Panen Padi Serentak di Merauke, Combain Tak Kunjung Tiba

Konten Media Partner
29 April 2019 15:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petani Merauke menunggu cimbain yang tak kunjung tiba. (BumiPapua.com/Abdel)
zoom-in-whitePerbesar
Petani Merauke menunggu cimbain yang tak kunjung tiba. (BumiPapua.com/Abdel)
ADVERTISEMENT
Merauke, BUMIPAPUA.COM - Marchelius Mahuze tak sabar memanen padinya yang sudah menguning. Alat pemotong padi yang dijanjikan oleh pemerintah tak kunjung tiba. Akhirnya, ia harus antri berminggu-minggu untuk mendapatkan kendaraan pemotong padi atau combain.
ADVERTISEMENT
Sore Minggu (28/4), Marchelius hanya hisa duduk termenung di pingiran pematang sawahnya, sambil memandang hamparan luas sawahnya yang siap panen.
"Kami masih menunggu combain, karena kendaraan pemotong padi masih dipakai di kampung lain," kata Marchelius Mahuze, kepada BumiPapua.
Marchelius Mahuze memiliki lahan padi seluas 7 hektar yang dikelola bersama adiknya. Ia mengaku padinya sudah seminggu lalu menguning dan harus segera dipanen. “Ini sudah melewati batas masa panen,” ujarnya.
Panen raya tahun ini di Merauke melebihi target yang ditetapkan. (BumiPapua.com/Abdel)
Marchelius mengaku sewa combain untuk 1 hektar sawah seharga Rp1,6 juta. Tapi sampai saat ini kami belum dapat giliran pakai, sebab terlambat untuk pemesanan.
Tidak hanya Marchelius Mahuze yang menunggu giliran padinya dipanen mengunakan combain sewaan. Warga di tiga kampung yakni Kampung Urumb, Waninggapnanggo dan Matara juga masih menunggu antrian pengguaan combain.
ADVERTISEMENT
Ada lagi 8 dusun yakni Dusun Serapu, Urumb, Nohotif, Yatom, Bahor, Wendu, Matara, dan Nasai yang mayoritas petani asli Papua juga merasa khawatir karena belum mendapatkan giliran mendapatkan kendaraan pemotong padi.
“Kami kesulitan mesin pemotong padi. Padi saya yang mau dipanen sekitar 14 hektar di dua lokasi berbeda." kata Robert Balagaize.
Petani di 3 kampung dan 8 dusun adalah mayoritas warga asli Papua dari Suku Marin. Dulunya, wilayah di sekitar pemukiman warga adalah hutan yang banyak ditumbuhi sagu dan banyak hewan liar yang diburu untuk dikonsumsi.
"Dulu kawasan ini adalah hutan. Kami sering pangkur sagu dan berburu. Namun sejak 10 tahun lalu lahan ini dibabat habis untuk kebutuhan lahan persawahan. Ya mau tidak mau kita ikut memanen padi sebagai upaya mendukung ketahanan pangan nasional yang merupakan program pemerintah," ujar Marchelius lagi.
Padi di Merauke yang telah menguning dan siap panen. (Bumipapua.com/Abdel)
Kepala Dinas Tanaman Pangan Merauke, Edy Santosa mengaku kendaraan pemotong padi memang sangat minim dan tidak seimbang dengan luas tanam padi di Merauke. Edy pun merasa kecewa soal kendaraan pemotong padi yang dibagikan pemerintah ke kelompok-kelompok tani kondisinya tidak terurus dan rusak. Sehingga mempengaruhi panen rendengan kali ini.
ADVERTISEMENT
"Saya mau jujur katakan bahwa hampir semua combain bantuan ke ketua kelompok tani saat ini dalam keadaan rusak," ujar Edy.
Edy berjanji beberapa hari ini akan mendatangkan combain dari daerah lain untuk bergeser ke tiga kampung itu. Kata Edy, hanya ada 70 unit kendaraan pemotong padi yang tersebar di wilayah sentra pangan dan ini tidak cukup.
"Panen itu satu kebutuhan yang mendesek. Tahun ini panen terjadi secara serentak, sehingga tidak bisa melayani yang lain. Panen tahun ini juga tak terlepas dari antusias masyarakat menanam. Luas tanam yang di tergetkan 34. 764 hektar. Namun, melampaui target hingga mencapai 34.826 hektar,” ujar Edy.
Sementara dari luas tanam padi, ada sekitar 570 hektar yang terdapat di tiga kampung mayoritas warga asli Papua dan menjadi perhatian pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
“Kita berupaya untuk membantu petani disitu. Sebab, panen ini tidak bisa ditunda. Waktu panen itu harus segera dilakukan, kalau panen terlambat maka akan berpengaruh pada kualitas padi dan berpengaruh pada target luas tanam gadu atau luas tanam kedua nantinya," ujarnya. (Abdel)