Impor Pangan dan Cadangan Pangan Pemerintah

Bung Gunawan
Analis kebijakan publik, penulis, kolumnis, paralegal dan konsultan independen.
Konten dari Pengguna
21 April 2018 7:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bung Gunawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Impor Pangan dan Cadangan Pangan Pemerintah
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Di bulan awal tahun 2018 ini, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan kenaikan harga beras, rencana impor beras sebagai solusi atas naiknya harga beras dan meninggalnya sejumlah balita akibat campak dan gizi buruk di kabupaten Asmat provinsi Papua. Kasus-kasus tersebut melengkapi gambaran ironi negara agraris yang mayoritas penduduknya adalah petani penduduk desa selaku produsen pangan.
ADVERTISEMENT
Tentu Papua yang paling ironi. Selaku provinsi yang kaya akan kekayaan alam yang menyediakan sumber-sumber pangan yang berlimpah, justru selama bertahun-tahun dalam Atlas Kerawanan Pangan selalu berwarna merah. Warna yang menunjukan tingkat kerawanan pangan yang tinggi.
Impor beras juga memiliki dua ironi sekaligus, pertama, dalam rangka mengejar target swasembada pangan tahun 2017, Kementerian Pertanian memiliki Upsus Pajale (Upaya Khusus Padi, Jagung, Kedele). Untuk menopang hal itu, TNI dilibatkan diproses produksi, sedangkan Polri lewat Satgas Pangan mengamankan rantai perdagangan. Melihat itu semua seharusnya tidak relevan dan tidak ada konteksnya membicarakan impor beras. Kecuali sesungguhnya impor beras sebagai konsekuensi perdagangan bebas dunia, Pemerintah memang tidak bisa membuka dan menutup kran impor pangan.. Yang kedua, seakan tiada hasil dari sertipikasi tanah, cetak sawah, subisidi pupuk dan benih, pembangunan embung, progam unggulan kawasan perdesaan dan lainnya yang terkait pembangunan pertanian dan perdesaan yang dilakukan berbagai kementerian, kalau ujungnya ternyata ketiadaan kedaulatan pangan.
ADVERTISEMENT
Kasus kematian balita akibat gizi buruk dan terhalangi akses warga negara kepada bahan pangan yang layak merupakan pelanggaran hak atas pangan warga negara Indonesia. Karena melalui UU Pangan dan UU Pengesahan Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial Budaya telah dinyatakan bahwa Pangan adalah hak dasar yang dilindungi UUD 1945 dan pangan adalah HAM yang dilindungi hukum HAM internasional yang mana negara memiliki kewajiban dan tanggungjawab dalam penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak ata pangan warga negaranya.
Dalam konteks HAM, Indonesia baru saja mendapat kunjungan dari Pelapor Khusus Hak atas Pangan Dewan HAM PBB dan Indonesia turut mendukung adanya Deklarasi PBB tentang Hak Petani dan Masyarakat yang Bekerja di Perdesaan.
ADVERTISEMENT
Tanggung Jawab Pemerintah
Penyelenggaran pangan dalam rangka mewujudkan ketersediaan pangan,terciptanya keterjangkauan masyarakat terhadap pangan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman merupakan tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berdasarkan mandat UU Pangan seharusnya mempunyai rencana pangan dan rencana aksi nasional/daerah gizi. Dari perencanaan tersebut seharusnya potensi kerawanan pangan dan gizi bisa diantisipasi. Antisipasi bisa berupa peningkatan produksi melalui intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian serta redistribusi tanah kepada petani dan pembudidaya ikan ataukah melalui mekanisme impor.
UU Pangan dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani telah melakukan pembatasan impor pangan yang hanya bisa dilakukan apabila, pertama, produksi dalam negeri kurang atau tidak bisa diproduksi di dalam negeri; kedua, apabila cadangan pangan nasional kurang; ketiga tidak boleh merugikan produsen pangan khususnya petani.
ADVERTISEMENT
Namun ternyata UU Pangan menyisakan pertanyaan siapa menteri atau lembaga pemerintah yang melaksanankan tugas pemerintah di bidang pangan yang bertanggungjawab terhadap kecukupan produksi dan kecukupan Cadangan Pangan Nasional.
Baik di dalam ketentuan umum, batang tubuh dan penjelasan UU Pangan tidak menyebutkan siapa yang disebut menteri atau lembaga pemerintah yang bertanggung jawab untuk menetapkan kecukupan produksi pangan pokok dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional, sehingga berpotensi menimbulkan ketidakpastian.
Selama ini dalam kebijakan impor pangan menunjukan perbedaan dalam menentukan kebijakan impor pangan antara Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Pertanian. Perbedaan dan akurasi data bersumber dari bagaimana menentukan kecukupan Cadangan Pangan Nasional karena Cadangan Pangan Nasional terdiri dari Cadangan Pangan Pemerintah, Cadangan Pangan Pemerintah Daerah dan Cadangan Pangan Masyarakat, tentu perhitungannya menimbulkan kerumitanya tersendiri.
ADVERTISEMENT
Jika menteri bisa memperhitungkan jumlah Cadangan Pangan Pemerintah, apakah bisa menteri atau Pemerintah Daerah sekalipun menghitung Cadangan Pangan Masyarakat ? Apalagi perumusan kebijakan impor pangan tidak melibatkan masyarakat khususnya petani sebagai pengelola Cadangan Pangan Masyarakat dan produsen pangan, sehingga bagaimana cara mengetahui kalau Cadangan Pangan Masyarakat kurang ?.
Impor pangan yang ditentukan sepihak oleh Pemerintah dengan mengabaikan partisipasi masyarakat, mengakibatkan penilaian kecukupan produksi dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional serta apakah impor akan merugikan petani atau tidak ? menjadi tidak obyektif karena hanya dilihat dari sudut Cadangan Pangan Pemerintah. Apalagi jika ketidakakuratan data kebutuhan impor pangan kemudian melibatkan sistem kuota yang ternyata rawan praktek tindak pidana korupsi.
ADVERTISEMENT
Kelembagaan Pangan
Salah satu mandat dari Undang-Undang Pangan adalah dibentuknya lembaga yang menjalankan tugas pemerintahan di bidang pangan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Meski UU Pangan telah menentukan tiga tahun setelah UU Pangan diundangkan pada tahun 2012, lembaga pemerintah di bidang pangan dibentuk, namun hingga sekarang belum dibentuk oleh Presiden.
Peraturan Presiden tentang kelembagaan pangan dalam penyusunan perlu melakukan evaluasi atas kelembagaan terkait pangan,seperti BPPOM (Badan Pengawan Peredaran Obat dan Makanan), Bulog dan Dewan Ketahanan Pangan
Evaluasi itu diperlukan karena Kelembagaan Pangan ini diharapkan sebagai wujud pelembagaan tanggugjawab Pemerintah dalam hak atas pangan, untuk mengsingkronkan kebijakan terkait produksi, distribusi dan konsumsi pangan serta menjawab ketidakefektifan Dewan Ketahanan Pangan.
ADVERTISEMENT