Ancaman Tambang Galian C di Tidore

Konten Media Partner
11 Februari 2020 17:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebuah rumah berdekatan dengan tirisan tebing hasil kerukan eksavator di area galian C Kelurahan Dokiri, Kecamatan Tidore Selatan, Kota Tidore Kepulauan. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah rumah berdekatan dengan tirisan tebing hasil kerukan eksavator di area galian C Kelurahan Dokiri, Kecamatan Tidore Selatan, Kota Tidore Kepulauan. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
ADVERTISEMENT
Satu unit eksavator terus mengeruk gundukan tanah di Kelurahan Dokiri, Kota Tidore Selatan, Maluku Utara. Hasil galian lalu dipindahkan ke sejumlah titik penampungan material.
ADVERTISEMENT
Aktivitas pertambangan galian C ini sudah berlangsung sejak November 2018. Ini memicu Ketua Pemuda Dokiri, Ardian Hanafi, mencoba mengali informasi.
Hasilnya, aktivitas pertambangan dibawa CV BBU milik pengusaha asal Dokiri berinsial AYA ini, tidak mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Bahkan CV BBU tidak memiliki dokumen Uji Kelayakan Lingkungan dan Uji Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), maupun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
"Mereka hanya kantongi izin pemerataan lahan untuk bangun rumah," kata Ardian kepada cermat, Sabtu (9/2/2020).
Awalnya, kata dia, warga yang terdampak aktivitas galian C melayangkan protes. Karena 5 unit rumah yang bertengker di lokasi kemiringan, dikeruk dari bawah.
Warga terdampak aktivitas tambang galian C di Kelurahan Dokiri, Kecamatan Tidore Selatan, Kota Tidore kepulauan, melakukan blokade. Foto: Istimewa
Akibatnya, jarak antara rumah warga dan tirisan tebing tersisah 1 meter. "Itu berbahaya. Sewaktu-waktu bisa longsor," katanya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, AYA selaku Owner CV BBU, warga, serta RT dan Lurah Dokiri membuat kesepakatan. AYA berjanji membangun tembok tepi penahan tanah dengan model trap.
Namun janji sejak tahun 2018 itu belum terealisasi hingga sekarang. Dari situ, para pemuda dan warga terdampak melakukan blokade.
Mereka memasang papan tertulis: 'tepati janji dulu. #save jalan dan tembok tepi kami IPPD.' "Karena hampir setahun janji itu tidak terealisasi," katanya.
Hasilnya, AYA pun menyepakati bakal merealisasikan pembangunan pada Rabu 1 April 2020. Selain tembok, ia juga berjanji memperbaiki kerusakan jalan. "Itu akibat mobilisasi alat berat," ucap Ardian.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bapelitbangda) Kota Tidore Kepulauan, Sofyan Saraha, mencoba menjelaskan dari aspek tata ruang.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang organisasi perangkat daerah, sudah menjadi kewenangan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Satu unit eksavator nampak mengeruk gundukan tanah di area galian C Kelurahan Dokiri, Kecamatan Tidore Selatan, Kota Tidore Kepulauan. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
"Di Bapelitbangda cuman fungsi perencanaan serta penelitian dan pengembangan saja," kata Sofyan kepada cermat.
Sayangnya, panggilan masuk ke nomor kontak Kepala Dinas PUPR Kota Tidore Kepulauan, Ade Soleman, tidak pernah diangkat hingga berita ini tayang.
Menurut Sofyan, dalam setiap perencanaan, Bapelitbangda hanya melihat arah kebijakan secara umum."Nanti setiap dinas yang mengatur secara teknis," katanya.
Terkait galian C, kata dia, Bapelitbangda cukup memberikan arah kebijakan, bahwa dalam setiap pembangunan harus memperhatikan aspek lingkungkan.
"Mekanismenya, mereka (pemilik galian C) mengurus di DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu). Nanti DPMPTSP yang meminta rekomendasi dari Badan Lingkungan Hidup," jelas Sofyan.
ADVERTISEMENT
Namun Kepala DPMPTSP Kota Tidore Kepulauan, Yunus Elake, menegaskan, sejak 2014, urusan izin pertambangan di kabupaten dan kota sudah dialihkan ke provinsi. "Kita sudah tidak lagi berurusan dengan itu," katanya.
Disamping itu, lanjut dia, sebelum peralihan kewenangan dari kabupaten dan kota ke provinsi, DPMPTSP Kota Tidore Kepulauan belum ada.
"Kami baru dibentuk pada 2015. Jadi sebelum itu, urusannya masih di masing-masing dinas. Jadi persoalan itu (izin galian C) saya tidak tahu," singkatnya.
Dalih Pemerataan Lahan
Sekretaris Badan Lingkungan Hidup Kota Tidore Kepulauan, Yahya Idris, mengatakan aktivitas galian C di Tidore hanya mengantongi rekomendasi pemerataan lahan. "Kalau izin usaha pertambangan itu di provinsi," katanya.
Hal senada disampaikan Kepala Bidang Penataan dan Penaatan Lingkungan Hidup (PPLH) BLH Kota Tidore, Jamaluddin Ansar.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, alasan pemerataan lahan tersebut untuk membangun rumah. Hal ini diperkuat dengan rekomendasi dari PUPR.
"Namun faktanya, hasil galian dikomersialisasikan. Kami sudah cek dokumennya. Memang ini jadi persoalan juga," kata Jamaluddin kepada cermat di ruangannya, Senin (10/2) kemarin.
Areal galian C di Kelurahan Dokiri, Kecamatan Tidore Selatan, yang berdekatan dengan rumah warga. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
Menurut dia, rata-rata area yang digali bukan diperuntukan untuk pertambangan. Tapi permukiman. Sementara, jumlah galian C di wilayah Tidore Kepulauan cukup banyak.
"Hampir mencapai puluhan titik. Kalau di daratan Oba yang paling marak itu galian pasir pantai. Kami sudah pasang tanda larangan, tapi tetap saja digali," tuturnya.
Hasil penelusuran BLH di Kota dengan luas wilayah 1.550,37 km², yang menjadikannya kota terluas ketiga di Indonesia ini, terdapat beberapa titik galian C yang diduga tidak mengantongi IUP.
ADVERTISEMENT
Seperti di Kelurahan Tomagoba dan Tambula, Kecamatan Tidore, Kelurahan Dokiri, Tuguiha dan Toloa, Kecamatan Tidore Selatan.
Kemudian di Kelurahan Rum Balibunga dan Bobo, Kecamatan Tidore Utara."Dampak yang paling parah itu di Dokiri dan Tambula," katanya.
Persoalannya, upaya penyelesaian dari dampak pertambangan hanya dilakukan di tingkat kelurahan. Hal ini diperkuat dengan surat pernyataan antara pemilik galian C dengan warga Dokiri.
Menanggapi hal itu, Jamaluddin bilang, PPLH sudah melayangkan surat teguran ke CV BBU pada Selasa 4 Februari 2020. "Karena sudah cukup parah," kata Jamaluddin, sembari memperlihatkan hasil dokumentasi di lapangan.
Namun dari pantauan cermat pada Senin (10/2), aktivitas galian masih berjalan. Menanggapi hal itu, Jamaluddin bilang, ada berbagai tahapan dalam pemberian sanksi.
ADVERTISEMENT
"Mulai dari teguran tertulis, paksaan, serta pembukuan dan pencabutan izin," tandasnya.
Ia menegaskan, BLH tetap bersandar pada aspek lingkungan dan sejumlah persyaratan formal lainnya.
"Karena beberapa di antaranya bahkan tidak mengantongi rekomendasi dan UKL-UPL," ungkapnya.
Alasan BLH tidak mengeluarkan UKL-UPL karena kegiatan usahanya harus dilihat, apakah wajib menyusun dokumen tersebut atau tidak. "Termasuk Amdal jika skalanya besar," katanya.
"Jadi sejauh ini tidak semua mengantongi UKL-UPL. Termasuk di Dokiri yang tidak diperuntukan untuk area tambang," tambahnya.
Selain Dokiri, aktivitas galian C di Tomagoba juga tidak mensyaratkan untuk menyusun UKL-UPL. "Makanya kami tidak keluarkan dokumennya," ujarnya.
"Mereka harus buat surat pernyataan atau SPPL (surat pernyataan pengelolaan lingkungan)," katanya.
Di kawasan Tambula dan Tomagoba, selain digarap oleh masyarakat sekitar, juga terdapat galian milik salah seorang oknum Polisi di Polres Tidore Kepulauan berinisial MK. "Tapi rara-rata pengusaha," katanya.
ADVERTISEMENT
Bagi dia, tidak ada kendala dalam pengawasan maupun penegakan aturan di BLH. Karena semua masih didukung anggaran. Hanya saja, dibutuhkan kesadaran masyarakat. "Ini soal kesadaran saja," tandasnya.
Menopang PAD
Alih-alih melanggar aturan, namun Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tidore Kepulauan terserap dari sektor mineral non logam ini.
Galian C di Kelurahan Rum Balibunga, Kecamatan Tidore Utara, Kota Tidore Kepulauan. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Tidore Kepulauan, Abdul Rasid Fabanyo, mengatakan, di tahun 2019, pihaknya menargetkan penyerapan sebesar Rp 1,2 miliar.
Namun sejauh ini baru terealisasi di atas Rp 725 juta atau 60,43 persen. Alasan belum mencapai target karena permintaan material masih kurang. "Semua tergantung daya beli," katanya.
Abdul bilang, sejak Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang diberlakukan di 2016, izin bertambangan menjadi kewenangan provinsi. Sehingga, menurut dia, paling tidak Bapenda harus mendapatkan laporan produksi.
ADVERTISEMENT
"Di tahun sebelumnya mereka laporkan, karena kewenangannya masih di kabupaten dan kota," katanya.
Berdasarkan data Bapenda terkait galian C di wilayah Kota Tidore Kepulauan, jumlahnya sekira 8 hingga 9 titik. Sedangkan untuk di Kota Tidore sendiri sekira 5 hingga 6 titik galian.
"Tapi banyak sudah tidak aktif. Termasuk di Kelurahan Rum Balibunga. Karena itu tergantung permintaan. Kebutuhan material di Tidore belum terlalu signifikan" katanya.
Mendengar penjelasan soal permasalahan pada perizinan, Abdul seakan tak mau ambil pusing. "Kami di Bapenda bertugas memungut (pajak) saja, hehe," ucapnya, senyum.
Kendati demikian, ia berharap para penambang bersikap jujur dan terbuka dalam setiap aktivitasnya. "Terutama soal laporan produksi," tandasnya.
Sebab beberapa waktu lalu, lanjut dia, Bapenda sempat menegur warga yang melakukan aktivitas galian di Rum Balibunga.
ADVERTISEMENT
Di mana, para menambang melakukan pengerukan di wilayah perbukitan tersebut, dengan luas area sekira 20 meter dari bibir jalan.
"Walau bukan bidang kami, tapi kami tegur. Kami tanya, sudah ada izin dari provinsi belum?. Mereka diam saja, akhirnya setop itu," katanya.
Galian C di Kelurahan Rum Balibunga, Kecamatan Tidore Utara, Kota Tidore Kepulauan. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
Ketua Komisi 3 DPRD Kota Tidore Kepulauan, Malik H. Muhammad, mengaku sejauh ini ada beberapa galian C yang belum mengantongi izin. "Galian C di Tidore cukup banyak," katanya.
Untuk di Dokiri, kata dia, hanya mengantongi izin pemerataan lahan untuk space perumahan. Tapi faktanya, materialnya dijual.
"Jelas itu menyalahi aturan. Sudah begitu, hanya membuat kesepakatan dengan masyarakat, RT/RW dan yang mengetahui lurah," paparnya.
Menurut dia, mekanismenya tidak seperti itu. "Di daerah ini ada pemerintah yang mengatur itu. Jadi semua harus mengikuti ketentuan," jelas Malik, sembari mengaku sudah membahas persoalan ini dengan BLH Tidore.
ADVERTISEMENT
Karena secara kedinasan, pengawasan menjadi tugas BLH. Karena izin galian C atas rekomendasi dari kabupaten dan kota ke provinsi. "Nanti dari provinsi yang mengeluarkan izin," tandasnya.
Menanyakan alasan tidak dihentikan galian C yang bermasalah, Malik tak mau terburu-buru. "Kita harus melalui dinas dulu (BLH). Tapi faktor pengawasan tetap kami lakukan," tandasnya.
Hemat Bicara
Kepala Seksi yang membidangi galian C, Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Maluku Utara, Fihmi, kepada cermat enggan berkomentar.
Alasannya karena sudah ada tim yang turun memverifikasi. "Jadi saya tidak bisa bicara banyak. Nanti lewat tim saja yah," katanya.
Fihmi berjanji bakal mengirim nomor kontak salah seorang tim dari ESDM yang sempat turun melakukan verifikasi di Kota Ternate beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Namun hingga berita ini ditayangkan, nomor kontak yang dijanjikan Fihmi tak kunjung dikirim. Dikonfirmasi terakhir, Fihmi mengaku masih di atas speedboat.
Senada, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tidore Kepulauan, Nurbaity Fabanyo, lewat sambungan telephone, tak mau berkomentar.
Bahkan saat ditemui di Kantor Wali Kota Tidore pada Senin (10/2) kemarin, Nurbaity enggan memberikan tanggapan. "Saya tidak bisa ngomong. Karena itu izinnya di provinsi," singkatnya.