news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Setelah Dolar AS Mencapai Rp 14 Ribu

Konten dari Pengguna
25 Mei 2018 10:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Budiharjo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rupiah melemah terhadap dolar. (Foto: Antara/Hafiz Mubarak)
zoom-in-whitePerbesar
Rupiah melemah terhadap dolar. (Foto: Antara/Hafiz Mubarak)
ADVERTISEMENT
Rupiah kian melemah dan saat ini tembus di atas 14 ribu per dollar Amerika Serikat. Situasi yang mencemaskan bagi semua pihak, karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia pada kuartal I/2018 turun sebesar 0,42 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Data tersebut juga menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tiga bulan terakhir tidak sesuai perkiraan. Melemahnya rupiah hingga lebih dari Rp 14 ribu ini merupakan yang terburuk dalam dua tahun terakhir.
Tidak berlebihan jika kita harus mewaspadai kondisi ini, yang jika dibiarkan berlarut-larut, bisa saja mendorong Indonesia ke jurang krisis. Tidak pelak, untuk dapat mencapai kemakmuran rakyat, kemajuan perekonomian Indonesia tentu harus mampu tumbuh relatif tinggi.
Pertumbuhan positif tersebut harus berkesinambungan dari tahun ke tahun. Dan, ini tidak kalah penting, pertumbuhan ekonomi harus mampu menciptakan keadilan (pemerataan) bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kondisi yang dimaksudkan adalah pertumbuhan ekonomi yang berkualitas (quality economic growth). Di Indonesia, capaian pertumbuhan ekonomi berkualitas menjadi sasaran pembangunan dalam dokumen pembangunan seperti RPJP, RPJMN, dan RKP.
ADVERTISEMENT
Ada dua aspek pertumbuhan ekonomi tinggi, yakni pertumbuhan ekonomi nasional dan pertumbuhan ekonomi negara-negara lain. Pertumbuhan ekonomi nasional harus lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi sebelumnya.
Begitu pula, pertumbuhan ekonomi nasional pun harus lebih tinggi dengan negara-negara lain yang sekelas dengan Indonesia. Indikator lebih tinggi dilihat dari ukuran ekonomi, kelimpahan sumber daya alam, dan jumlah penduduk tingkat pendapatan per kapita, dalam hal ini produk domestik bruto per kapita.
Faktor Pendukung
Optimisme menjadi modal kuat untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, meski rupiah kian terperosok. Salah satu kekuatan ekonomi Indonesia yang memperkuat daya saing adalah tingkat inflasi yang terkendali.
Bank Indonesia (BI) mencatat inflasi tiga tahun terakhir terjaga rendah dan stabil. Hingga April kemarin, inflasi terjaga di angka 3,4 persen. BI menargetkan inflasi pada tahun 2018 berada di level 3,5 plus-minus satu persen.
ADVERTISEMENT
Dengan tingkat inflasi yang stabil dan cenderung turun, maka hal ini menjadi faktor pendukung agar perekonomian nasional stabil. Meski, kita pernah mengalami sedikit guncangan pada Juni-Juli 2015 di mana inflasi mencapai 7.26 persen. Dengan terciptanya tren penurunan tingkat inflasi, optimisme telah tercipta dan ke depannya (setidaknya sampai akhir tahun) inflasi diperkirakan masih berada pada target BI.
Dengan landasan stabilitas ekonomi tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode 2018-2021 diperkirakan meningkat di kisaran 5.9-6.5%. Permintaan domestik yang tinggi terutama oleh masyarakat kelas menengah ke atas yang tinggal di kota-kota besar sedikit banyak membantu Indonesia terlepas dari ketergantungan penuh dengan negara lain.
Tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada pundi ekonomi Indonesia yang bergantung pada perdagangan internasional. Salah satu tantangan fundamental yang masih dihadapi Indonesia antara lain masih bergantungnya Indonesia terhadap barang impor dan ketergantungan tradisional pada ekspor komoditas mentah.
ADVERTISEMENT
Pemerintah menyadari perlunya resiliensi ekonomi domestik yang optimal untuk menghindari efek domino krisis ekonomi yang mungkin dapat terjadi kembali.
Tantangan Perekonomian Nasional
Meskin inflasi cenderung stabil dan turun, pemerintah tidak boleh berpuas diri. Para penyelenggara negara harus memiilki cara pandang untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju. Bukan sekadar menjaga instrumen perekonomian berjalan seperti biasa (business as usual), namun harus meningkatkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat dan disegani, minimal di kawasan regional. Untuk itu dibutuhkan kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Tingkat kemakmuran dan kemajuan suatu negara diukur terutama dari besarnya pendapatan per kapita yang diukur dari indikator Produk Domestik Bruto (PDB) atau Pendapatan Nasional Bruto (PNB). Kesenjangan atau disparitas tingkat GDP per kapita antara kelompok negara kaya dengan negara menengah dan miskin tetap besar sekali dan akan terus membesar bila negara tidak dapat mengejar ketertinggalannya. Kementerian Keuangan mencatat pendapatan per kapita pada 2017 sebesar Rp 47,96 juta/tahun.
ADVERTISEMENT
Namun, kesenjangan kita masih tinggi. BPS mencatat ratio gini Indonesia pada 2017 mencapai 0,39 dengan kondisi perbankan nasional dikuasai pemilik rekening di atas dua miliar. Sementara, hampir 98 persen jumlah rekening di bank dimiliki oleh nasabah dengan jumlah tabungan di bawah Rp 100 juta.
Ini menunjukkan ketimpangan orang kaya dan miskin di Tanah Air masih tinggi. Hal tersebut tercermin dari akumulasi kekayaan segelintir warga yang menguasai kekayaan nasional dan simpanan perbankan. Bahkan, lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse menempatkan Indonesia di urutan keempat dengan disparitas kekayaan tertinggi.
Kesenjangan ini dalam masa saat ini dan di masa mendatang diperkirakan akan terus tinggi. Penyebabnya negara-negara kaya terus secara konsisten bertumbuh tinggi, sementara negara-negara menengah dan miskin dihadapkan pada pertumbuhan yang relatif tinggi.
ADVERTISEMENT
Belum lagi banyak persoalan-persoalan di luar perekonomian yang terjadi di negara-negara menengah, yang ikut memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Goncangan dan hambatan struktural terus mewarnai negara-negara menengah dan miskin.
Kita memiliki landasan yang kuat, yakni UUD 1945 yang memiliki semangat penyelenggaraan perekonomian kerakyatan. Strategi pembangunan yang menempatkan dan menjadikan kemiskinan, kelaparan dan kebodohan menjadi fokus pokok bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sesuai dengan amanat UUD 1945.
Pemerintah harus memiliki perubahan, kemajuan dan terobosan yang mendasar serta signifikan dalam menjalankan program pembangunan dan perekonomian nasional. Secara mendasar, cita-cita, tujuan dan sasaran serta strategi membawa Indonesia sebagai negara maju bisa dicapai. Syaratnya, perekonomian Indonesia dibangun di atas pondasi dan berdasarkan kelimpahan dan keunggulan sumber daya, baik alam, mineral, lahan, laut, dan penduduk.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, Indonesia tidak perlu takut manakala perekonomian Amerika Serikat kian maju dan berdampak pada rupiah. Kenapa? Karena kita sudah memiliki pondasi yang kuat dan mampu bersaing dengan negara-negara lain. Serta merta, Rupiah akan kuat terhadap nilai mata uang asing, dollar Amerika sekalipun. (*)
Dr. Budiharjo, MSi
Wakil Direktur Program Pascasarjana Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)