Kala Sinyal Komunikasi Mulai Menyapa Suku Korowai di Papua

Konten Media Partner
28 Juli 2019 18:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paulus Garuntop, Kepala Distrik Korowai Buluanop, saat berfoto dengan latar rumah pohon milik Suku Korowai di Kampung Kapayap Tiga. (Foto IST)
zoom-in-whitePerbesar
Paulus Garuntop, Kepala Distrik Korowai Buluanop, saat berfoto dengan latar rumah pohon milik Suku Korowai di Kampung Kapayap Tiga. (Foto IST)
ADVERTISEMENT
Merauke, BUMIPAPUA.COM - Manoftrobo, artinya "Selamat Datang". Ucapan salam khas Suku Korowai ini diucapkan Sadrak Gohoni, Ketua Adat Dusun Miyop, salah satu kampung di daerah Suku Korowai yang terletak 3 kilometer dari Mabul, Ibu Kota Distrik Korowai Buluanop, Kabupaten Asmat, Papua.
ADVERTISEMENT
Ucapan manoftrobo, yang berasal dari bahasa Suku Korowai, akhir-akhir ini kerap keluar dari mulut Sadrak Gohoni ketika bertemu orang baru atau tamu yang berkunjung ke kampungnya. Sebab seiring perubahan waktu, keterisolasian Suku Korowai yang berabad-abad telah menjalani hidup di belantara hutan Papua mulai sedikit terkuak.
Sadrak Gohoni sendiri adalah orang Suku Korowai yang tinggal di Distrik Korowai Buluanop, sebuah daerah otonomi baru pecahan dari Distrik Kolofbraza. Pemekaran daerah terjadi pada pertengahan Agustus 2016, melalui Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Asmat.
Dalam sejarahnya, Suku Korowai hidup di hutan belantara Papua tersebar di beberapa wilayah kabupaten. Ada yang masuk di Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Pegunungan Bintang. Umumnya, Suku Korowai menetap atau tinggal di atas pohon dan sering berpindah-pindah.
Seorang pria menaiki rumah pohon milik Suku Korowai di Distrik Korowai Buluanop. (Foto IST)
Di Distrik Korowai Buluanop, jumlah warga Suku Korowai ada 3.811 jiwa. Mereka tersebar di 7 kampung (desa), yakni di Mabul, Banum, Ayak, Amakot, Ujung Batu, Nagatum, dan Kapayap Tiga.
ADVERTISEMENT
Sadrak Gohoni mengaku menghabiskan hidupnya puluhan tahun tinggal di rumah pohon. Ketika umurnya memasuki 55 tahun, baru dia rela tinggal di daratan. Sadrak mengaku baru bersentuhan langsung dunia luar dan pemerintah, ketika wilayahnya dimekarkan menjadi distrik di tahun 2016.
“Awalnya kami tak mengetahui apa-apa, yang kami ketahui itu hanya yang kami lihat di sekeliling. Saya berusaha bisa berbahasa Indonesia, tapi saya harap pemerintah bisa bantu saya," kata Sadrak yang diterjemahkan Paulus Garuntop, Kepala Distrik Korowai Buluanop, Sabtu (27/7).
Namun kini, sebagian masyarakat Suku Korowai yang ada di Kabupaten Asmat bisa tersenyum lebar, termasuk Sadrak Gohoni, ketika pemerintah membangun dua menara Base Transciever Station (BTS) sebuah infrastruktur telekomunikasi yang memfasilitasi komunikasi nirkabel antara piranti komunikasi dan jaringan operator. BTS ini dibangun di Kampung Banum dan Kampung Mabul pertengahan 2018.
Papan nama Kampung Mabul, yang dihuni warga Suku Korowai di Kabupaten Asmat. (Foto IST)
Walau mereka sendiri tak tahu BTS itu alat apa dan fungsinya apa. Namun sejak dibangun dua menara BTS di Kampung Banum dan Kampung Mabul, sebagian pemuda Korowai ramai-ramai membeli handphone di Distrik Suator, salah satu distrik tetangga yang jaraknya cukup jauh. Untuk menuju Distrik Suator, mereka harus menggunakan perahu dayung menyusuri Sungai Braza selama satu hari perjalanan.
ADVERTISEMENT
Menurut Kepala Distrik Korowai Buluanop, Paulus Garuntop, waktu mulai ada sinyal telepon, ada warga langsung menelepon anaknya di Kota Agats, Ibu Kota Kabupaten Asmat. “Mereka merasa senang karena dengan memegang handphone, bisa berkomunikasi satu dengan lainnya," katanya, Sabtu (27/7).
Padahal, kata Paulus, sebelum ada jaringan telekomunikasi, yang memegang handphone terbatas atau bisa dihitung jari. Itu pun hanya pemuda Suku Korowai yang sudah dulu mengenal dunia luar dan kembali ke kampung. Saat itu, pemuda yang punya handphone bukan untuk bertelepon, tapi dipakai dengar musik, putar film dan foto.
“Sebagian pemuda Korowai mengenal handphone, baru di tahun 2016. Itu juga hanya beberapa saja yang memilikinya. Namun sekarang pemuda Korowai sudah banyak yang memiliki handphone," ungkap Paulus.
Paulus Garuntop, Kepala Distrik Korowai Buluanop, saat berfoto bersama warga Suku Korowai di Kampung Kapayap Tiga. (Foto IST)
Paulus mengakui, sejak adanya sinyal telepon di dua kampung, ada banyak perubahan. Warga Suku Korowai sudah bisa berkomunikasi dengan anak-anak mereka yang sedang bersekolah di berbagai daerah studi yang di Papua maupun di luar Papua.
ADVERTISEMENT
“Nah, setelah berkomunikasi, disitulah menjadi kepuasan tersendiri bagi mereka. Sebab mereka merasa negara telah hadir untuk mereka. Manfaatnya dengan ada sinyal, mereka terasa dekat dengan keluarga. Lalu, hal yang dulu mustahil ada bagi mereka, kini semuanya bisa jadi mungkin. Ini suatu kebanggaan bagi warga Suku Korowai," jelas Paulus.
Menurut Paulus, memang masih ada pekerjaan berat memajukan warga Suku Korowai. Pekerjaan berat itu, bagaimana membujuk sebagian warga Suku Korowai yang masih tinggal menetap di atas pohon, untuk menikmati proses pembangunan dan pelayanan pemerintah.
"Masih ada yang tinggal di atas pohon, mereka ini para orang tua, sementara anak-anaknya lebih banyak sudah tinggal di darat. Mereka yang tinggal di pohon itu yang masih tetap mempertahankan tradisi," ujar Paulus.
Paulus Garuntop, Kepala Distrik Korowai Buluanop saat bersama warga Suku Korowai di Kampung Kapayap Tiga. (Foto IST)
Kepala Dinas Komunikasi, Informasi, Data, dan Persandian Kabupaten Asmat, Jamaluddin, mengungkapkan melalui program Kementerian Kominfo 2019, Kabupaten Asmat mendapat jatah pemasangan menara BTS di 91 titik. Pemasangan menara BTS itu tersebar di 23 distrik, 224 kampung di pedalaman Asmat, termasuk pemasangan tambahan 5 menara BTS baru untuk warga Suku Korowai.
ADVERTISEMENT
Sepengetahuan Jamaluddin, pemerintah sedang menggenjot pembangunan menara BTS di daerah tertinggal, guna membuka akses komunikasi seluas-luasnya. Walaupun di daerah itu sendiri belum ada aliran listrik, tapi menara BTS beroperasi menggunakan aki solar sel.
“Kami berharap tahun (2019) ini juga warga Suku Korowai sudah bisa bebas sinyal. Hanya saja pemasangan 5 menara BTS tambahan saat ini terkendala medan yang berat," ungkap Jamaluddin kepada media ini saat dihubungi, Sabtu (27/7).
Pembangunan 91 buah menara BTS baru di Kabupaten Asmat merupakan program Asmat Merdeka Sinyal Tahun 2020. Kelanjutan dari program pemerintah Indonesia sebelumnya.
"Tahun 2018 lalu ada 17 menara BTS terpasang di sebagian wilayah Asmat. Di antaranya, 12 menara BTS program Kementerian Kominfo dan 2 menara BTS lainnya milik Telkomsel. Pemasangan menara BTS di seluruh wilayah Asmat, menandakan kabupaten ini di tahun 2020 sudah bebas sinyal. Itu target kami," kata Jamaluddin. (Abdel Syah)
ADVERTISEMENT