Gejala Resesi di Tengah Pandemi

Cellia Tamarayudha
Lahir di Karanganyar, 24 Agustus 1997. Pekerjaan saat ini adalah mahasiswa. Hobi utama menulis fiksi dan puisi.
Konten dari Pengguna
5 September 2020 14:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cellia Tamarayudha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sudah hampir penghujung tahun 2020 dan seluruh dunia masih berkutat untuk mengatasi pandemi yang menjangkiti sejumlah kurang lebih 26,5 juta penduduk bumi. Selain berdampak pada menurunnya mobilitas penduduk, tentu saja hal yang menjadi perhatian utama akhir-akhir ini adalah mengenai resesi.
ADVERTISEMENT
Resesi adalah kelesuan dalam kegiatan dagang, industri, dan sebagainya (seolah-olah terhenti); menurunnya (mundurnya, berkurangnya) kegiatan dagang (industri). Dalam ekonomi, resesi adalah keadaan ketika suatu negara mengalami kontraksi atau minus pertumbuhan ekonomi tahunan selama dua kuartal atau lebih berturut-turut.
Satu per satu negara di kawasan Asia mulai berjatuhan masuk ke dalam jurang resesi ekonomi. Mulai dari Thailand, setelah laju ekonomi kuartal II 2020 anjlok 12,2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Penguncian wilayah (lockdown) memang sangat berdampak pada sektor pariwisata negeri gajah putih, yang merupakan salah satu sektor andalan di negara tersebut.
Jangan lupakan soal negara tetangga, Singapura, yang mengumumkan data pertumbuhan ekonomi anjlok 41,2 persen pada kuartal II 2020 dibanding kuartal sebelumnya. Secara tahunan, ekonomi Singapura juga terkontraksi 12 persen, yang penurunannya lebih dalam dibanding kuartal I 2020 yang minus 0,7 persen.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan Indonesia?
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen year on year (yoy). Angka ini memburuk dari kuartal I yang mencapai 2,97 persen. Pada kuartal II 2020, BPS juga mencatat sebagian besar sektor mengalami pertumbuhan negatif. Tentu saja, kontraksi perekonomian negara ini akan berdampak kepada salah satu sektor yang membuat penduduk khawatir, yaitu ketenagakerjaan.
Menaker menyebutkan 3 juta pekerja dirumahkan dan terkena PHK imbas Covid-19. Angka ini diprediksi belum menyeluruh sampai ke pelosok negeri, yang kemungkinan besar diperkirakan hampir 6 juta pekerja.
Banyaknya jumlah PHK merupakan salah satu indikasi munculnya gejala resesi di Indonesia. Gejala yang utama memang berpatokan pada pertumbuhan ekonomi yang lambat atau menurun selama dua kuartal berturut-turut. Penurunan ini menunjukkan turunnya pendapatan nasional (PDB) yang merupakan jumlah total dari konsumsi, investasi, belanja pemerintah, serta net ekspor.
ADVERTISEMENT
Gejala yang kedua adalah terjadi inflasi dan deflasi yang tinggi. Tidak dapat kita pungkiri, bahwa beberapa bulan terakhir, harga-harga barang kebutuhan pokok maupun sekunder mengalami penurunan, terutama barang sekunder. Produsen-produsen mulai kesulitan untuk menjual barang-barang mereka karena masyarakat melakukan pengalihan konsumsi dari barang sekunder ke barang primer. Hal ini bisa memicu deflasi yang tinggi jika tidak segera diatasi dengan baik oleh pemerintah.
Oleh karena itu, pemerintah segera mengucurkan dana bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan demi menaikkan daya beli. Jika daya beli naik, maka harga yang rendah bisa kembali stabil ke harga seimbangnya dan mengurangi potensi adanya deflasi berkepanjangan.
Yang terakhir, adalah tingkat pengangguran. Dengan adanya PHK yang semakin bertambah seiring waktu, tingkat pengangguran negara semakin tinggi. Padahal, sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam produksi. Jika pengangguran tinggi, maka akan berdampak pada ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu belanja. Penurunan konsumsi atau belanja akan berdampak pada bergesernya kurva permintaan agregat ke kiri, yang berdampak pada penurunan pendapatan nasional.
ADVERTISEMENT
Sebagai penduduk yang berwawasan, kita harus sadar bahwa resesi bisa saja terjadi, walau sekarang belum terlihat betul dampaknya. Namun, kita harus dapat mengantisipasi apa yang akan terjadi di masa depan dengan terus mencari tahu mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pemerintah telah melakukan upaya demi upaya untuk mengembalikan tingkat belanja masyarakat ke titik stabilnya, dengan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada yang membutuhkan. Sedangkan kita sebagai masyarakat, juga harus saling bahu membahu untuk ikut andil teradap pemulihan ekonomi negara ini. Dengan tetap membelanjakan secukupnya untuk menaikkan tingkat permintaan, serta menyisihkan sebagian untuk ditabung, sebagai antisipasi atas kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Jika dilakukan oleh segenap penduduk di Indonesia, maka kemungkinan besar negara ini dapat memulihkan perekonomiannya dalam waktu singkat.
ADVERTISEMENT
Semoga pandemi ini segera berakhir dan masyarakat dapat kembali beraktivitas dengan normal.