Menghadapi Realitas Pendidikan dan SDM Papua Dalam Era Globalisasi

Cerita Masa Depan Papua
Cerita dan data tentang keberhasilan pendidikan dan pengembangan masyarakat di Tanah Papua
Konten dari Pengguna
20 Juli 2022 11:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cerita Masa Depan Papua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Eng Go
Kepala Pusat Leadership Management & Science Papua Yayasan Alirena
ADVERTISEMENT
Tanah Papua, pulau indah dengan potensi sumber daya alam yang melimpah serta permasalahan yang mengikutinya, telah menjadikannya sebagai wilayah yang memiliki banyak ironi. Ironi terjadi saat Tanah Papua hingga hari ini tidak berhasil memaksimalkan potensi wilayahnya untuk meningkatkan kesejahteraan yang merata untuk masyarakatnya. Kesejahteraan adalah tujuan akhir dari adanya program dan kehadiran pemerintan di Tanah Papua. Tetapi melihat kenyataan yang terjadi sekarang ini, sangat jauh dikatakan bahwa Tanah Papua telah berhasil dan berkembang dalam jalur pembangunannya yang tepat.
Kolaborasi 5 Modal Pembangunan
Salah satu teori pembangunan daerah adalah tentang investasi 5 modal, yaitu: modal alam, SDM, sosial, finansial, dan infrastruktur atau fisik. Pengembangan 5 modal itu harus terintegrasi dan berakar pada adat budaya pemilik wilayah daerah tersebut. Tidak ada masyarakat modern yang vakum budaya. Korea Selatan, Singapura, Taiwan, China dan negara modern lainnya, memiliki teknologi yang menyejahterakan masyarakatnya sesuai konteks budaya yang ada; dan perlu menjadi catatan bahwa umumnya mereka homogen dalam aspek budaya, kecuali Singapura dengan 3 macam budaya (Melayu, Chinese, India).
Gambar 1. 5 modal pembangunan daerah
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan Papua? Di dalam Papua sendiri banyak keragaman, dalam bentuk yang sederhana misalnya antara penduduk pesisir dan pegunungan, kemudian dalam bentuk kesukuan dan bahkan sampai bentuk klanisme. Bagaimana orang asli Papua (OAP) bisa menjadi pemilik (owner) dan penata-guna (steward) investasi 5 modal tersebut? Suatu tantangan yang sangat besar, mengingat kapasitas beride dan berimajinasi terhadap 5 modal tersebut dalam konteks globalisasi belum dimiliki. Sementara itu mengharapkan 100% ownership dan stewardship dari Pemerintah Pusat menciptakan suatu realitas pembangunan yang terasa asing oleh OAP.
Pendidikan adalah salah satu titik pemecahan tantangan SDM OAP untuk mampu mengembangkan 5 modal tersebut. Namun sejauh ini kualitas SDM Papua, menurut berbagai macam laporan dan indikator, ada dalam ranking yang cukup rendah. Artinya model pendidikan dan praksis pendidikan yang terjadi di Papua belum mampu menghasilkan SDM OAP berkualitas global. Melanjutkan proses pendidikan seperti apa adanya, “business as usual”, adalah sia-sia, dan yang harus menjadi keprihatinan lebih besar adalah hilangnya 1 generasi OAP.
ADVERTISEMENT
Realitas Pendidikan di Papua
Apakah SDM OAP akan maksimal siap menjadi pemeran globalisasi (bukan sekedar angka raport atau ijazah menjadi lebih baik), apabila guru, kepala sekolah, dan personil sekolah lainnya memiliki dedikasi sebagai pendidik, disiplin dalam waktu dan persiapan mengajar, bahkan proaktif untuk memperkaya materi belajar yang dipakai? Apabila dinas pendidikan dari tingkat kabupaten sampai provinsi dijalankan oleh personil yang menguasai pendidikan, yang inovatif, profesional, disiplin? Apabila efisiensi pemakaian anggaran 90% atau lebih dan tepat guna? Apabila fasilitas infrastruktur dan logistik (listrik, signal, air bersih) terpenuhi? Apabila rasa aman di kampung-kampung bisa terciptakan? Bukan lagi realitas yang “mengagetkan” banyak sekolah di Papua yang berjalan setiap hari tanpa guru yang lengkap, bahkan guru seringkali ada di kota lain, termasuk di pulau lain.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data pendidikan yang kami proses, dari aspek sikap (attitude) hati, guru dan pendidik yang punya hati untuk mendidik anak-anak OAP sekitar 3%, dan 60% bisa masuk kategori tidak layak menjadi pendidik; 70% jumlah guru bidang mata pelajaran pokok, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, Ilmu Sosial, yang mana sangat baik, namun penguasaan konten banyak yang di bawah KKM standar nasional; 12% jumlah guru dalam bidang komputer, fisika, kimia, biologi dan Bahasa Inggris, yaitu bidang-bidang yang penting untuk pengembangan teknologi dan entrepreneurship. Sebagai catatan kami, banyak sekolah lebih mengutamakan pelajaran tentang informasi dibanding pelajaran tentang komputer. Data-data sederhana itu bisa dikorelasikan langsung dengan berapa banyaknya anggaran yang bisa lebih dimaksimalkan, dan juga sumber daya lainnya, demi untuk masa depan generasi OAP.
ADVERTISEMENT
Opsi Solusi Pendidikan Pusat
Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi bagian penting untuk mewujudkan transformasi pembangunan. Mewujudkan SDM yang memiliki kompetensi selaras dengan potensi wilayah yang dimiliki Tanah Papua merupakan hal mendesak yang harus segera dilakukan. Kebutuhan dan tantangan pendidikan serta kesiapan SDM Papua dalam era globalisasi harus dilihat secara lebih cermat akurat dan detil. Tidak cukup dilihat dari high level bentuk atau formatnya saja. Saat ini kita mengukur kualitas pendidikan Papua sesuai dengan format (sistem, personil, proses, dll.) yang ditentukan oleh pusat. Padahal pusat belum tentu merancang sistem pendidikannya sesuai dengan realitas dan kebutuhan Papua (3T lainnya). Kita harus berani untuk mengatakan bahwa sistem one size fits all itu keliru untuk masyarakat seluas nusantara, karena tidak mungkin kita memisahkan pendidikan dari budaya asli masyarakat lokal. Budaya harus menjadi bagian dari filosofis dasar pendidikan, tidak bisa hanya sekedar mulok (muata lokal) dalam bentuk ekstrakuriluer.
ADVERTISEMENT
Merdeka belajar yang dicanangkan pusat, menurut hemat saya, suatu langkah Pusat untuk mengkalibrasi kebijakannya, namun masih belum jelas apa itu. Pemerintah pusat “memberikan kebebasan” kepada setiap sekolah untuk mengisi merdeka belajar. Suatu langkah yang sangat berani dan sangat luar biasa. Namun apakah setiap sekolah mampu berinovasi untuk mengisi merdeka belajar dengan suatu kurikulum dan silabus yang sesuai dengan karakteristik lokal; atau berapa persen sekolah akan mampu kreatif dan berinovasi mengisi merdeka belajar, project based learning, dengan program pembelajaran yang memaksimalkan SDM nya terhadap asetnya dalam konteks globalisasi? Dengan realitas SDM yang ada di Papua, dan ritme bersekolah yang tidak sesuai spesifikasi standar sekolah normatif, merdeka belajar akan menjadi tantangan besar. Kemungkinan besar sekolah, dalam hal ini kepala sekolah dan guru, akan tetap memakai Kurtilas-2013 atau bahkan KTSP sebagai kurikulumnya.
ADVERTISEMENT
Tidak mudah dan tidak murah untuk membangun pendidikan nusantara yang sangat lebar spektrum keragaman budayanya. Dilematis sekali secara nasional. Perlu ada strategi yang khusus untuk mengatasi tantangan nasional ini. Pusat perlu membentuk tim khusus untuk hal ini, mungkin bisa melibatkan Lembaga seperti BRIN sebagai salah satu opsi.
Berbasis budaya Dengan Language-Math-Science
Keluar dari revolusi budaya di tahun 1978, negara China jauh dari negara China hari ini, bahkan dalam banyak hal mereka ada di belakang Indonesia. Di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping, ada 2 hal yang dilakukan yang sangat mustahil, namun sangat inovatif. China mengirim SDM mudanya untuk belajar di universitas-universitas di Barat, dan semua dalam bidang teknik (engineering) dan untuk tingkatan S2; dalam waktu yang bersamaan, China memanggil pembisnis-pembisnis sukses yang ada di luar negeri untuk pulang dan membangun ekosistem ekonomi, kapitalisme dalam sistem politik komunisme. Dua inisiatif penting dan mustahil itu yang menjadikan China hari ini. Memang SDM China sudah dibekali dengan mindset hidup produktif, disiplin, kemauan untuk bekerja keras demi menghasilkan kehidupan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Pendidikan di Papua perlu membawa anak didik mengenal dan mempu mengembangkan aset yang mereka miliki, aset itu adalah dirinya sebagai manusia ciptaan Allah, adat budayanya, dan alam lingkungannya. Ketiga aset itu harus menjadi sangat relevan dalam globalisasi. Dalam realitas yang ada hari ini, dus pendidikan harus tentang pengkajian tentang budaya Papua dan pengkajian apa itu modernisasi dari kacamata OAP. Filosofis pendidikan tradisional Papua, di suku manapun di Papua, adalah tentang pembentukan skill. Anak dididik untuk menguasai suatu skill yg berguna melanjutkan kehidupan dalam suatu komunitas, dengan demikian adat budaya bisa berkelanjutan. Pendidikan membuat manusianya cinta dan bangga akan kehidupan yang ada.
Realitas itu adalah utuh dan tuntas untuk dijadikan materi belajar dan materi pengkajian budaya Papua dan modernisasi. Semua teori dan ilmu pengetahuan menjadi relevan dan dibutuhkan untuk memperkuat materi belajar itu, pemetaan kurikulum dan silabus menjadi suatu strategi dan program pendidikan yang akan mampu mempersiapkan SDM OAP relevan siap bersaing dalam globalisasi. Anak-anak Papua akan mampu menguasai matematika dari konsep linear masuk ke non-linear. Gambar 2 sepertinya adalah realitas mata pelajaran matematika hari ini untuk kebanyakan anak OAP.
Gambar 2. Building blocks pembelajaran matematika di banyak tempat di Papua
ADVERTISEMENT
Padahal building blocks matematika, kalau bisa dibuat secara garis besar seperti di gambar 3.
Gambar 3. Building blocks matematika secara sederhana dari SD-SMA.
Pengkajian Budaya Papua dan Modernisasi, PBPM, adalah program pendidikan dengan model skill based memakai materi-materi yang dikenal oleh masyarakat lokal (aset), dimana anak-anak dan orang tua belajar mengenal konsep modern, membangun hidup yang produktif, sampai mampu untuk relevan dan bersaing dalam globalisasi.
Papua harus mentransformasi kualitas operasional sistem pendidikannya. Harus ada kesadaran kritis yang terbangun dari berbagai stakeholder yang terlibat di dalamnya, yaitu mereka yang saat ini terlibat langsung dalam sistem pendidikan di Tanah Papua, dan juga mereka yang ada di provinsi, pusat, bahkan sektor swasta.