news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Omnibus Law : Perkebunan Rakyat di Era Pandemi

Bung Gunawan
Analis kebijakan publik, penulis, kolumnis, paralegal dan konsultan independen.
Konten dari Pengguna
2 September 2020 21:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bung Gunawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Omnibus Law : Perkebunan Rakyat di Era Pandemi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Dengan maksud memberikan kemudahan perizinan berusaha di perkebunan, Omnibus Law RUU Cipta Kerja mengagendakan perubahan UU 39/2014 tentang Perkebunan. Pasal 30 RUU Cipta Kerja merubah ketentuan dalam Pasal 58 UU Perkebunan dengan menghapus frasa “paling rendah seluas 20% (dua puluh perseratus) dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan,” dalam pengaturan kewajiban Perusahaan Perkebunan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar.
ADVERTISEMENT
Perubahan ini praktis akan merubah peraturan yang terkait Izin Usaha Perkebunan, Hak Guna Usaha (HGU), kemitraan usaha perkebunan, sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), moratorium sawit dan reforma agraria, sehingga potensial berdampak tata kelola perkebunan dan petani pekebun. Padahal para petani pekebun dari sejak sebelum pandemi Covid-19 hingga terkena dampak pandemi, mengalami permasalahan harga komoditas perkebunan khususnya sawit dan karet, permasalahan pembiayaan, permasalahan dalam kemitraan usaha perkebunan, dan permasalahan pertanahan.
Inpres 8/2018 tentang Penundaan Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit, sesungguhnya menunjukan laju investasi di perkebunan sawit, sehingga perluasan perkebunan sawit perlu dimoratorium guna memberikan kesempatan bagi kementerian-kementerian terkait dan pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi dan penyelesaian masalah perizinan, hak atas tanah, perkebunan sawit di dalam hutan, dan pengalokasikan 20 % dari pelepasan kawasan hutan dan dari HGU perkebunan sawit untuk petani. Objek tanah 20 % sebagaimana tersebut di atas juga diatur dalam Perpres 86/2018 tentang Reforma Agraria sebagai objek Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
ADVERTISEMENT
Jika kemudian laju investasi di perkebunan sawit tinggi, kenapa mesti diberikan lagi pengaturan untuk memberikan kemudahan perizinan, dan apakah fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar menjadi penghambat investasi, sehingga pemerintah ambigu terhadap produk hukum yang dibuatnya sendiri ?
Ketidakpastian Hukum
Awalnya pembatasan paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan dalam fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar, diatur lewat Peraturan Menteri Pertanian, kemudian dinaikan dengan diatur lewat undang-undang, dan diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara pengujian UU 39/2014 tentang Perkebunan.
Juga sudah ada aturan pelaksanaanya berupa Peraturan Menteri Pertanian Nomor 29/Permentan/KB.410/5/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha.
ADVERTISEMENT
Kewajiban perusahaan perkebunan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan, juga dipersyaratkan guna memperoleh sertipikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/3/2015 Tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia sebagai pelaksanaan Perpres 44/2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Sawit Berkelanjutan Indonesia, Bahkan dalam rangka pencapaian sertifikasi ISPO, Presiden Jokowi telah mengeluarkan Inpres 6/2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024
Mudahnya pergantian produk hukum tanpa uraian penjelasan kepada rakyat tentang pelaksanaan dari produk hukum, dan ketidakpastian dalam penegakan hukum, justru akan menimbulkan hilangnya jaminan kepastian hukum. Ketidakpastian hukum inilah yang sesungguhnya menciptakan kondisi yang menghambat kemudahan berusaha dan tidak terwujudnya keadilan sosial.
ADVERTISEMENT
Semestinya Kemudahan Bagi Petani
‘Krisis ekonomi dunia yang diperparah dengan dampak virus Covid-19, seharusnya mendorong negara untuk memperkuat fundamental perekonomian nasional, dengan memperkuat ekonomi petani dan masyarakat yang berkerja di perdesaan melalui perluasan perkebunan rakyat.
Perluasan perkebunan rakyat tidak saja sebagai upaya mengatasi ketimpangan agraria dan kemiskinan di pedesaan yang merupakan progam prioritas Presiden Jokowi, tetapi juga dalam upaya menghadapi tantangan global.
Adanya hambatan ekspor produk sawit Indonesia, menjadikan moratorium sawit dan rencana aksi nasional perkebunan kelapa sawit berkelanjutan menjadi momentum untuk tidak memperluas lahan perkebunan perusahaan, tetapi justru perusahaan perkebunan didorong untuk mematuhi prinsip-prinsip pembangunan pertanian-perkebunan berkelanjutan, dan melakukan inovasi industri penganekaragaman hasil produk perkebunan, kedua hal tersebut akan mendukung diplomasi sawit Indonesia.
ADVERTISEMENT
Petani yang perlu diperluas kebunnya sehingga bisa melakukan penganekaraman budi daya pertanian berkelanjutan untuk tanamanan pangan, komoditas strategis perkebunan, dan komoditas unggulan lokal.
Untuk itu pemerintah dan DPR harus menghilangkan hambatan reforma agraria, bukan justru mengagendakan melalui Omnibus Law RUU Cipta Kerja penghapusan batas minimal 20 % dalam fasilitasi pembangunan kebun masyarakat, penghapusan pengaturan tanah terlantar, dan pemberian HGU hingga 90 tahun, sehingga memperkecil potensi TORA.
Faktor penunjang perkebunan rakyat juga mesti menjadi perhatian serius dari pemerintah. Menjadi kewajiban pemerintah dan Pemda untuk menyediakan pembiayaan bagi pengembangan perkebunan rakyat yang bersumber dari APBN, APBD, dan penghimpunan dana pelaku usaha perkebunan sebagai bagian dari realokasi anggaran pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19. Selain itu Pemda berdasarkan kewenangannya dapat memfasilitasi kerjasama multi pihak dalam pengembangan penganekaragaman produk hasil perkebunan dan pemberdayaan perkebunan rakyat.
ADVERTISEMENT