Cerita Menghidupkan Kembali Tenun Tidore (2)

Konten Media Partner
1 Juli 2019 10:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah seorang penenun sibuk menyelesaikan kain tenun pesanan konsumen. Foto: Olis/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Salah seorang penenun sibuk menyelesaikan kain tenun pesanan konsumen. Foto: Olis/cermat
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejauh ini, permintaan kain tenun Puta Dino didominasi kaula muda. Sementara, hampir semua kain yang dicetak berukuran 2 meter 10. Ukuran tersebut sudah dipatenkan.
ADVERTISEMENT
Muhammad Noval Mahmud, salah satu penenun, kepada cermat, mengaku jika ada yang meminta ukuran 3 meter, mereka tolak.
Alasannya, kata Noval, rata-rata mereka hanya memesan selembar kain. Kecuali keperluan perlombaan. Semisal pada event Jakarta Fashion and Food Festival Show di Jakarta, salah satu fashion terbesar di Indonesia. "Kalau itu kami penuhi," katanya.
Rumah Tenun Puta Dino Kayangan Nfofa Tidore. Foto: Olis/cermat
Di Rumah Tenun Puta Dino Kayangan Tidore, selembar kain dibanderol Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta. Noval bilang, mahalnya tergantung tingkat kesulitan.
Sebab, menurut Noval, terdapat 3000 benang yang harus dimasukkan ke dalam lubang jarum. "Itupun bertahap," tandasnya.
Dijelaskan Noval, mula-mula 3000 benang dimasukkan ke lubang pertama. Namanya gun. Lalu, 3000 benang berikutnya dimasukan ke alat yang disebut sisir.
ADVERTISEMENT
"Jadi totalnya 6000 lubang yang harus dimasukkan. Semua dilakukan secara manual," timpal Fatahila Is Mahmud, penenun lainnya.
Dalam proses menenun, Fatahila dan rekan-rekannya butuh waktu 3 hari untuk menghasilkan selembar kain. Sedangkan proses menenun disesuaikan dengan kondisi fisik dan psikologi.
"Kalau pegawai kan datangnya pagi, pulang jam 4 sore. Kalau di sini tidak. Kita harus meminimalisir pekerjaan di rumah. Nah selesai dari situ baru lanjut menenun," jelasnya.
Namun mengingat ada lomba fashion show pada bulan Agustus ini, sehingga beberapa di antara mereka harus fokus menyelesaikan pesanan.
Kendati jumlah mereka hanya 12 orang, tapi soal skill, tak perlu diragukan. Mungkin, sebagian orang membutuhkan waktu maksimal 50 tahun, dan minimal 20 - 30 tahun agar mahir menenun.
ADVERTISEMENT
Tapi tidak dengan 12 orang ini. Sebelumnya, mereka mengikuti kursus menenun sekitar 27 - 29 hari. Kemudian, dilanjutkan beberapa hari yang diprakarsai oleh Dwi Tugas Waluyanto, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Maluku Utara.
"Jadi beberapa orang yang datang ke sini mengaku kaget. Karena orang Tidore itu belajar menenun 27 - 29 hari saja," kata Fatahila.
Mustaiyn Rahmat Agung, penenun lainnya, mengatakan, tips untuk membedakan tenun Tidore dengan kain lainnya dapat dilihat dari kerapatan benang.
Memang, kata Mustaiyn, tak bisa dipungkiri bahwa tingkat kerapatan yang dikerjakan secara manual tak bisa menandingi mesin.
Alat tenun yang tersedia di Rumah Tenun Puta Dino Kayangan Nfofa Tidore. Foto: Olis/cermat
Karena mesin bekerja secara otomatis. Berbeda dengan manual. Sehingga, perempuan bertugas mengikat dan menenun, sedangkan laki-lagi merapatkan benang. "Karena tenaganya full," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Rizkha Pritami, menuturkan, kain tenun produksi Rumah Tenun Puta Dino Kayangan Tidore sendiri, terdapat kategori nominal tengah dan tinggi. “Kalau tengah itu harganya Rp 1,5 juta. Warnanya keemasan," kata Rizkha.
Motif yang satu ini, kata dia, diproses dengan cara meningkatkan warnanya, agar keemasannya terlihat menebal. "Motif ini sering dibeli orang kementerian ketika berkunjung ke Tidore," katanya.
Menenun sebagai Bentuk Perlawanan
Di Tidore, kain tradisional hanya dilirik saat euforia kebudayaan. Seperti perlombaan atau kegiatan ritual tertentu. "Kalau pakai sehari-hari sih tidak ada," tutur Bams, pria yang keseharian akrab mengenakan kain ini.
Bams mengaku mengenakan kain sebagai bentuk perlawanan. Sebab salah satu fashion terbaik di Maluku Utara adalah kain. Sayangnya, banyak yang belum paham manfaat dibalik kain. “Padahal ada unsur kesehatan di dalamnya,” katanya.
ADVERTISEMENT
Ia mengaku pernah menggali pertanyaan tentang, mengapa rentang usia orang zaman dulu lebih lama. Ternyata bukan sekadar pola makan, tapi juga fashion. Karena pakaian zaman dulu berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Aktivitas di Rumah Tenun Puta Dino Kayangan Nfofa Tidore
"Tumbuhan yang dihirup ada unsur kesehatan yang sangat baik. Jadi bukan karena orangnya punya ilmu tertentu, lalu dia hidup lama, bukan. Ya tapi ada hal yang dilekatkan di tubuhnya, itu pakaian," katanya.
Saat ini, kata Herlina Ridwan, mereka mendapat dukungan penuh dari pihak Kesultanan Tidore dan Bank Indonesia. Dari pantauan cermat, terdapat beberapa alat tenun pemberian Bank Indonesia. "Dua lembaga ini yang suport penuh," kata Herlina.
Sementara, Meianisaa Odesila, mengatakan, dahulu ciri fashion stagnan. Namun di 2019 ini, mereka mencoba menyesuaikan tanpa menghilangkan nilai-nilai kebudayaan.
ADVERTISEMENT
"Macam - macam, ada bentuk kimono, jas, blezer, tapi dasarnya kain tenun Tidore. Sudah banyak yang beli," kata Meianisaa.
Terkait pendapatan, 12 orang ini mengaku tidak memikirkan soal uang. Tapi yang terpenting, adalah mengembalikan harga diri dan identitas budaya Tidore. "Pendapatan kami putar untuk memenuhi kebutuhan bahan," katanya.
Sedangkan untuk kebutuhan lain, menurut Desi Ramla M. Nur, ada langkah strategi yang dilakukan. Salah satunya adalah membuat gelang tangan untuk dijual.
Termasuk membuat pembungkus tenun dari daun pisang. "Karena tidak setiap hari kain tenun laku terjual," katanya.
Para penenun ini mengaku tidak akan menenun ketika sedang stres. Karena menenun sama halnya mengukur kualitas diri.
"Menenun itu tenang sekali. Dan yang membuat kami bertahan karena ada tanggung jawab kebudayaan di dalamnya," jelas Desi. (Olis)
ADVERTISEMENT