Wakil Gubernur Papua Sebut Kasus Rasisme di Amerika Tak Sama dengan Papua

Konten Media Partner
9 Juni 2020 18:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal. (Dok: Polda Papua)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal. (Dok: Polda Papua)
ADVERTISEMENT
Jayapura, BUMIPAPUA.COM - Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal menyebutkan secara umum kasus rasisme di Papua dan yang terjadi di Amerika Serikat berbeda.
ADVERTISEMENT
Ia meminta semua pihak berpikir positif dan tetap mengutamakan kesetaraan hukum.
Soal petisi yang datang dari Forum Tim 150 Papua, Klemen menyebutkan sah saja. Apalagi Indonesia adalah negara demokrasi.
"Sebagai pimpinan, TNI-Polri ataupun pemerintah harus lebih mengatur anak-anak sekarang. Intinya tak ada hubungannya kasus rasisme di Papua dan Amerika," kata Klemen, dalam pertemuan di Mapolda Papua membahas kamtibmas Papua, Selasa (9/6).
Bahkan Pemerintah Provinsi Papua berharap tak ada gerakan massal di Papua terkait petisi pembebasan 7 terdakwa kasus makar yang sedang disidangkan di Kalimantan Timur,
“Kalau ada hal-hal yang melibatkan orang banyak, kami sarankan di zona merah corona jangan dulu dilakukan. Kalau ada keinginan, kan ada pemerintah yang selalu siap menghargai semua hal yang ingin disampaikan,” jelas Klemen Tinal.
Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw. (Dok: Polda Papua)
Sementara itu, Kapolda Papua Irjen Polisi Paulus Waterpauw memastikan 7 terdakwa makar di Papua yang saat ini ditahan di Kalimantan Timur, bukan korban tahanan politik.
ADVERTISEMENT
"7 orang tersebut merupakan aktor-aktor utama dan yang menggerakan mahasiswa yang melakukan aksi di kabupaten/kota yang ada di Papua (pada Agustus 2019 lalu)," kata Kapolda Papua.
Saat ini, kata Paulus, petisi pembebasan 7 terdakwa makar yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo sedang trend di Papua.
Salah satu sebabnya, kata Paulus, adalah tudingan kasus rasisme kepada 7 tahanan di Kalimantan. Ia pun menjelaskan awal para tersangka dipindahkan ke Kalimantan sudah dilaporkan kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe.
"Pemindahan tahanan hanya untuk mengeliminir terjadinya pembakaran, tindak kekerasan seperti kejadian yang lalu. Hal inilah yang membuat kami mengambil tindakan cepat," jelas Paulus.
Menurut Paulus, memang jadi masalah jika masyarakat saat ini membuat petisi mereka menganggap bahwa 7 terdakwa ini adalah korban politik, di mana pelaku yang menyebutkan kata monyet hanya dituntut 10 bulan (kasus Surabaya), sedangkan 7 tahanan dituntut lebih lama.
ADVERTISEMENT
"Hal inilah yang membuat masyarakat menganggap mereka merupakan tahanan politik dan korban perlakuan rasisme. Kita akan jelaskan kepada masyarakat mengenai siapa sebenarnya 7 pelaku kasus makar ini. Singkatnya mereka ini merupakan aktor-aktor utama dan yang menggerakan mahasiswa untuk melakukan aksi di kabupaten/kota yang ada di Papua," jelas Paulus.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!