Pemilu dan Konsolidasi Lima Tahunan Indonesia

Konten dari Pengguna
20 Juni 2018 20:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Budiharjo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Partai Peserta Pemilu (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Partai Peserta Pemilu (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tidak disangkal, kondisi sosial-politik tanah air kian membara menjelang Pemilukada 2018 dan Pilpres 2019. Meski memanas, semua pihak harus memahami bahwa agenda utama perhelatan lima tahunan itu adalah demi terwujudnya kebangsaan Indonesia modern berkelanjutan yang didasari pada prinsip-prinsip demokrasi.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, Pemerintah, DPR, dan semua elemen masyarakat harus memastikan pesta demokrasi itu berlangsung meriah dan partisipatif, bukan malah menyeramkan. Masyarakat harus diberi pemahaman, pemilu menjadi alat untuk mengembangkan fondasi kebangsaan di atas segalanya. Pihak yang berseberangan selama dua tahun belakangan, harus menyadari bahwa pemilu menjadi pesta demokrasi yang tidak lepas dari bagian konsolidasi nasional.
Proses konsolidasi tersebut selayaknya disikapi dengan memusatkan perhatian pada proses penyeimbangan. Tujuannya untuk mengembangkan nilai dan praksis demokrasi, penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM), keterlibatan civil society, menciptakan hakikat keamanan, dan keteraturan di segenap aspek kehidupan bangsa dan negara.
Ilustrasi Pemilu (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Stabilitas akan terbangun dengan sendirinya karena adanya keseimbangan tersebut. Stabilitas menjadi sangat penting mengingat hal itu berkorelasi dengan pertahanan dan keamanan negara. Kita membutuhkan stabilitas yang diorientasikan untuk memberi rasa aman bagi investasi dan implementasi kebijakan pembangunan yang diprakarsai negara.
ADVERTISEMENT
Dalam khasanah keilmuan, ada dua strategi pokok untuk menciptakan stabilitas negara. Pertama, strategi diskursif yakni meliputi pemikiran-pemikiran diskontinuitas historis dan konstitusionalisme yang berfungsi tidak hanya sebagai landasan ideologis, tapi juga sebagai sarana pemaksa.
Strategi ini pernah diterapkan di era Orde Baru yang memainkan justifikasi untuk menghalalkan segala cara dengan penindasan fisik, pelarangan, dan penggusuran orang-orang yang dianggap berseberangan. Strategi ini lebih mengedepankan stabilitas politik.
Kedua, strategi institusional yang mencakup pemikiran stabilitas negara yang kuat diimplementasikan melalui rancangan institusionalitas terhadap organisasi-organisasi sosial-politik dan kelompok-kelompok di masyarakat yang memiliki pengaruh besar dalam penggalangan politik seperti partai politik, organisasi massa, kelompok korporasi, kelompok agama, dan sebagainya. Strategi mengedepankan keterlibatan dan partisipasi masyarakat untuk menjadikan negara kuat dan berdaulat.
Mural sosialisasi pemilihan umum di Solo. (Foto: Antara/Maulana Surya)
zoom-in-whitePerbesar
Mural sosialisasi pemilihan umum di Solo. (Foto: Antara/Maulana Surya)
Kita tentu tidak berharap kembali ke era otoritarianisme seperti Orde Baru. Oleh sebab itu, strategi pertama yang disebutkan di atas tidak boleh terulang, karena akan membangkitkan luka yang saat ini sudah mengering.
ADVERTISEMENT
Strategi kedua adalah pelibatan kelompok dalam pembangunan nasional. Sejak reformasi, supremasi sipil menjadi hal yang dikedepankan. Bahkan, berhasil mengembalikan militer ke barak dengan dihapusnya dwi fungsi ABRI.
Proses politik yang menghadirkan sipil sebagai pemain utama, mendapat tempat. Hal itu tidak lepas dari upaya pengembangan sistem politik yang menjamin partisipasi rakyat untuk bisa menginternalisasikan sistem nilai dasar kebangsaan.
Ini menjadi semangat pemilu yang diselenggarakan setiap lima tahun. Pemilu adalah sistem demokrasi yang menjadikan rakyat untuk terus bisa memperbaharui konsensus dan nilai-nilai kontemporer. Proses pendewasaan masyarakat untuk memahami bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar. Di dalamnya tinggal beraneka jenis manusia yang terdiri dari banyak agama, suku, bahasa, dan adat istiadat. Ini tentu menjadi anugerah yang paling besar dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
ADVERTISEMENT
Dibutuhkan upaya keras untuk memastikan Indonesia mampu melaksanakan proses pembangunan yang berkesinambungan. Sebuah proses yang bertujuan untuk melanjutkan pemulihan ekonomi dan rekonstruksi dengan memusatkan perhatian pada pengurangan pengangguran dan kemiskinan serta meningkatkan investasi domestik dan asing untuk merawat serta mengembangkan infrastruktur sosial dan ekonomi kita.
Pemilu tentunya berkorelasi kuat dengan pemulihan dan rekonstruksi ekonomi kita yang beberapa tahun belakangan ini mengalami pelambatan pertumbuhan. Penyelenggaraan pemilu yang adil, jujur, dan partisipatif akan menjadi modal kuat bagi kepercayaan publik dan investor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masa-masa mendatang. Dan, yang pasti, pemilu merupakan proses yang menjadikan sebagian terbesar rakyat sebagai penerima manfaat dan penggerak utama roda perekonomian.
ADVERTISEMENT
Persoalan ekonomi juga berkaitan dengan ketimpangan sosial yang kian tajam. Persoalan-persoalan struktural harus dibenahi, khususnya ketimpangan pendapatan antarkelompok masyarakat, ketimpangan pembangunan antarwilayah, dan budaya permisif atas pelanggaran hukum, korupsi, dan penyakit sosial lainnya.
Stakeholder harus melanjutkan upaya-upaya pengembangan harmoni sosial dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam melakukan resolusi konflik komunal akibat perbedaan pilihan politik. Tantangan kita ke depan adalah menciptakan harmoni sosial yang berkelanjutan.
Kita membutuhkan figur pemimpin yang mampu merumuskan agenda bangsa ke depannya. Selain itu, figur tersebut mendalami permasalahan bangsa, mampu mencarikan solusi tepat, komprehensif, dan sesuai dengan tantangan bangsa ke depan.
ADVERTISEMENT
Figur yang mampu memenuhi hak-hak dasar rakyat yang dijamin konstitusi secara bertahap sesuai dengan kemampuan negara. Tantangan kita dalam hal ini, terutama adalah segera memberikan jaminan atas hak dasar rakyat sesuai dengan tahapan yang mampu dilakukan secara bersama.
Itu semua akan diperoleh dengan konsolidasi nasional melalui proses pemilu yang telah menjadi konsesus kita bersama untuk mendapatkan pemimpin nasional yang ideal konstitusional. (*)
Dr. Budiharjo, MSi
Wakil Direktur Program Pascasarjana Universitas Moestopo Beragama