Pengelolaan dan Hak Pengelolaan Pertanahan

Bung Gunawan
Analis kebijakan publik, penulis, kolumnis, paralegal dan konsultan independen.
Konten dari Pengguna
30 September 2019 14:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bung Gunawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu hal krusial dalam RUU Pertanahan adalah Hak Pengelolaan (HPL), konsep tersebut tidak dikenal dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960). HPL muncul dalam UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan serta di Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agraria.
ADVERTISEMENT
Jika kemudian HPL, dimaksudkan untuk melengkapi UUPA 1960, harus diingat bahwa di dalam konsideran RUU Pertanahan, disebutkan bahwa hal tersebut harus sejalan dengan tujuan dan prinsip-prinsip UUD 1945 dan UUPA 1960.
Terkait dengan tujuan dan prinsip-prinsip UUD 1945, khususnya dalam hal penguasaan negara di pertanahan sebagaimana diatur dalam pasal 33 UUD 1945, Mahkamah Konstitusi telah mempunyai rumusan tentang pengertian penguasaan Negara termasuk pengertian pengelolaan oleh Negara, yang seharusnya menjadi rujukan dalam pembahasan RUU Pertanahan.
Penguasaan Negara
Pasal 33 UUD 1945 memberi mandat penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mahkamah Konstitusi dalam putusan pengujian UU Ketenagalistrikan, UU Migas, UU Penanaman Modal, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU Sumber Daya Air dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani memiliki beberapa pendapat terkait konsepsi tentang penguasaan negara.
ADVERTISEMENT
Pertama. Penguasaan negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat. Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Dalam pengertian kekuasaan tertinggi tersebut, tercakup pula pengertian kepemilikan publik oleh rakyat secara kolektif.
Kedua. Penguasaan negara adalah mandat rakyat secara kolektif kepada negara untuk mengadakan kebijakan, tindakan pengurusan, pengaturan, pengelolaan dan pengawasan untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ketiga. Pengelolaan negara secara langsung sebagai pilihan pertama dan paling penting,untuk melindungi tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Menurut Mahkamah Konstitusi, bentuk penguasaan negara peringkat pertama dan yang paling penting adalah Negara melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam, sehingga Negara mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pengelolaan sumber daya alam. Sepanjang Negara memiliki kemampuan baik modal, teknologi, dan manajemen dalam mengelola sumber daya alam maka Negara harus memilih untuk melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam. Pengelolaan langsung yang dimaksud di sini, baik dalam bentuk pengelolaan langsung oleh negara (organ negara) melalui Badan Usaha Milik Negara.
ADVERTISEMENT
Dari Pendapat Mahkamah Konstitusi seperti tersebut di atas, menunjukan bahwa tidak dipergunakan kata “hak” dalam pengelolaan. Pun demikian dalam UUPA 1960, di dalam penjelasan UUPA 1960 disebutkan bahwa, kkuasaan negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan-hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak-guna-usaha, hak guna-bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.
Selain tanpa penggunaan kata “hak”, pengelolaan yang dimaksud dalam Pendapat Mahkamah Konstitusi dan UUPA 1960 juga menunjukan bahwa pengelolaan bukanlah hak atas tanah, melainkan bagian dari pelaksanaan penguasaan Negara.
ADVERTISEMENT
Di dalam RUU Pertanahanan dan di sejumlah peraturan perundang-undangan, disebutkan bahwa, Hak Pengelolaan adalah Hak Menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya. Definisi tersebut di satu sisi merupakan konsep penguasaan Negara yang ditunjukan melalui frasa menyusun rencana peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang. Akan tetapi di sisi lain menjadi seperti hak atas tanah lainnya, ketika HPL dapat dilepaskan, dapat dialikan dan dapat dikerja-samakan.
Ada beberapa permasalahan yang akan muncul dari pelaksanaan HPL. Pertama, Akan timbul problem ketidakpastian hukum, ketika tidak ada pengaturan terhadap cabang-cabang produksi di pertanahan yang memerlukan pengelolaan Negara secara langsung; Kedua, HPL yang dikerjasamakan dan di atasnya diberikan hak atas tanah akan mengalami ketidakpastian hukum ketika tantangan zaman merubah penilaian masyarakat, DPR dan Pemerintah tentang mana cabang produksi di pertanahan yang dianggap penting bagi Negara atau yang menguasai hajat hidup orang banyak; Dan ketiga, akan timbul kerumitan tersendiri dalam pengurusan dan pengawasan ketika hak atas tanah di atas HPL yang dikerjasamakan terkena masalah terkait hak-hak tanggungan, eksekusi, pailit dan lelang, serta bagaimana menentukan objek tanah Pemerintah/Pemda, BUMN/BUMD, Badan Hukum Milik Negara/Daerah dan Lembaga Pengelolaan Tanah/Bank Tanah yang akan diberikan hak atas tanah, dan mana yang akan diberikan HPL ?
ADVERTISEMENT
Pembaruan Hukum
Permasalahan pertanahanan banyak disebabkan oleh ketidakpastian hukum. Pembaruan hukum pertanahanan sudah seharusnya guna menciptakan kepastian hukum dan mewujudkan keadilan di bidang pertanahan.