Uniknya Becak di Kota Wamena, Penariknya Hanya Boleh Putra Asli Daerah

Konten Media Partner
12 Juli 2019 14:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengayuh becak di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya. (BumiPapua.com/Stefanus)
zoom-in-whitePerbesar
Pengayuh becak di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya. (BumiPapua.com/Stefanus)
ADVERTISEMENT
Wamena, BUMIPAPUA.COM – Jika anda sedang berada di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, maka jangan lupa untuk mencoba naik becak keliling Kota Wamena.
ADVERTISEMENT
Penarik becak di Kota Wamena, sebagian besar merupakan putra daerah setempat. Ada penarik becak tetap dan ada juga penarik becak cadangan.
Seperti yang dilakukan Hendrik (20 tahun), warga Kurulu di Kota Wamena. Sejak duduk di bangku kelas 2 SMA, Hendrik sudah lincah mengayuh pedal becak. Awalnya, Hendrik menjadi penarik becak cadangan, pengganti kakaknya kalau sedang istirahat. Namun, hingga kini profesi tersebut masih ia geluti.
Honai, rumah adat di Papua. (BumiPapua.com/Katharina)
Profesi pengayuh becak menjadi ironi bagi masyarakat setempat. Hendrik mengaku harus melakukan profesi ini sampai sekarang karena biaya sekolah yang cukup tinggi. Apalagi ia dan kakaknya harus mencari makan untuk sang ibu yang kesehatannya terus memburuk.
“Mama sakit sudah lama. Sa (saya) dan kakak yang cari makan untuk mama. Kakak sudah sekolahkan sa sampai SMA dan sekarang sa kerja apa saja untuk kakak dan mama,” kata Hendrik, Jumat (12/7).
ADVERTISEMENT
Profesi sebagai pengayuh becak tak pernah terbesit di benak Hendrik. Sampai kini, ia masih bercita-cita ingin menjadi pilot.
“Dari kecil, sa senang dengan sosok pilot. Dorang (mereka, pilot) selalu dinanti kedatangannya, membantu masyarakat untuk pulang dan pergi dari suatu tempat,” kata Hendrik yang ditemui di depan Bandara Wamena.
Becak di Wamena, pertama kali didatangkan dari Sulawesi ke Wamena tahun 1979. Saat itu, becak diangkut menggunakan pesawat dari Sentani, Kabupaten Jayapura, ke Wamena.
Bandara Wamena di Kabupaten Jayawijaya. (BumiPapua.com/Katharina)
Tarif becak di Wamena bervariasi, tergantung jauh-dekatnya jarak tempuh. Jarak terdekat biasa dikenakan tarif Rp 10 ribu. Sementara jarak terjauhnya akan dikenakan tambahan dengan kelipatan Rp 5 ribu atau Rp 10 ribu lagi.
Hendrik mengaku saat rajin menarik becak, penghasilan bersih yang ia dapatkan setiap harinya bisa mencapai Rp 200 ribu.
ADVERTISEMENT
“Setiap hari, penghasilan saya sisihkan Rp 30 ribu, untuk bayar sewa becak yang dimiliki orang Sulawesi,” kata Hendrik.
Pemerintah Kabupaten Jayawijaya bahkan membuat aturan khusus yang menyebutkan siapapun bisa memiliki becak di Wamena. Tapi, pengayuh becak hanya boleh dilakukan oleh putra asli setempat. Salah satu alasannya untuk mengurangi tingkat pengangguran dan kriminalitas di Wamena.
Becak di Wamena. (BumiPapua.com/Stefanus)
Kota Wamena berada di ketinggian 1.700-an kaki di atas permukaan laut. Kota Wamena kini makin ramai, karena menjadi lokasi transit bagi sejumlah kabupaten yang terletak di wilayah pegunungan tengah Papua.
Jalur menuju Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, dapat ditempuh dengan transportasi udara dari Bandara Sentani di Kabupaten Jayapura, jadwal penerbangannya 3-4 kali dalam satu hari.
ADVERTISEMENT
Tak perlu khawatir soal transportasi yang akan digunakan saat singgah ke Wamena. Ada juga transportasi lain yang ditawarkan selain becak, seperti ojek dan mobil sewa per hari dengan harga Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta. (Katharina)