Detektif Ayam Amatiran

Bukan Remahan Rengginang
Kisah Orang Muda di Istana. Link untuk mengunduh e-book 'Bukan Remahan Rengginang': http://ksp.go.id/unduh-buku/
Konten dari Pengguna
17 Oktober 2019 12:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bukan Remahan Rengginang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kedeputian III. Foto: Bukan Remahan Rengginang.
zoom-in-whitePerbesar
Kedeputian III. Foto: Bukan Remahan Rengginang.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sejujurnya saya tak kenal sama sekali manusia di foto itu. Wong saya bukan konsultan, tapi staf presiden yang sedang menyamar. Bekerja di Kantor Staf Presiden (KSP), saya bukanlah agen rahasia macam James Bond.
Tapi kalau memang harus menyamar dalam tugas, Apa boleh buat. Peristiwa di atas berawal dari pemberitaan yang menyebut perusahaan peternakan ayam melakukan kartel, pertengahan Mei 2016. Kondisi itu mengakibatkan rontoknya harga ayam potong di tingkat peternak.
Rombongan korporasi yang dituduh melakukan kartel terang saja mengelak. Sementara para peternak terlanjur marah. Peternak dari berbagai daerah menggelar unjuk rasa di kawasan Monas berharap pemerintah turun tangan. KSP tidak tinggal diam. Kepala Staf Kepresidenan meminta Deputi III melakukan kajian cepat.
ADVERTISEMENT
Saya dipanggil dan mendapat perintah belajar langsung dari perusahaan peternakan ayam. Sore itu juga saya meluncur ke daerah Blok M, Jakarta Selatan. Saya menemui pemilik perusahaan konsultan yang memiliki klien perusahaan peternakan ayam terbesar di Yogyakarta.
Bak film spionase, saya ditugaskan menyamar menjadi pegawai konsultan tersebut. “Juragan perusahaan ayam lagi pusing. Karena orang baru jangan dulu mengaku dari KSP. Selama di sana kamu mengaku saja sebagai staf saya”, kata bos perusahaan konsultan itu. Terserah lah, toh mustahil menolak tugas ini.
Setibanya di Bandara Adisucipto, Yogyakarta, saya mengirimkan pesan teks kepada sang juragan ayam, “Mbak, saya sudah mendarat di Yogya.” Naik mobil jemputan, saya menempuh 30 menit perjalanan sampai di rumah sang juragan. Air mancur berukuran besar menyambut ketika saya turun mobil. Di sebelah air mancur itu, berjajar mobil-mobil mewah berbagai merek.
Reno Bagaskara. Foto: Dok: Bukan Remahan Rengginang
Perempuan berusia pertengahan 30-an menyambut saya. Ternyata dialah pemilik perusahaan tersebut. Penampilannya sederhana tanpa perhiasan mencolok dan riasan wajah yang tipis alami. Kemeja lengan panjang dipadukan kerudung oranye dengan celana cokelat yang sudah mulai pudar, melengkapi kesederhanaannya.
ADVERTISEMENT
“Mas, kalau ada pertanyaan, silakan tanya staf saya dulu. Saya ada urusan sebentar di luar, saya kembali sekitar dua jam lagi,” kata wanita itu sembari masuk ke ruang kerjanya.
“Maaf masih berantakan, ini tadinya rumah kosong. Baru saja saya sulap jadi kantor,” katanya sambil mempersilakan duduk. Tak lama, wanita itu pergi. Saya lanjutkan diskusi dengan staf-stafnya. Terutama best practice yang dilakukan memitigasi risiko yang dihadapi peternak ayam seperti: penyakit menular, harga barang modal yang fluktuatif, hingga naik turunnya permintaan terhadap daging ayam.
Seperti janjinya, tepat pukul dua wanita juragan itu kembali. Kami duduk bersama mendiskusikan rantai nilai bisnis industri ayam potong dari kandang sampai di pasar. Mbak juragan mulai curiga. Dia bicara hal-hal detil yang kadang membuat saya gelagapan menjawabnya.
ADVERTISEMENT
“Nanti saya sampaikan kepada tim di Jakarta, Mbak,” menjadi jawaban pamungkas saya, saat dia memulai pembicaraan persoalan perusahaannya. Sembari memainkan ponselnya, dia mulai menanyakan hal-hal terkait pekerjaan. Awalnya dia menanyakan di mana saya tinggal ? Apakah dekat dengan “kantor” ? Bagaimana rasanya bekerja di situ ? Pertanyaan yang mudah, mengingat saya bisa ngeles dengan mudah.
Jantung mulai berdegup kencang ketika dia menunjukkan pada saya beberapa foto dan menyebutkan nama-nama orang yang menurutnya adalah rekan kerja saya. Tentu saja saya tidak mengenal semuanya, karena saya ini staf KSP. “Lha kok siapa-siapa kamu tidak kenal Mas?” katanya sambil memandangku. “Maklum, saya anak baru, baru tiga bulan jadi masih belum kenal semua staf,” jawab saya tanpa berani menatap matanya. Matilah kalau ketahuan. Saya akan disambut baik atau malah justru disambit dan diusir?
ADVERTISEMENT
Selang beberapa detik dari perbincangan kikuk itu, muncullah sesosok perempuan tua. “Kenalkan, ini Ibuku. Bu, ini Mas Reno, dia konsultan dari Jakarta,” ujar wanita itu memecah keheningan.
Saya memanfaatkan momen itu untuk berkenalan sekaligus berpamitan. “Saya pamit dulu Bu, sudah sore. Saya sudah belajar banyak di sini. Terima kasih banyak,” kata saya. Sang juragan memanggil sopirnya dan memintanya mengantar pulang. Saya bersyukur aksi penyamaran ini tidak terbongkar.
Setibanya di Jakarta, seluruh temuan lapangan langsung saya laporkan kepada Deputi III. Terutama mengenai pentingnya mekanisme mitigasi risiko oleh peternak dan pemanfaatan sistem cold storage untuk memperpanjang masa simpan daging ayam.
Setelah melalui pembahasan dengan para ahli, temuan tersebut dijadikan basis rekomendasi kebijakan dan dituangkan dalam masukan dari kepala staf kepada presiden. Lumayan juga, informasi yang saya peroleh dengan menyamar (yang nyaris terbongkar) ternyata dapat diterima Kepala Staf. Bahkan Kepala Staf meneruskannya ke Presiden.
ADVERTISEMENT