Kesetaraan Gender di Masa Pandemi

Bunga Nurhalizah Rojikin
Nama Bunga Nurhalizah Rojikin, usia 21 tahun. Profesi mahasiswa dari Universitas Al Azhar Indonesia jurusan Media dan Jurnalistik.
Konten dari Pengguna
27 Juli 2021 12:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bunga Nurhalizah Rojikin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: Canva.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber: Canva.com
ADVERTISEMENT
Apakah kesetaraan gender membahas mengenai keadilan terhadap gender? Apakah perempuan memiliki derajat di bawah laki-laki? Kesetaraan gender bukan hal yang baru dan masih menjadi tantangan besar di seluruh dunia, khususnya perempuan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Perempuan rentan mengalami berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi selama pandemi. Mulai dari pengurangan upah pekerjaan, kehilangan pekerjaan, bertambahnya beban pekerjaan rumah, hingga kekerasan dalam rumah tangga.
Dilansir dari laman Dpr yang mengutip laporan Indeks Ketimpangan Gender (IPG) tahun 2020, Indonesia masih berada di peringkat ke 85 dari 153 negara terkait isu Pengarusutamaan Gender.
Eni harus menyelesaikan sekitar 90 persen pekerjaan tidak berbayar, seperti mengajarkan putranya yang berusia enam tahun, memasak dan membersihkan rumah.
Sekitar pukul 7 pagi, Eni sudah melakukan pekerjaan rumah. Pukul 9 pagi dengan waktu yang bersamaan, Eni sudah melakukan urusan pekerjaan sekaligus mendampingi anaknya untuk sekolah online.
Sebelum pandemi Covid-19, Eni mampu mempekerjakan Asisten Rumah Tangga (ART) sehingga pekerjaan rumah menjadi lebih mudah bagi Eni. Tetapi selama pandemi Covid-19 yang sudah melewati satu tahun lamanya, ia tak mampu lagi membayar gaji ART dikarenakan suami dan dirinya mendapat pemotongan upah di tempat mereka bekerja akibat pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Penambahan Waktu Pekerjaan di Rumah Selama Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 telah membuat perempuan di Indonesia mengalami penambahan waktu bekerja di rumah ketimbang laki-laki. Hal ini tergambarkan pada laporan Databoks pada 5 November 2021.
Selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Eni dan suaminya sama-sama bekerja dari rumah, tetapi mereka tidak dapat bekerja sama dalam melakukan pekerjaan rumah tangga.
Suami Eni, bekerja dari pukul 9 pagi hingga sore hari. Tetapi suaminya tak ingin ada yang mengganggu saat melakukan pekerjaan. Sementara Eni tidak bisa melakukan hal yang sama seperti suaminya.
Sama halnya dengan Fara, yang masih berstatus mahasiswa. Fara besar di keluarga minang, di mana peranan seorang perempuan hampir segala aspek. Sedangkan laki-laki tidak melakukan pekerjaan rumah. Dalam keluarga besar Fara, laki-laki hampir tidak pernah memasak.
ADVERTISEMENT
Fara dan Eni merasa tidak adil perlakuan yang diterima oleh perempuan, stereotip yang dibentuk oleh masyarakat membuat perempuan harus bisa melakukan pekerjaan rumah tangga dan hanya tidak pantas mempunyai pekerjaan di luar rumah.
Semua masyarakat dapat meraih segala mimpi dan keinginannya, termasuk gender perempuan tidak hanya menjadi ibu rumah tangga tetapi mereka bisa menjadi wanita karier.
Ketidaksetaraan gender yang dialami Fara tidak hanya di lingkungan keluarga, tetapi juga di lingkungan pertemanannya. Fara mempunyai hobi beladiri yaitu pencak silat. Ketika Fara menginjak umur sebelas tahun, seseorang mengatakan padanya bahwa hobi yang ia ikuti sangat bertolak belakang dengannya. Mereka bilang seharusnya Fara mengikuti jejak kakak perempuannya, memiliki hobi menari yang lebih feminim dibandingkan bela diri.
ADVERTISEMENT
Semakin bertambahnya beban pekerjaan perempuan dalam mengurus keluarga di masa pandemi dapat mendorong emosional antar anggota keluarga. Oleh sebab itu, posisi perempuan rentan terhadap tindakan kekerasan.
Databoks mencatat laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sebanyak 2.742 kasus kekerasan sering terjadi di dalam rumah tangga.
Komnas Perempuan menyatakan akar masalah dari KDRT adalah timpangnya kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan, budaya patriarki masih berkembang di tatanan masyarakat. Di mana posisi perempuan berada di bawah laki-laki.
Dilansir dari laman Kompaspedia, melalui Kemenko PMK dan Kemen PPPA, pemerintah meluncurkan berbagai kebijakan untuk mengubah tantangan yang dihadapi perempuan menjadi peluang di masa pandemi, baik di sektor sosial, kesehatan dan ekonomi.
Mayoritas Pekerja Mengurangi Jam Kerja Selama Pandemi
Databoks mencatat sebanyak 17 persen perempuan yang berperan sebagai pekerja sekaligus ibu memilih untuk mengurangi jam kerjanya. Hal ini disebabkan bertambahnya beban ibu selama pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Bertambahnya pekerjaan rumah, Eni mengalami peningkatan stres sementara suaminya hanya melakukan satu atau dua pekerjaan rumah.
Di tengah pandemi Covid-19 ini kita dituntut untuk melakukan segala sesuatu secara online, membuat seluruh keluarga berpikir bahwa kita hanya menghabiskan waktu di depan laptop bukan untuk melakukan sebuah pekerjaan. Ketika Fara magang di sebuah perusahaan E-commerce, ia hampir tidak mempunyai waktu untuk merawat diri. Fara menghabiskan waktunya untuk melakukan magang dan pekerjaan rumah seperti memasak dan membersihkan rumah.
Tak hanya itu, kesenjangan juga terjadi pada upah antargender hingga bidang pekerjaan masih terlihat jumlah yang timpang antara laki-laki dan perempuan.
Eni seorang karyawan swasta di sebuah perusahaan Jakarta, menyatakan pernah mengalami perbedaan upah dan jabatan di kantornya.
ADVERTISEMENT
Ketimpangan Upah Buruh Antargender pada Februari 2021
Ketimpangan upah buruh antargender masih terjadi di berbagai jenjang pendidikan yang ditamatkan. Buruh laki-laki yang berpendidikan universitas mendapatkan upah tersebar sebanyak Rp 5,21 juta per bulannya. Sementara buruh perempuan yang mendapatkan upah tersebar didapatkan pada lulusan Diploma I/II/II sebanyak Rp 3,05 juta per bulannya.
Sebelum pandemi hingga saat ini, Eni merasakan perbedaan upah yang mempengaruhi kondisi ekonominya. Selama pandemi Eni mendapatkan pemotongan upah, tetapi teman laki-lakinya yang memiliki kedudukan sama seperti Eni, mendapatkan pemotongan upah yang tidak sama seperti Eni.
Menurut data dari Databoks 2021, peningkatan tertinggi terjadi pada posisi manajer eksekutif laki-laki sebanyak 78% dibandingkan posisi manajer eksekutif perempuan lebih rendah sebanyak 22%.
ADVERTISEMENT
Stigma yang dibentuk pada tempat kerja Eni, bahwa perempuan tidak pantas menjadi pemimpin. Sebab perempuan memiliki emosional yang tidak stabil, rentan terhadap stres dan mengambil keputusan berdasarkan perasaan.
Perempuan juga memiliki hak yang sama untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Pandemi Covid-19 semakin memperburuk ketidaksetaraan gender terhadap perempuan.
Ketika melihat kesetaraan gender yang sudah mendarah daging di Indonesia, hal yang harus dilakukan untuk menangani hal ini, dilansir dari laman Bappenas, pemerintah Indonesia melakukan program kerja sama dengan United Nation Populations Found (UNFPA) dalam melindungi dan menjaga martabat perempuan serta penduduk yang paling rentan terhadap dampak pandemi.
Dapat dikatakan bahwa hal tersebut merupakan salah satu cara yang efektif untuk memperkecil kesetaraan gender di masa pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT