jure dan de facto. Data de jure ialah data penduduk menurut alamat tempat tinggal di Kartu Tanda Penduduk (KTP)/Kartu Keluarga (KK). Data ini bersumber dari data Administrasi Kependudukan, Kementerian Dalam Negeri. Sementara data de facto merupakan data penduduk berdasarkan alamat tempat tinggal sehari-hari, yang bisa saja berbeda dengan alamat di KTP/KK. Data penduduk de facto diperoleh dari hasil sensus penduduk yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) tiap 10 tahun sekali.
ADVERTISEMENT
Sensus penduduk terakhir dilaksanakan pada tahun 2020. BPS dengan metode kombinasi menggunakan data Adminduk, Kemendagri sebagai data dasar. Data itu kemudian diverifikasi oleh petugas sensus BPS saat pelaksanaan di lapangan. Hasil Sensus Penduduk 2020 (SP2020) pun sudah tersedia.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) dan Sekretriat Jendral Kemendagri telah melakukan rilis bersama hasil SP2020 dan data Adminduk 2020 (21/01/2021). “Tim BPS dan Tim Kemendagri telah bekerja keras untuk melakukan sinkronisasi. Sehingga dengan demikian data Sensus Penduduk tahun 2020 dan data Adminduk sekarang sudah menyatu,” ujar Kecuk Suhariyanto, Kepala BPS, saat rilis bersama yang bisa diakses di Youtube BPS Statistics. Penyatuan data ini menjadi wujud nyata satu data kependudukan Indonesia menuju satu data Indonesia.
ADVERTISEMENT
Data yang dihasilkan dari SP2020 cukup lengkap dengan time reference data pada September 2020. Mulai dari data jumlah, komposisi, distribusi, serta karakteristik penduduk Indonesia tersedia. Data penduduk menurut umur yang bisa disajikan dari hasil SP2020 tidak hanya penduduk berusia 17 tahun ke atas, tapi seluruh penduduk menurut umur.
Data penduduk menurut umur secara lengkap perlu disiapkan sebagai bentuk antisipasi. Mengingat saat ini masih dilakukan berbagai penelitian di berbagai negara tentang kemungkinan vaksinasi Covid-19 pada usia anak-anak. Ketika pemerintah juga akan melakukan vaksinasi pada kelompok umur di bawah 17 tahun maka data hasil SP2020 sudah menyediakannya.
Selain itu, kelebihan utama data hasil SP2020 mampu menyajikan alamat penduduk secara de jure dan de facto sekaligus. Pemerintah bisa mengetahui di mana alamat tempat tinggal sehari-hari sekaligus alamat di KTP dari tiap penduduk. Bukankah ini salah satu komponen utama agar vaksinasi bisa berjalan dengan efektif dan efisien?
ADVERTISEMENT
Sebagai gambarannya, dari data SP2020 diketahui bahwa 91,32 persen atau 246,74 juta penduduk berdomisili sesuai dengan alamat di KTP/KK. Sementara 8,68 persen atau sekitar 23,47 juta penduduk berdomisili tidak sesuai dengan KTP/KK. Dari gambaran umum ini saja, pemerintah sudah dapat melakukan antisipasi pengadaan vaksin di suatu wilayah agar tidak berlebih atau kekurangan. Apalagi jika ditelaah lebih detail sampai wilayah terkecil.
Dengan demikian, tidak ada salahnya untuk mencermati kelengkapan data hasil SP2020. Data yang sudah dihasilkan dengan uang rakyat itu sudah seyogianya dimanfaatkan untuk kepentingan luas. Siapa tahu data hasil SP2020 lebih tepat untuk digunakan sebagai acuan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Indonesia. (asa)