Media Televisi Indonesia vs Korean Wave

Cahya Putri Wulansari
Mahasiswa aktif Antropologi Sosial Universitas Diponegoro
Konten dari Pengguna
6 April 2021 11:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cahya Putri Wulansari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pin.it/6eVBc6f
zoom-in-whitePerbesar
https://pin.it/6eVBc6f
ADVERTISEMENT
Media informasi digital merupakan hal yang sangat mudah diakses pada era sekarang. Kemudahan ini didukung oleh semakin canggihnya teknologi komunikasi. Setiap orang dari berbagai kalangan sosial, usia, gender, dan dari berbagai daerah dapat bersinggungan langsung hanya dengan satu ‘klik’an jari.
ADVERTISEMENT
Di awal kemunculan berbagai macam platform media memang berdampak positif, tetapi kian hari, kian tahun, beriringan dengan banyaknya berita palsu dan ketidakjelasan arah konten media yang disajikan, menimbulkan rentetan efek negatif. Sebut saja media telekomunikasi berupa TV, pada dasarnya media televisi Indonesia menyediakan hiburan dan juga berita bagi para penonton ketika waktu santai di rumah, di kantor bahkan di beberapa tempat seperti rumah sakit dan ruang tunggu.
10-15 tahun yang lalu stasiun penyiaran masih banyak memberikan tontonan yang layak dan ramah bagi anak-anak seperti kartun, lalu variety show masih mengarah ke hal yang menghibur dengan lawakan, bahkan acara musik masih sesuai dengan tujuannya. Tetapi apa yang kita lihat sekarang? Sinetron? FTV percintaan? Gosip selebriti? Dan banyak hal viral yang sebenarnya tidak perlu ditampilkan.
ADVERTISEMENT
Setelah sedikit penjelasan tentang kondisi media informasi saat ini, mari kita kaitkan dengan munculnya Budaya Hallyu atau atau Korean Wave (Gelombang Korea) yang semakin merebak di kalangan masyarakat dunia dan tentu saja terjadi di masyarakat Indonesia. Para remaja pasti tidak asing dengan kehadiran budaya Hallyu, karena faktanya musik, drama, acara televisi, makanan, fashion, make-up, bahkan bahasa dari Negeri Ginseng telah merasuk dalam keseharian. Kemunculan grup musik Seo Taji and Boys di Korea Selatan pada tahun 1992 mengawali dunia K-Pop (Korean Pop).
Dalam perkembangannya, K-Pop telah tumbuh menjadi sebuah sub-kultur yang menyebar secara luas di berbagai belahan dunia. Di tahun 2021 industri K-Pop telah berkembang pesat hingga menguasai pasar musik Asia dan dunia, begitu pula K-Drama (Korean Drama) dan merambah ke sektor lain seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Mengapa K-Pop dan K-Drama begitu diminati?
ADVERTISEMENT
Jawaban secara garis besar adalah karena strategi marketing dan penyajiannya yang dikemas dengan hati-hati dan sungguh-sungguh. Jika sebelumnya kita menikmati musik hanya dengan lagu, K-Pop menyajikan lebih dengan memasukkan tarian atau dance, kostum yang digunakan juga disesuaikan dengan konsep lagu, lebih lagi visual para penyanyi (dalam dunia K-Pop disebut idol) yang memanjakan mata.
K-Pop tidak hanya memanjakan telinga dan mata, tetapi juga menancapkan imajinasi tentang idol Korea yang berpenampilan mengagumkan dan berwajah semulus porselen. Tidak heran, kini banyak anak muda yang ingin seperti selebriti Korea. Beralih ke K-Drama, jika kita melihat banyak sinetron di Indonesia yang mengusung tema percintaan/romantis, permusuhan, dan azab, K-Drama memiliki lebih banyak tema/genre mulai dari investigasi, pembunuhan, hukum, mimpi, hingga keluarga.
ADVERTISEMENT
Aktor dan aktris yang bermain dipilih melalui diskusi panjang ditambah dengan biaya produksi yang tidak sedikit. Lantas apakah Korean Wave ini berdampak baik pada penghayatan budaya Bangsa Indonesia oleh kaum muda? Mari kita uraikan,
Waktu yang digunakan, sebagian besar kaum muda yang menggemari K-Pop dan K-Drama cenderung menghabiskan banyak waktunya untuk mendengarkan dan menonton konten dari idol atau drama yang sedang populer. K-Pop menemani hampir sepanjang waktu mulai dari saat belajar, mengerjakan tugas, membersihkan rumah, hingga mandi sekalipun. Lalu untuk K-Drama, dalam seminggu di tayangkan 2 episode untuk drama yang masih berlangsung, biasanya jumlah episode dalam satu drama ada 12-20 episode dengan rata-rata durasi 60 menit.
Total untuk menghabiskan waktu dengan menonton drama yang sudah selesai tayang sekitar 12-20 jam, tentu saja tidak semua orang akan menontonnya seharian penuh, tetapi ini bisa menjadi pertimbangan sebanyak apa waktu yang dihabiskan oleh para penggemar.
ADVERTISEMENT
Bahasa, sebagai penggemar tentu saja ingin bisa bertemu dan berkomunikasi langsung dengan idolanya, untuk itu tak heran jika fans K-Pop belajar Bahasa Korea. Ditambah lagi dengan adanya kata dalam Bahasa Korea yang mudah diingat dan lebih cocok dikatakan di situasi tertentu membuat fans K-Pop dan K-Drama terbiasa menggunakan beberapa kata Bahasa Korea di kesehariannya. Tentu saja hal ini tidak serta merta dipandang buruk, tetapi bagi sebagian orang yang tidak paham dengan bahasa tersebut ada kemungkinan menjadi risih.
Ilustrasi menonton televisi. Foto: Dok. Freepik
Fashion, dewasa ini kiblat dunia fashion semakin mengarah ke Seoul, Korea Selatan, oleh karena fashion yang dibawa oleh para idol memang didesain begitu menarik dan simpel sehingga bisa diikuti oleh para kaum muda di seluruh dunia. Corak dan perpaduan fashion dari dunia K-Pop memiliki kekuatan tersendiri untuk mempengaruhi penggemarnya.
ADVERTISEMENT
Make-up dan skincare, seperti yang telah disinggung di awal, K-Pop dan K-Drama mengusung para idol dan selebriti yang semulus porselen. Dengan kulit yang putih bersih yang seolah tanpa pori-pori membuat kita berpikir jika produk skincare dan make-up dari Korea Selatan dapat memberikan efek yang sama seperti idol. Memang benar jika Korea Selatan merupakan negara dengan akses operasi plastik yang banyak dan murah, tetapi sebagian besar dari para idol memang sudah cantik dan tampan sejak lahir.
Jangan salah, produk skincare dan make-up dari Korea Selatan juga terkenal akan pembuatannya yang menggunakan bahan alami dan memiliki kandungan yang bermacam-macam sehingga dapat menarik konsumen lebih banyak. Ditambah lagi para idol dan selebriti seringkali menunjukkan beberapa produk skincare yang mereka pakai, lalu terkadang mengiklankan suatu produk kecantikan tertentu.
ADVERTISEMENT
Dari beberapa hal yang diuraikan di atas, kita bisa menarik kesimpulan sendiri tentang bagaimana Korean Wave akan mempengaruhi penghayatan kaum muda akan budaya bangsa Indonesia. Tentu hal ini tidak bisa disama-ratakan untuk semua penggemar Korea. Berbagai dampak akan muncul jika tidak dikontrol oleh berbagai pihak, menurut penulis ketidakcakapan stasiun televisi dalam negeri menghandle tayangannya membuat banyak kaum muda mencari hiburan lain.
Seharusnya keberadaan K-Pop dan K-Drama menjadi tamparan bagi stasiun televisi Indonesia yang masih bergerak lamban dan mengikuti hal yang viral saja. Di saat negeri lain sibuk mengembangkan budayanya melalui siaran televisi, yang disajikan oleh TV di Indonesia masih itu-itu saja. Kita bahkan bisa menghitung acara televisi yang layak dan mengedukasi akan budaya bangsa.
ADVERTISEMENT
Perputaran siaran televisi tidak berkembang lebih baik daripada platform lain seperti Youtube, jika ada sinetron yang kemunculannya begitu diminati, maka jumlah episodenya terus ditambah hingga pada titik kisah yang diceritakan menjadi tidak masuk akal. Jika kita bandingkan dengan K-Drama atau drama Asia lainnya yang memiliki batasan dalam penayangannya, tentu saja kaum muda akan lebih memilih drama daripada sinetron.
Jam tayang FTV yang sekarang ini justru menggeser tayangan anak-anak membuat kita berpikir, “apakah layak jika anak-anak yang seharusnya mendapat hiburan yang sesuai dengan usianya justru melihat tayangan percintaan?” terlebih di masa pandemi COVID-19 di mana anak-anak menghabiskan waktu di rumah. Lalu setelah banyak masyarakat khususnya kaum muda beralih ke media lain yang sebenarnya jauh lebih ‘berbahaya’, barulah pihak pertelevisian melayangkan protes atas hal yang tidak dapat mereka tangani sendiri.
ADVERTISEMENT
Dengan artikel ini penulis ingin membandingkan betapa jauhnya industri pertelevisian di Indonesia dengan Korea Selatan, memang tidak sebanding, tetapi bisa menjadi acuan untuk memperbaiki sistem yang ada di media telekomunikasi Indonesia. Untuk itu, surat terbuka penulis haturkan kepada para petinggi di stasiun televisi agar memperbaiki tayangannya, mengembalikan tayangan anak-anak seperti kartun, lebih lagi kartun milik anak bangsa.
Dan untuk para creator FTV dan sinetron bisa mengembangkan kreativitasnya dengan menambahkan unsur budaya bangsa dan memperbanyak genre, seperti petualang, keluarga, hukum, dan konflik-konflik daerah yang bisa menambah wawasan penonton. Jika ingin mengembalikan ‘pasar’ penonton, maka perbaiki dahulu konten yang akan dijual.
Sedikit referensi penulis dapatkan dari:
- Kata Pengantar dari buku Budaya Hallyu Korea oleh Maman S Mahayana selaku Dosen Senior Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
ADVERTISEMENT
- Pengamatan pribadi penulis sebagai salah satu penggemar K-Pop