Cengkih: Masa Jaya dan Masa Depan Petaninya

I Ketut Budhyman
Ketua Umum AMTI , Sekjen APCI
Konten dari Pengguna
19 Februari 2024 14:31 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Ketut Budhyman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pekerja menjemur cengkih di Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawaesi Selatan, Kamis (3/9/2020). Foto: Arnas Padda/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menjemur cengkih di Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawaesi Selatan, Kamis (3/9/2020). Foto: Arnas Padda/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Siapa pula di zaman yang serba teknologi ini masih memiliki minat menjadi petani? Jakpat Survei menunjukkan bahwa generasi muda (gen Z) saat ini mayoritas tidak tertarik menjadi petani karena berbagai alasan, mulai dari risiko yang harus ditanggung, pendapatan kecil, merasa tidak dihargai hingga tidak ada jenjang karier yang cerah. Kondisi ini pula yang menghantui kami, para petani cengkih. Sebagai tanaman asli Indonesia, tak dapat dipungkiri cengkih memegang peranan strategis karena hampir seluruhnya diupayakan oleh petani (98 % dari total areal).
ADVERTISEMENT
Hingga hari ini, 98% hasil cengkih petani diserap oleh industri rokok kretek. Saat ini panen perdana cengkih telah dimulai di beberapa daerah, di antaranya di perbukitan Desa Meunasah Beutong, Aceh Besar. Diproyeksikan tahun ini, panen cengkih puncaknya akan berlangsung pada April-Mei
Cengkih telah menjadi bagian dari peradaban manusia, sejak ribuan tahun sebelum masehi pada masa kerajaan Romawi Kuno. cengkih adalah komoditas yang memberi manfaat bagi kesehatan dan tentu saja bernilai ekonomi tinggi. Wajar bila kemudian cengkeh mendapat predikat sebagai emas cokelat.
Pada masa lampau, cengkih pula yang mendorong Vasco Da Gama, penjelajah legendaris dari Portugis, mengelilingi dunia untuk menemukannya dan menempatkannya pada peta dunia saat itu. Sejarah cengkeh adalah sejarah perdagangan. Cengkeh pula yang menempatkan Nusantara sebagai titik penting dalam peta perdagangan rempah dunia.
ADVERTISEMENT
Pertanian cengkih saat ini mayoritas adalah perkebunan rakyat yang areanya berada di 10 sentra provinsi, di antaranya: Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Maluku Utara. Namun, tak dapat disangkal, saat ini, masa kejayaan komoditas perkebunan ini telah terlewati. Untuk mempertahankan warisan pertanian cengkih dan melakukan regenerasi petani adalah sebuah tantangan yang tidak mudah.

Regulasi Cengkih, Ekosistem Pertembakauan dan Pemberdayaan Petani

Petani memanen cengkih di Desa Meunasah Beutong, Aceh Besar. FOTO: ANTARA
Cengkih para petani hampir seratus persen diserap oleh industri hasil tembakau (IHT). Sebagai industri padat karya dengan cakupan yang kompleks dari hulu hingga hilir, IHT selama ini telah memanfaatkan cengkih petani lokal, menyerap banyak tenaga kerja termasuk di sektor pertanian cengkih khususnya sigaret kretek tangan yang tersebar di daerah-daerah. Rokok kretek tangan menjadi penggerak ekonomi lokal dan menyerap banyak tenaga kerja serta penyerapan tembakau dan cengkihnya dua kali lipat dalam satu batang dibanding rokok mesin.
ADVERTISEMENT
Berkaca pada tahun 2022, dengan kondisi cuaca yang didominasi oleh kemarau basah, sangat mempengaruhi produktivitas cengkih nasional. Faktor cuaca membuat tanaman cengkih tidak berbunga. Produktivitas lahan cengkih petani yang sempat berada di kisaran produksi 140.000 ton, menyusut hingga 30% atau berada di kisaran 50.000 ton sehingga terjadi kelangkaan komoditas di pasaran.
Di sisi lain, tantangan rendahnya produktivitas pertanian cengkih juga disebabkan oleh dbanyaknya tanaman tua dan rusak akibat serangan hama dan penyakit, kondisi tanaman kurang optimal (minimnya kepemilikan tanaman, kurangnya pemeliharaan, dan ditanam di lereng melebihi ketentuan), belum intensifnya penggunaan benih unggul, serta mutu belum mampu memenuhi standar yang ditetapkan.
Pertanian cengkih membutuhkan bantuan pemerintah dalam upaya meningkatkan produktivitas dan pemulihan pasca pandemi. Pertanian cengkih membutuhkan konsep pengembangan hulu-hilir denga kerjasama akses pasar. Kami, para petani cengkih, membutuhkan peningkatan nilai tambah berbasis korporasi, sehingga kuantitas dan kualitas tanaman cengkih petani dapat memenuhi pasar ekspor.
ADVERTISEMENT
Namun selama ini, pertanian cengkih masih terus dihadapkan pada beberapa permasalahan, di antaranya: kondisi cengkih sebagai tanaman endemik yang tidak tahan terhadap kondisi anomali cuaca, ancaman beberapa jenis penyakit cengkih endemik, produksi benih masih terbatas, perlakuan pasaca panen masih rendah dan pasar yang masih sangat terbatas. Petani cengkih terus menelan pil pahit yang sama: harga cengkih stagnan, sulit mengharapkan pendapatan lebih.
Para petani cengkih dan petani tembakau dihadapkan pada regulasi yang akan mematikan keberlangsungan mereka yakni RPP Terkait Pelaksana UU Kesehatan No.17 Tahun 2023
Tak sampai di situ saja, kini, para petani cengkih dihadapkan pada ancaman regulasi yang akan mematikan keberlangsungan petani cengkih, yakni Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait Pelaksana UU Kesehatan No 17 Tahun 2023. Pasal-pasal yang mengatur ekosistem pertembakauan dan IHT di dalamnya sangat eksesif dan restriktif yang akan berdampak langsung pada petani cengkih, yang mana selama ini IHT menyerap hampi 100 persen produksi petani cengkih nusantara.
ADVERTISEMENT
Keberlangsungan IHT tentu selaras dan sejalan dengan keberlangsungan masa depan pertanian cengkih. Ada sekitar 1 juta petani cengkih yang bergantung pada IHT. Kami para petani cengkih memohon kebijakan pemerintah agar peraturan yang diberlakukan bagi IHT harus adil dan berimbang serta mempertimbangkan semua aspek.

Regenerasi dan Mengembalikan Kejayaan Cengkih

Sebuah riset menyebutkan bahwa keengganan generasi muda memilih menjadi petani milenial karena pertanian erat dikaitkan dengan kebutuhan modal yang besar dengan hasil usaha tani yang bisa dibilang 'tebak-tebakan'. Jika produktivitas bagus, maka bisa menutupi modal yang bersumber dari utang di bank ataupun dari pinjaman keluarga. Sebaliknya, jika upayanya gagal atau setengah gagal, seluruh pendapatan habis menutupi sewa lahan (jiwa lahan bukan milik sendiri), biaya pupuk, biaya pestisida yang mahal hingga biaya lainnya.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, untuk menarik minat regenerasi petani muda, dibutuhkan sumberdaya manusia dan fasilitas yang memadai. Baik dari segi modal usaha tani, pengembangan skill yang tentunya akan menarik gen Z tertarik menggeluti bidang pertanian. Yang tak boleh dilupakan juga, regenerasi SDM pertanian perlu diimbangi dengan teknologi sektor pertanian yang mumpuni. Inilah tentunya yang akan menjadi faktor penarik dunia pertanian kepada generasi muda sejak dini.
Lalu, bagaimana dengan regenerasi petani cengkih? Memang tidak mudah mengembalikan kejayaan cengkih seperti dahulu kala. Meski demikian, masih ada kesempatan membangkitkan eksistensi cengkih mengingat tuntutan kebutuhan cengkih untuk industri semakin meningkat, serta trend pasar yang selalu exess demand. Oleh karena itu, dibutuhkan pengembangan ke depan difokuskan untuk mensinergikan seluruh sumberdaya yang ada dalam rangka peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk.
ADVERTISEMENT
Yang terpenting juga adalah regulasi yang adil, berimbang, yang memberikan kesempatan bagi petani cengkih untuk tumbuh dan berdaya saing. Jangan sampai ada lagi, regulasi-regulasi yang eksesif, yang dibuat tanpa pelibatan seluruh elemen ataupun stakeholder. Sehingga petani cengkih yang sejahtera, berkeadilan dan berkelanjutan dapat terwujud. (*)