Distribusi Gula Rafinasi Lewat Lelang Tidak Efektif

CIPS
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyediakan analisis kebijakan dan rekomendasi kebijakan praktis bagi pembuat kebijakan.
Konten dari Pengguna
14 Desember 2017 15:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari CIPS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi gula (Foto: Pixabay)
Distribusi gula rafinasi dirasa lebih efektif tanpa campur tangan pemerintah. Proses ini sebaiknya dilakukan lewat mekanisme pasar. Proses lelang gula rafinasi yang rencananya akan dilakukan pemerintah dinilai tidak efektif karena membuat para pelaku industri harus mengeluarkan lebih banyak biaya.
ADVERTISEMENT
Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi mengatakan, biaya tambahan yang muncul akibat proses lelang membebani para pelaku industri. Biarpun harga gula rafinasi lebih murah daripada gula konsumsi, munculnya biaya hambatan ini membuat harga gula rafinasi dapat menyamai harga gula konsumsi. Salah satu contoh biaya ‘tersembunyi’ yang muncul adalah biaya perantara sejumlah Rp85 sampai dengan Rp100 per kilogram.
Selain biaya ‘tersembunyi’, proses lelang terkesan sarat muatan politis karena proses ini hanya bisa diikuti oleh perusahaan yang sudah tedaftar resmi. Hal ini, lanjut Hizkia, rentan memunculkan praktek kolusi dan hubungan nepotisme yang dikhawatirkan akan berimbas pada validitas proses dan hasil dari lelang gula rafinasi tersebut.
“Biaya tambahan yang muncul akibat adanya proses lelang dikhawatirkan membuat proses lelang ini menjadi tidak efektif. Harga beli gula rafinasi per kilogram akhirnya akan sama saja dengan harga yang didapat pelaku industri dengan membeli langsung ke produsen atau importir,” ujar Hizkia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, persyaratan pembeli sebanyak minimal 1 ton juga dinilai memberatkan para pelaku usaha berskala kecil, seperti Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Kebutuhan UMKM diprediksi tidak akan mencapai 1 ton. Tidak hanya UMKM, industri besar dan menengah juga akan menerima dampak dari proses lelang ini.
Sebelum menggunakan sistem lelang, para pelaku industri membeli gula langsung ke produsen dengan menggunakan sistem kontrak. Hizkia menjelaskan sudah banyak para pelaku industri yang mengikat kontrak pembelian gula rafinasai untuk jangka panjang.
“Kementerian Perdagangan (Kemendag) beralasan mereka memberlakukan sistem lelang karena ingin memfasilitasi UMKM agar bisa membeli gula rafinasi langsung dari produsen. Namun persyaratan yang ditetapkan nyatanya memberatkan para pelaku industri. Mengomentari anggapan pelaku usaha sering dianggap menimbun gula, saya pikir hal ini tidak berdasar karena mereka tentu ingin membeli dan menggunakan bahan baku sesuai dengan kebutuhan karena sangat menyangkut biaya produksi,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Kemendag awalnya berencana untuk menetapkan mekanisme ini mulai 1 Oktober 2017. Namun belakangan diputuskan proses lelang baru akan dimula pada Januari 2018. Kemendag menunjuk PT Pasar Komoditas Jakarta (PKJ) sebagai penyelenggara pasar lelang gula kristal rafinasi.