WhatsApp Image 2020-05-15 at 20.43.22 (1).jpeg

Cerita Perawat Pasien Corona di Ternate: Pernah Diminta Mundur oleh Keluarga

15 Mei 2020 19:30 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sumardi Hatim (38). Perawat di RSUD Chasan Boesoirie Ternate. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Sumardi Hatim (38). Perawat di RSUD Chasan Boesoirie Ternate. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
19 Maret 2020 jadi hari bersejarah bagi Sumardi Hatim (38). Perawat di RSUD Chasan Boesoirie Ternate itu ditunjuk menjadi salah satu tenaga medis yang bertugas di Ruang Isolasi selama masa pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
RSUD Chasan Boesoirie adalah satu-satunya rumah sakit rujukan COVID-19 di Ternate berdasarkan keputusan Kementerian Kesehatan.
"Saat itu belum ada pasien terkonfirmasi positif. Dalam hati saya berdoa semoga Ternate aman-aman saja, semoga tidak ada kasus positif ke depan. Tapi saya juga siapkan diri cari referensi penanganan pasien COVID-19," tutur Sumardi lewat obrolan WhatsApp dengan cermat, Jumat (15/5).
Setelah surat keputusan penunjukan sebagai petugas Ruang Isolasi keluar, sorenya Sumardi sudah diminta bertugas. Satu pasien dalam pengawasan (PDP) asal Halmahera sedang dalam perjalanan dirujuk ke RSUD Chasan Boesoirie.
Sumardi Hatim saat berfoto dengan dokter dan perawat
"Antara takut dan penasaran malam itu karena pertama kali berhadapan dengan pasien terindikasi COVID-19. Dari rumah sampai rumah sakit saya hanya zikir untuk support diri sendiri, dipilih berjaga di malam pertama ada pasien PDP," kisah Sumardi.
ADVERTISEMENT
Hanya beberapa hari setelahnya, kasus positif pertama di Maluku Utara terkonfirmasi. Tensi Ruang Isolasi RSUD serentak meningkat.
"Suasananya mulai berubah. Kalau sebelumnya masih jaga keaamanan diri masing-masing, berubah sesama petugas terus saling mengingatkan untuk selalu perhatikan safety diri, dari APD sampai jaga jarak dengan keluarga," kata alumni Universitas Bina Sarana Informatika Bandung ini.
Sebelum ada kasus terkonfirmasi positif, petugas medis yang bertugas di Ruang Isolasi masih berani pulang ke rumah bertemu keluarga. Namun semua berubah usai Pasien 01 Malut terdeteksi.
Sumardi Hatim dan beberapa petugas saat foto bersama salah satu pasien yang sembuh dan dipulangkan. Foto: Istimewa
"Sejak saat itu 100 persen teman-teman tidak ada yang pulang ke rumah," ujarnya.
Pekan pertama penanganan pasien positif, para tenaga medis belum disediakan tempat karantina khusus. Petugas yang punya anak kecil terpaksa menitipkan anak-anak mereka ke rumah kerabat.
ADVERTISEMENT
"Ada petugas yang pulang ke rumah langsung masuk kamar, tidak kontak anggota keluarga sama sekali. Kami sempat ingin cari mes atau kosan biar jadi tempat tinggal khusus. Tapi alhamdulillah tiba-tiba dapat kabar Pemprov menyediakan Hotel Sahid Bela buat karantina petugas," tukas Sumardi.
Penugasannya di Ruang Isolasi sempat membuat sang ibu khawatir. Sumardi bahkan diminta undur diri dari pekerjaannya lantaran banyaknya tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19.
"Tapi setelah dikasih pemahaman bahwa ini tugas dan saya akan dianggap berkhianat terhadap sumpah profesi jika mengundurkan diri dalam bertugas hanya karena takut terpapar penyakit, ditambah motivasi religius, akhirnya mama bisa paham dan support dengan doa. Kalau sebelum wabah mama jarang telepon, sekarang hampir tiap hari telepon kasih ingat makan, istirahat dan tanya kabar," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Di Ruang Isolasi RSUD Chasan Boesoirie ada 81 petugas medis yang bertugas. Mereka terdiri dari 45 perawat kontrak, 24 perawat tetap, 4 dokter umum, 1 dokter spesialis paru, 4 radiografer, dan 3 tenaga laboratorium.
Dalam sehari, Sumardi bertugas selama 6 jam per shift. Ia ditugaskan 14 hari berturut-turut lalu diliburkan 14 berikutnya untuk karantina.
"Sekarang lagi karantina di Sahid sampai tanggal 22 Mei. Tanggal 23 sudah masuk lagi," akunya.
Sebagai perawat, ia bertugas memantau keadaan umum pasien lewat pemeriksaan tanda-tanda vital, monitoring terapi seperti pemberian infus, pelayanan terapi obat injeksi, dan obat oral sesuai jadwal, pelayanan pemenuhan nutrisi, sampai pemenuhan kebutuhan dasar pasien sesuai keadaan pasien.
"Ada pasien yang total care kayak buang air pun dibantu ya kita bantu bersihkan sampai ganti popok pasien. Ada pasien yang parsial care atau masih bisa mandiri ya kita bantu sesuai kebutuhannya saja," cerita Sumardi.
ADVERTISEMENT
Tiap kali masuk Ruang Isolasi, alat pelindung diri (APD) lengkap wajib hukumnya dikenakan. Sumardi bilang, butuh waktu 7 hingga 10 menit mengenakan pelindung tubuh itu.
"Karena harus memastikan semuanya sudah terpasang betul. Kadang minta rekan jaga bantu ngecek untuk pastikan. Yang butuh waktu sampai 10 menitan biasanya bagi yang tingkat kekhawatirannya tinggi, masih selalu lihat cermin atau bertanya berulang kali ke rekan jaga," terangnya.
Bagi Sumardi, mengenakan APD memberikan rasa bangga dan haru tersendiri. Ia bahkan pernah meneteskan air mata saking harunya.
"Merasa bahwa di antara sekian perawat saya dipanggil Tuhan untuk melayani dengan segala risiko. Saya pernah tensi pasien positif tapi tidak bisa lihat angka di tensimeter karena kacamata berembun. Mau sentuh kacamata pun takut ditambah keringat bercucuran, terus pasien sudah bicara dekat sekali ke muka. Kadang dalam situasi begitu ada was-was, khawatir mungkin sudah terkena droplet, tapi alhamdulillah Allah selalu melindungi umat-Nya dengan ikhtiar penuh dan doa," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Menjalankan tugas mulia di garda depan, Sumardi merasa kendala terbesar adalah menghadapi pasien yang belum paham betul tentang COVID-19 dan nyinyiran warganet di media sosial. Terhadap pasien, ia dan rekan-rekannya tak bosa mengingatkan anjuran pembatasan kontak fisik dengan sesama pasien.
"Karena kita tetap melihat konsep dasar manusia bahwa manusia itu unik, beda antara satu dengan yang lain. Ada yang tahu anjuran kesehatan dan menjalankannya, ada yang tahu tapi menganggap tidak terlalu penting buat dijalankan. Ada lagi kadang-kadang dalam lelahnya bertugas kita harus kecewa dengan nyinyiran netizen dengan berbagai prasangka buruk terhadap tim medis, bahwa kita bekerja karena berharap terlihat dan agar kita didanai. Itu tantangan berat menghadapi pasien yang tidak kooperatif dan nyinyiran netizen," jabarnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini, angka kasus terkonfirmasi positif di Malut mencapai 85 kasus. Sumardi berharap, seluruh masyarakat bekerja sama tanpa terkecuali.
"Apa pun masalah Anda dengan pemerintah, dikesampingkan dulu. Mohon bekerjasama untuk menaati aturan atau anjuran. Jadilah garda terdepan untuk memutuskan mata rantai penularan hingga Anda tidak perlu bertemu dengan kami di pertahanan akhir perjuangan ini," pungkas Sumardi.
---
Ika Fuji Rahayu
---------------------------
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.
kumparanDerma
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten