Dari Istiqlal Menuju Kairo, Firman Pamerkan Karya Seni Kaligrafi Kelas Dunia

Konten dari Pengguna
20 Mei 2022 15:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cerita Santri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Firman kala menunjukkan salah satu ijazah sanad yang ia peroleh.
zoom-in-whitePerbesar
Firman kala menunjukkan salah satu ijazah sanad yang ia peroleh.
ADVERTISEMENT
Menginjak kelas 10 SMA, Fauzan Firmansyah, santri Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Tangerang angkatan 8, mengikuti sebuah pameran kaligrafi di Masjid Istiqlal, Jakarta. Kala itu, guru kaligrafi beliau, Ustadz Alim Gema, mengajaknya berpartisipasi dalam gelaran nasional tersebut. Firman menulis kalimat basmalah di atas selembar kertas yang dibingkai. Kemudian karyanya itu dikirim ke penyelenggara pameran.
ADVERTISEMENT
Firman yang sudah belajar kaligrafi sejak kelas 8 SMP ini pun mendapat debut memamerkan karyanya dalam sebuah pameran. Meskipun saat itu dirinya belum menerima sanad kaligrafi. Dan siapa sangka, dalam perjalanan mendalami seni khat khas Islam ini, Firman mampu berada hingga ajang internasional.
Seperti partisipasinya dalam pameran yang akan belangsung di Cairo Opera House, di pusat Kota Kairo, Mesir. Pameran bertajuk “Cairo International Biennial of The Arabic Calligraphy Art” yang diadakan oleh Kementerian Kebudayaan Mesir akan berlangsung mulai 6 Juni hingga satu minggu ke depan dan diikuti oleh puluhan kaligrafer dari seluruh dunia.
“Dari Indonesia hanya sekitar 7 sampai 8 orang. Kalau peserta pameran dari kalangan mahasiswa Indonesia yang baru masuk kuliah di Mesir, itu cuma saya saja,” jelas Firman.
ADVERTISEMENT
Mesir yang memang terkenal dengan keindahan kaligrafi para senimannya, dalam pameran ini juga menghadirkan salah satu kaligrafer besar dari negeri piramida tersebut. Beliau adalah Dr. Musthafa Khudair Bur Said. Ia juga merupakan juri kompetisi kaligrafi internasional. Beliau berkawan pula dengan Syekh Belaid Al-Ghamidi yang berasal dari Maroko sekaligus guru besar kaligrafi di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an.
Firman yang tengah menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Kairo, ini mendapat tawaran berpartisipasi dalam pameran tersebut dari seniornya yang berasal dari Aceh. Tanpa pikir panjang, mahasiswa semester satu ini meyanggupi tawaran itu.
Firman yang telah memegang 4 sanad Khot kaligrafi ini lantas menyiapkan karya terbaiknya. Berhubung seluruh karya kaligrafinya tidak ia bawa ke Mesir sehingga masih ada di Indonesia, Firman pun membuat lagi karya yang akan ia pamerkan.
ADVERTISEMENT
Dua buah karya ia hasilkan. Sebuah ukiran khot Diwani dan Diwani Jali. Panitia penyelenggara menyeleksi seluruh karya calon peserta di mana para peserta diminta mengirimkan gambar karyanya ke mereka. Karya Firman menjadi salah satu yang terpilih.
Berpartisipasi dalam pameran internasional di negara pelestari kesenian tersebut memang membanggakan. Apalagi, Kyai Yusuf Mansur pun mengapresiasi apa yang dicapai Firman. Kyai Yusuf yang sudah dianggap ayah sendiri oleh Firman menyatakan rasa bangganya dalam akun sosial media milik beliau.
Lalu tak lupa Firman mengabarkan berita gembira ini pada orangtuanya. Ia pun diingatkan kembali oleh sang bunda agar tetap memperhatikan tujuan menekuni seni kaligrafi.
“Seni kaligrafi ini sebenanrnya menjadi kendaraan dakwah kita. Keindahan dalam kaligrafi sebagai jalan dakwah kita untuk memperkenalkan Islam. Orang itu akan senang melihat karyanya, mudah-mudahan bisa termotivasi untuk belajar kaligrafi juga,” tutur Firman, yang juga meneruskan pesan gurunya, Ustadz Alim Gema.
Karya Firman yang akan dipamerkan di “Cairo International Biennial of The Arabic Calligraphy Art”.
Perjalanan Firman Belajar Kaligrafi
ADVERTISEMENT
Fauzan Firmansyah mondok di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Tangerang sejak SMP. Santri asal Bekasi ini mulai mempelajari seni kaligrafi sejak duduk di bangku kelas 8 SMP. Ia belajar hingga lulus SMA dan mengabdi di pondoknya itu.
Tujuh tahun ia mempelajari seni kaligrafi bersama Syekh Belaid dan juga dalam bimbingan Ustadz Alim Gema, Firman mampu memperoleh 4 sanad. Sanad tersebut yakni Khat Riq’ah, Diwani, Diwani Jali, serta Khat Naskhi.
Setiap Khat memilki tingkat kesulitan tersendiri. Khat Diwani Jali biasa dipakai untuk penulisan surat resmi zaman Kekhalifahan Ustmani. Sementara Khat Naskhi dikhususkan untuk penulisan Mushaf.
Ustadz Alim Gema menjadi guru pertamanya dalam menekuni seni kaligrafi. Bahkan Firman Rela berjalan sejauh 1 km menuju tempat Ustadz Alim yang kala itu menjadi pengasuh Pesantren I’daad Daarul Qur’an (pondok persiapan memasuki pondok utama). Seperti perjalanan Imam Hambali dalam menuntut ilmu yang tak pernah menunggu seorang guru datang kepadanya untuk mengajar ilmu, namun sebaliknya.
ADVERTISEMENT
Memasuki kelas 11 SMA, Firman berhasil memperoleh sanad pertamanya untuk Khat Riq’ah. Selanjutnya ia berturut-turut mendapat sanad kedua hingga keempat dalam waktu yang relatif sebentar. Selain karena mulai terbiasa dengan sistem pembelajarannya, Metode Hamidi yang diciptakan oleh Sheikh Belaid sendiri juga turut melancarkan proses belajar Firman.
Dahulu, seorang kaligrafer membutuhkan 10 tahun lebih untuk mempelajari satu khat dalam seni kaligrafi. Dengan metode Hamidi, seorang murid bisa mempelajari satu khat kurang dari satu tahun. Pada akhirnya metode ini menjadi metode tetap seni kaligrafi yang terdapat di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an, ditambah seorang guru kaliber Sheikh Belaid yang juga mantan kaligrafer Kerajaan Maroko.
Karena di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an bukan hanya tentang menghafal Al-Qur’an. Para santri juga bisa mengembangkan bakat lain, baik di bidang akademik maupun olahraga dan seni seperti kaligrafi ini.
ADVERTISEMENT
Dalam hal keilmuan, Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an juga concern terhadap mekanisme pemberian sanad, utamanya sanad Al-Qur’an dan kaligrafi. Seperti kata Ilmuwan Besar Muslim, Abdullah Ibnu al-Mubarak.
“Sanad kelimuan adalah bagian dari agama itu sendiri. Tanpa (kejelasan) sanad, maka tiap orang akan bicara sekehendaknya.”