Fenomena Hoaks: Bukti Nyata Rendahnya Tingkat Literasi Masyarakat

Bunga Nur Rizki
Mahasiswa Aktif Program Studi Sarjana Akuntansi Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
28 Juni 2022 17:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bunga Nur Rizki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Secara hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial yang harus berkomunikasi satu sama lain. Dalam menjalani kehidupannya, manusia dalam masyarakat harus mampu berkomunikasi menggunakan bahasa. Akan tetapi, dalam realitasnya, tidak semua komunikasi dapat berjalan efektif. Hal ini disebabkan oleh adanya miskomunikasi berupa hoaks dalam penyampaian pesan. Hoaks, masalahnya, tidak bisa terlepas dari bagaimana masyarakat bersosialisasi. Informasi hoaks menyebar dengan cepat dan masif. Pada era saat ini, era teknologi informasi yang berkembang masif, hoaks tidak hanya bersifat komunal, tetapi sudah bersifat global. Berbagai misinformasi bisa datang dari mana saja, baik hoaks dalam maupun luar negeri. Hal ini mempermudah penyebaran hoaks.
Sumber: Freepik.com
Hoaks merupakan bentuk pernyataan atau gagasan dalam bentuk fakta yang dimanipulasi, berita bohong, atau informasi palsu dalam rangka mencapai tujuan lelucon atau politik. Hoaks dibuat dalam berbagai variasi, seperti lelucon atau meme, berita yang judulnya diganti, informasi berantai di media sosial, dan manipulasi pernyataan. Dalam realitasnya, hoaks digunakan dalam bentuk informasi yang tidak benar sehingga berpotensi mencemarkan nama baik korban. Tidak hanya itu, hoaks juga digunakan dalam rangka tujuan politik, seperti menjatuhkan korban, menggiring opini publik, dan menyebarkan kebencian terhadap korban.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh hoaks yang sempat viral di media sosial belakangan ini adalah berita tentang Marques yang ditolak masuk rumah sakit karena tidak memiliki BPJS. Salah satu pebalap di ajang Moto GP Mandalika ini dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami kecelakaan. Berita hoaks ini sempat semakin heboh karena disusul dengan berita Menkominfo yang sampain mengecek langsung ke rumah sakit yang bersangkutan. Padahal, hoaks ini hanyalah guyonan belaka. Meskipun demikian, tetap ada dampak buruk yang diterima dalam bentuk misinformasi. Berita ini juga belum tentu diterima dengan bercanda oleh masyarakat.
Yang menjadi masalah utama dari adanya hoaks adalah tingkat literasi yang rendah. Kenyataannya, banyak hoaks yang menyebar di media sosial. Namun, sebanyak apa pun hoaks yang tersebar tidak akan memberikan pengaruh apabila pembaca bijak dan cerdas. Apabila mereka memiliki tingkat literasi yang tinggi, pembaca mampu menghindari hoaks.
ADVERTISEMENT
Hoaks dapat mudah tersebar karena adanya kebiasan dalam menerima informasi. Ada kecenderungan seseorang hanya menerima informasi yang mereka mau. Mereka cenderung mengabaikan informasi yang tidak mereka mau atau butuhkan. Kebiasan ini mencerminkan tingkat literasi yang rendah. Karena literasinya rendah, pembaca cenderung percaya dengan suatu informasi. Mereka cenderung tidak ingin memverifikasi kebenaran informasi. Kebenaran informasi hanya diverifikasi melalui ingatan atau pemikiran subjektif, bukan penelusuran sumber literatur (berita). Penyebabnya adalah kemalasan membaca sesuatu yang dianggap sulit. Mereka cenderung lebih ingin informasi yang mudah atau menarik diterima. Sekalipun dibaca, unggahan juga hanya dibaca dari judulnya saja, tidak membaca isinya sampai habis.
Permasalahan penyebaran hoaks di masyarakat tidak akan selesai selama tingkat literasi masyarakat masih rendah. Tidak dapat dipungkiri, pembuat, penyebar, dan penikmat hoaks di Indonesia adalah masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia pun cenderung menerima ini secara mentah-mentah apabila ada hoaks yang sesuai dengan keinginannya. Ada juga faktor kepercayaan dengan orang lain yang menyebabkan penyebaran hoaks ini lebih mudah. Bahkan, ada yang memanfaatkan berita bohong ini untuk tujuan lain. Dengan demikian, peningkatan literasi harus dilaksanakan supaya hoaks dapat mudah dihindari.
ADVERTISEMENT