news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Masela Menyela Malam Wakuncar

Bukan Remahan Rengginang
Kisah Orang Muda di Istana. Link untuk mengunduh e-book 'Bukan Remahan Rengginang': http://ksp.go.id/unduh-buku/
Konten dari Pengguna
26 September 2019 11:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bukan Remahan Rengginang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kedeputian I. Foto: Bukan Remahan Rengginang.
zoom-in-whitePerbesar
Kedeputian I. Foto: Bukan Remahan Rengginang.
ADVERTISEMENT
Pada pukul 21.00 WIB, Minggu, 21 Februari 2016, drrrt…telepon genggam saya bergetar. Saya baru tiba di Pondok Indah Mall bersama pujaan hati. Pasti urusan kantor, nih, batin saya. Nama Didi Setiardo, Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden (KSP), terpampang di layar. Saya langsung mengangkat telepon.
ADVERTISEMENT
“Ferdy sedang di mana?”
“Di Pondok Indah Mall, Pak,” saya menjawab.
“Besok jam 8 pagi, Deputi I harus memaparkan tentang Masela ke Presiden, kita harus siapkan laporan kajian kita malam ini.”
Blok Masela memang topik yang tengah jadi bahan perbincangan saat itu. Inilah blok gas bumi di bagian Tenggara Maluku dengan cadangan raksasa, salah satu yang terbesar di dunia.
Tanpa berpikir panjang, sesuai kultur kerja di KSP, saya jawab, “Siaaap!” Apa boleh buat, wakuncar (waktu kunjung pacar) berantakan, lagi, dan lagi. Saya harus balik ke rumah di Depok menyiapkan laporan permintaan Deputi I Bidang Infrastruktur dan Energi. Saya antar dulu pujaan hati ke rumahnya di Pasar Minggu. Sedikit cemberut dia. Maafkan aku, pacarku sayang.
ADVERTISEMENT
Pukul 10 malam, setelah kelar mengantar adinda, sambil menyetir mobil saya kontak balik Pak Didi. “Selamat malam, Pak. Mohon arahan, bahan apa saja yang perlu disiapkan?”
Sepanjang perjalanan Pasar Minggu-Depok, pengarahan berlangsung. Saya menyimak lewat perangkat bluetooth. “Jadi Fer,” kata Pak Didi, “Presiden punya kegelisahan. Kalau kita bangun pabrik LNG di tengah laut, rakyat di sana dapat apa?” Awalnya, Blok Masela akan dibangun secara offshore menggunakan teknologi kilang gas terapung.
Kontraktornya Inpex dari Jepang dan Shell Belanda, semua sudah siap turun ke lapangan. Tinggal menunggu persetujuan Presiden. Ketika itu, pilihan membangun Blok Masela di darat kurang dilirik karena lokasi sumber gas yang jauh dari daratan.
ADVERTISEMENT
Pilihan onshore akan menjadi tidak efisien dalam segi transportasi dan distribusi. Kajian KSP pun, pada awalnya, sepakat dengan pilihan lepas pantai. Pertimbangannya, teknologi kilang gas terapung LNG di lepas pantai lebih ekonomis dan mendatangkan hasil hasil yang lebih cepat—yang akan menjadi legacy pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Namun, dalam proses kajian berikutnya, tim KSP menangkap kegelisahan Presiden. Beliau ingin kue pengembangan Blok Masela dapat dinikmati masyarakat lokal sejak dini. “Itu kata kunci yang harus ditekankan,” kata Pak Didi.
Kegelisahan Presiden ini wajar dan masuk akal. Sebelumnya, pengembangan LNG Tangguh di Teluk Bintuni, Papua, secara offshore terbukti sulit merangsang tumbuhnya industri hilir meskipun kilang telah berproduksi sejak 2009. Berbeda halnya dengan LNG Badak di Bontang atau LNG Arun di Lhokseumawe, keduanya di daratan, yang bisa menumbuhkan kegiatan ekonomi baru. Bontang dan Lhokseumawe pun berkembang menjadi kota mandiri. Manfaat ekonomi bergulir lebih banyak pada pilihan kilang onshore.
ADVERTISEMENT
“Oke. Well noted, Pak.”
Selesai dengan Pak Didi, giliran saya “meneror” rekan-rekan saya, sesama tenaga ahli muda di KSP, untuk bersiap mendiskusikan ulang data dan bahan. Meskipun entah sedang apa mereka saat saya hubungi. Seperti saya, mereka pun menjawab: Siaaap!
Kami berempat melakukan konferensi telepon malam itu. Membagi tugas, siapa melakukan apa, dan bagaimana menjahit semuanya. Saya sampai di rumah pukul 11 malam. Bersama tiga kawan lainnya yang berada di lokasi berbeda, kami menyusun paparan. Kami sepakat mengangkat kisah sukses Malaysia LNG di Saarawak dengan Kota Bintulu yang kini menjelma sebagai pusat industri di Malaysia Timur.
Kami memberikan komparasi, jika Blok Masela dikembangkan dengan skema onshore, akan muncul pusat industri di Indonesia Timur sesuai visi Indonesiasentris yang pernah disampaikan Presiden.
ADVERTISEMENT
Biaya pembangunan kilang onshore pun sebenarnya juga tak jauh berbeda dengan biaya pembangunan offshore. Bedanya, selain soal distribusi, dengan pilihan onshore, bisa dipastikan rakyat merasakan manfaat pembangunan kilang dimulai sejak hari pertama.
Belum lagi jika dihitung dengan tumbuhnya pusat ekonomi baru di kota tersebut. Kami berhati-hati benar menyiapkan paparan. Kami saling mengecek angka, ilustrasi, dan setiap kalimat agar paparan zero mistake. Tak boleh meleng gara-gara ngantuk. Saya melewati malam dan berusaha tetap fokus. Tiga cangkir kopi menemani saya malam itu.
Ferdy Alfarizka Putra. Foto: Dok: Bukan Remahan Rengginang
Azan subuh berkumandang. Selama enam jam kami berempat maraton menyiapkan materi. Presentasi untuk Presiden Joko Widodo selesai kami susun. Sent! Saya tekan tombol surat elektronik kepada Pak Didi. Tunggu, belum saatnya tidur. Kami harus menanti respons Deputi.
ADVERTISEMENT
Pukul 6 pagi, ada tambahan permintaan dari Deputi I Darmawan Prasodjo, presentasi harus dilengkapi dengan kesimpulan yang berbunyi pengembangan secara onshore lebih sesuai Pasal 33 UUD 1945. Benar juga. Terkantuk-kantuk, saya menambahkan permintaan Pak Deputi.
Pagi itu, saya tidak ikut dalam pemaparan ke Presiden. Saya terkapar di kamar meski tangan tetap memegang ponsel. Siang harinya Deputi mengirim pesan: “Alhamdulillah paparan berjalan lancar. Terima kasih atas dukungan seluruh tim.
Sebulan kemudian, 23 Maret 2016, di Bandara Supadio Kalimantan Barat, Presiden Joko Widodo mengumumkan pembangunan Kilang Masela dilakukan secara onshore. “Kami ingin wilayah regional terkena dampak pembangunan proyek Masela,” kata Presiden Joko Widodo dalam pidatonya.
Wah. Bangganya hati, paparan kami bisa membantu Presiden mengambil keputusan penting. Terbayar tuntas lelah dan interupsi wakuncar. Saat ini kami telah menikah dan dikaruniai satu putri yang kami panggil dengan nama Kei, sebuah Pulau di Tenggara Maluku, sebagai kenangan pada Masela.
ADVERTISEMENT