Dermaga Bolulu Madehe, Riwayatmu Kini

Konten Media Partner
21 Februari 2019 19:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Di sisi selatan pelabuhan bersejarah itu, tampak rerumputan menjalar menutup tanah timbunan reklamasi. Foto: Rajif Duchlun/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Di sisi selatan pelabuhan bersejarah itu, tampak rerumputan menjalar menutup tanah timbunan reklamasi. Foto: Rajif Duchlun/cermat
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bolulu Madehe dahulu berfungsi sebagai ruang tunggu Pelabuhan Dodoku Ali, tepatnya di Kelurahan Salero, Ternate Tengah, Kota Ternate, Maluku Utara. Dodoku Mari, atau lebih dikenal dengan Dodoku Ali, adalah pelabuhan era Kesultanan Ternate, yang dibangun sejak abad ke-17.
ADVERTISEMENT
Tempat bersejarah itu kini tampak biasa-biasa saja. Tepat di sisi selatan pelabuhan tersebut dibangun taman oleh pemerintah setempat. Hanya saja, suasana taman tampak sunyi. Terlihat hanya sejumlah rangka warung para pedagang. Saat malam, tepat di depan taman tersebut memang ramai para pedagang.
cermat mendatangi lokasi tersebut, Kamis siang (21/2). Taman itu diberi nama Dodoku Kapita Lao Ali. Penamaan taman ini diambil dari nama seorang panglima laut yang terkenal di Kesultanan Ternate.
Gerbang Taman Dodoku Kapita Lao Ali, tepat di Kelurahan Salero, Ternate Pulau. Foto: Rajif Duchlun/cermat
Sementara di sisi selatan Dodoku Ali, tampak terlihat adanya proyek reklamasi. Namun, sepertinya pengerjaan reklamasi tersebut sedang diistirahatkan. Hal itu dapat dilihat dari terbengkalainya lokasi proyek. Tampak rerumputan tumbuh menjalar menutupi tanah timbunan tersebut.
Bolulu Madehe dan Dodoku Mari sendiri berasal dari bahasa lokal Ternate. Bolulu berarti "lingkaran" dan Madehe yang berarti "ujung". Jadi, Bolulu Madehe dapat diartikan sebagai ujung atau pangkalnya pelabuhan.
ADVERTISEMENT
Dodoku dapat diartikan sebagai "tempat berlabuh", sedangkan Mari memiliki arti "batu". Pelabuhan itu mulanya disusun dari bahan dasar batu.
Lokasi Taman Dodoku Kapita Lao Ali tepat di depan Kedaton Kesultanan Ternate yang menghadap ke arah laut. Taman tersebut terlihat sunyi. Foto: Rajif Duchlun/cermat
Posisi pelabuhan dan ruang tunggu kesultanan memang sangat strategis. Berada tepat di depan Kedaton Kesultanan Ternate yang berdiri gagah menghadap ke arah laut. Hanya saja, jejak Bolulu Madehe sulit dikenali. Sementara pelabuhan Dodoku Mari juga sangat memprihatinkan, kondisi lantainya sudah payah di beberapa bagian.
Maulana Ibrahim, dosen dan peneliti arsitektur kota dan Urban Heritage di Universitas Khairun, mengatakan pelabuhan tersebut terakhir kali diperbaiki tahun 2005. Hingga sekarang, belum ada sentuhan lagi dari pihak terkait.
“Kondisi lantai memprihatinkan, berbahaya bagi pengunjung dan pengguna,” kata Maulana, saat dihubungi cermat.
Kawasan ini, kata Maulana, adalah halaman terdepan dari Kedaton atau Istana Kesultanan Ternate. Sehingga, perlu diperbaiki kerusakannya agar publik dapat menikmati jejak sejarah tersebut.
Taman Dodoku Kapita Lao Ali, tampak lengang. Hanya ada beberapa rangka warung pedagang. Lokasi bersejarah ini seperti tak mendapat perhatian. Foto: Rajif Duchlun/cermat
Lulusan Doktor Human Environment dari Osaka Sangyo University (OSU) Jepang ini, menjelaskan struktur sisa-sisa bangunan bersejarah itu harus disikapi secara serius. Baginya, melestarikan nilai-nilai sejarah serta pendidikan di kawasan tersebut mesti secara utuh, seperti memperbaiki arsitektur pelabuhan dan penataan ruang publik taman Dodoku Kapita Lao Ali secara menyeluruh.
ADVERTISEMENT
“Selain melestarikan nilai sejarah dan pendidikan, juga bermanfaat untuk kepentingan publik sebagai ruang terbuka, rekreatif, dan edukatif, sekaligus memperkuat karakter kawasan ibu kota kesultanan maritim terkuat di nusantara,” paparnya.
Maulana menambahkan, selain masalah rapuhnya bangunan sejarah tersebut, perlu juga memperhatikan kondisi atau kebersihan lingkungan di sekitar lokasi Bolulu Madehe dan Dodoku Mari. Apalagi, pelabuhan Dodoku Mari adalah salah satu titik terbaik pengambilan foto ketika matahari terbit.
Spot foto tersebut, diceritakan Maulana, bahkan pernah menjadi halaman depan salah satu majalah maskapai penerbangan di Indonesia. Para pemburu matahari terbit memang kerap mengabadikan karya-karya fotonya di lokasi tersebut. Meski begitu, di tengah keindahan itu, jejak sejarah itu nyaris tak dapat dikenali lagi saat ini.
ADVERTISEMENT
---
Rajif Duchlun