The Pursuit of Happyness

Cellia Tamarayudha
Lahir di Karanganyar, 24 Agustus 1997. Pekerjaan saat ini adalah mahasiswa. Hobi utama menulis fiksi dan puisi.
Konten dari Pengguna
6 September 2020 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cellia Tamarayudha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Semua orang mencari hal yang sama di dalam hidup ini. Kebahagiaan. Debat atau percekcokan boleh saja berdinamika di dalamnya. Tetapi tetap saja, jika semua kemungkinan dan pilihan dieliminasi, kebahagiaan tetap nomor satu bagi semua orang.
ADVERTISEMENT
Namun, kebahagiaan itu memang berbeda bentuk antara pikiran satu orang dengan yang lainnya. Bagi penulis, misalnya, kebahagiaan utamanya adalah naskah novel yang sudah jadi, buku yang bisa best seller, atau pun naskah diterima di penerbit mayor. Tentu saja kebahagiaan penulis ini tidak bisa berkorelasi dengan milik penjahit.
Bagi penjahit, kebahagiaan utamanya adalah mendapat banyak order pakaian, memotong pola dengan lancar tanpa kesalahan, berhasil menjahit baju yang apik, tanpa cacat, dan juga mendapat kepuasan dari pemesannya.
Maksud saya di sini adalah, kebahagiaan, yang meski bentuknya beragam, selalu menjadi satu hal yang kita dambakan dalam kehidupan.
Masalahnya adalah, bagaimana kita menemukannya? Bagaimana kita bisa bahagia? Apa saja yang menentukan?
Pertanyaan-pertanyaan di atas timbul dari orang-orang yang belum memiliki sesuatu yang dapat menghadirkan percikan luar biasa di dalam hidup mereka. Kebahagiaan bagi pemilik pertanyaan tersebut, mungkin masih berupa bisa bangun dari tidur keesokan harinya, atau bisa makan sampai kenyang.
ADVERTISEMENT
Salahkah? Tentu tidak.
Berkaca dari cara orang memandang kebahagiaan, mari kita tilik sedikit. Orang-orang yang merasa aman dan tenteram dalam hidup mereka, tentu saja merasa lebih bahagia ketimbang orang-orang yang belum merasakan aman. Mereka yang tinggal di dalam rumah mewah dengan segala fasilitasnya, tentu saja lebih bahagia ketimbang mereka yang berjuang di tengah badai peluru dan bom di tanah penuh lubang.
Namun, sejatinya, kebahagiaan bukanlah sesuatu yang pantas untuk dibanding-bandingkan. Karena kebahagiaan yang hakiki memiliki berbagai macam rupa, bentuk, dan ruang.
Jangan mengira mereka yang tinggal dengan rumah mewahnya telah merasa bahagia seutuhnya. Bisa saja. Namun, ada kemungkinan lain yang tidak kita perhitungkan. Bisa jadi mereka memiliki pasangan yang tidak mencintai, atau mungkin mendamba buah hati, tetapi belum kunjung datang. Lalu, bagaimana dengan mereka yang sedang berjuang di tengah badai peluru? Apakah mereka dinilai tidak bahagia? Belum tentu.
ADVERTISEMENT
Mungkin di tengah penderitaan, mereka bersyukur karena mentari masih bersinar, saling rangkul dan cinta karena tak tahu kapan maut akan menjemput, selalu membaca dan menghafal firman Allah SWT dengan penuh perasaan ikhlas. Bagi mereka, itu adalah kebahagiaan.
Dalam melakukan pengejaran kebahagiaan kehidupan, manusia sering kali lupa bahwa hal itu ada di sekeliling kita. Rasa aman, rasa percaya, cinta kasih sesama, bisa makan kenyang dan membeli barang kebutuhan, teman sejati, orang tua yang masih utuh, kekasih yang mencintai tanpa syarat, bahkan, pekerjaan yang baik dan mumpuni, sesuai dengan passion yang kita miliki. Mereka bisa saja hal-hal kecil yang tak begitu terlihat, tapi jika tiba-tiba hilang atau terambil, yakin seratus persen, dunia seperti mau runtuh.
ADVERTISEMENT
Tentu, mengejar kebahagiaan hakiki itu adalah hal semua orang.
Tetapi kita harus mengingat, bahwa hari-hari kita, lingkungan sekitar kita, mereka telah penuh dengan kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang tak terhitung, menunggu untuk dilihat, diamati, dan disyukuri.
Semua orang berhak bahagia. Caranya, harus kita yang menentukan.
Semoga kalian bahagia hari ini. Salam hangat dari penulis.