Menanti Kelahiran Bayi Tesla Indonesia

Bukan Remahan Rengginang
Kisah Orang Muda di Istana. Link untuk mengunduh e-book 'Bukan Remahan Rengginang': http://ksp.go.id/unduh-buku/
Konten dari Pengguna
23 September 2019 12:20 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bukan Remahan Rengginang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kedeputian I Foto: Bukan Remahan Rengginang
zoom-in-whitePerbesar
Kedeputian I Foto: Bukan Remahan Rengginang
ADVERTISEMENT
Malam itu, suasana Natal di rumah penuh kehangatan dan canda tawa. Tapi, suasana hatiku sekonyong-konyong berubah. Nyaris tak kupercaya, berkali-kali aku menatap layar ponsel, membaca pesan masuk dari sekretaris Kepala Staf Kepresidenan. Sekadar memastikan, aku tak salah menangkap isinya.
ADVERTISEMENT
"Maaf ganggu liburmu, Gren. Besok ada rakor tentang mobil listrik, tolong siapkan bahannya untuk Kepala Staf." Begitu bunyi pesan pendek tersebut. Jantungku berdetak lebih keras lagi, tatkala aku mulai sadar; hanya ada waktu beberapa jam menyiapkan materi yang diperlukan.
Aku memang salah satu anggota tim yang ditugaskan mengawal perumusan Rancangan Peraturan Presiden tentang kendaraan Listrik. Tetapi sekarang tak ada waktu untuk kesal, marah, dan lainnya. Aku bergegas mengambil laptop di kamar.
Grenata Louhenapessy Oroh Foto: Bukan Remahan Rengginang
Bayi dalam kandunganku seakan ikut protes, memasuki trimester terakhir kehamilan. Sebenarnya badan terasa sangat letih, tapi empat tahun bekerja di Kantor Staf Presiden (KSP), aku pun sudah membiasakan diri dengan tuntutan pekerjaan yang bisa datang kapan saja, di mana saja. Di hari Natal yang bahagia itu, aku menyiapkan bahan semalam suntuk.
ADVERTISEMENT
Aku masih ingat keraguan yang tumbuh pada program kendaraan listrik di awal penugasan. Banyak pertanyaan muncul yang kemudian berujung pada kesimpulan: Sesignifikan apa program ini? Apakah benar-benar akan memberikan dampak kepada masyarakat luas atau hanya program gaya-gayaan agar kita terkesan mengikuti tren dunia? Ataukah ini demi gengsi memiliki “Tesla versi anak bangsa?"
Pertanyaan-pertanyaan itu terus berdengung, sampai akhirnya aku mulai terlibat dalam proses panjang untuk meluluskan dan menemukan esensi program itu. Rancangan Peraturan Presiden Kendaraan listrik bukan sekadar regulasi atau mengganti sumber energi kendaraan bermotor. Ini tentang masa depan Indonesia bagi generasi berikutnya, dan itu berarti bagi masa depan bayi yang masih di perutku juga.
Menurut data, pertumbuhan kendaraan bermotor rata-rata meningkat 11,5 persen setiap tahun. Akibatnya, kualitas udara di wilayah perkotaan pun memburuk. Hal ini meresahkan, apalagi saat membayangkan bagaimana kelak kondisinya pada generasi anakku. Kehidupan macam apa yang akan dijalaninya jika tahun 2018 saja Jakarta sudah menempati puncak daftar kota paling berpolusi di Asia Tenggara. Itu pun belum termasuk dampaknya pada keuangan negara karena ketergantungan impor bahan bakar fosil. Aku bayangkan, dua puluh tahun kemudian, ketika si Kecil beranjak dewasa, kondisi ini akan menjadi disaster. Benar-benar mimpi buruk seorang ibu.
ADVERTISEMENT
Hal ini yang membuatku melihat perjuangan menyusun suatu peraturan tentang kendaraan listrik bukan hanya sebagai tanggung jawab pekerjaan atau sebuah produk hukum semata. Tetapi, sebagai kontribusi yang bisa kulakukan dalam upaya menyelamatkan generasi berikutnya. Tentu kebijakan ini bukan tanpa konsekuensi. Setidaknya ini yang dapat dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan Indonesia.
Jalan untuk mencapainya tidaklah mudah. Semula aku berpikir program kendaraan listrik sesederhana menjalankan setiap poin yang menjadi rekomendasi yang sudah disusun. Ternyata, dibutuhkan proses yang jauh lebih besar dan panjang dari perkiraan tersebut. Proses birokrasi yang melibatkan banyak stakeholder, pengaturan substansi yang sarat kepentingan, hingga memastikan kesiapan industri menjadi tantangan yang harus dihadapi.
Tesla jadi armada taksi listrik Silverbird di Indonesia. Foto: Ghulam Muhammad Nayazri / kumparanOTO
Tidak terhitung berapa banyak rapat koordinasi dan revisi yang harus dilakukan hingga mencapai kesepakatan. Aku sempat frustasi karena banyaknya benturan kepentingan sehingga menghambat program ini. Hal ini membuat perjuangan mengegolkan aturan kendaraan listrik benar-benar tidak mudah.
ADVERTISEMENT
Rasa lega dan syukur akhirnya kurasakan setelah Rancangan Perpres Kendaraan Bermotor Listrik selesai dirumuskan. Hatiku bergembira saat salah satu rekan dari Kemenko Bidang Kemaritiman mengirim pesan bahwa rancangan Perpres sudah dikirimkan ke Kementerian Sekretariat Negara.
Aku ingat, ada semacam perasaan tenang, saat satu demi satu menteri terkait telah membubuhkan parafnya pada rancangan Perpres tersebut. Semua jerih payah, lelah, dan jam-jam tidur yang kurang, terbayar lunas. Paling tidak ini untuk anakku.
Saat tulisan ini dicetak, mungkin Presiden sudah mengesahkan rancangan Perpres itu. Pemerintah punya dasar hukum untuk percepatan pengembangan kendaraan listrik di negeri ini. Aku membayangkan beberapa tahun ke depan, ketika industri nasional sudah mampu membuat mobil listrik yang setingkat dengan Tesla. Indonesia bakal menjadi salah satu yang terdepan dalam industri kendaraan bermotor. Saat itu, aku ingin anakku bisa mengendarai mobil listrik berkualitas karya anak bangsa.
ADVERTISEMENT
Ketika semua itu terjadi, mungkin pengendara mobil atau motor listrik tidak tahu dan tidak akan pernah tahu mengapa dia bisa naik kendaraan listrik produksi lokal yang berkualitas. Orang lain juga tidak tahu siapa saja yang terlibat dan peliknya proses perumusan peraturan presiden tentang kendaraan listrik. Tapi saat itu, aku yakin bahwa hati kecilku akan berbahagia karena bisa berkontribusi untuk memberikan dampak bagi masyarakat.
Perpres kendaraan listrik menjadi benih untuk Indonesia yang lebih baik bagi anak-anak kita. Juga untuk benih yang sedang berada di rahimku, sambil aku mengelus perutku yang makin membuncit. Aku bayangkan dua puluh tahun kemudian, ketika si Kecil beranjak dewasa, kondisi ini akan menjadi disaster.