DLH Morotai Kewalahan Hadapi Penambangan Pasir

Konten Media Partner
8 September 2020 9:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi penambangan pasir. Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penambangan pasir. Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Penambangan pasir masih marak dilakukan warga di Kabupaten Pulau Morotai. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mengaku serba salah menghadapi para penambang ini.
ADVERTISEMENT
Kepala DLH Morotai Anwar Marasabessy mengatakan, warga memang menambang di lahan mereka sendiri. Namun pengambilan pasir secara terus-menerus bisa mengakibatkan abrasi.
“Kita serba salah kalau tak ada kesadaran dari masyarakat. Kita tidak bisa bertindak keras karena itu lahan mereka,” aku Anwar, Senin (7/9).
Menurut Anwar, jika mengacu pada aturan maka penambangan pasir pantai seperti itu dilarang. Namun ia mengaku kasihan dengan warga yang sudah menjadikan hal tersebut sebagai mata pencaharian.
“Tapi kasihan, kita kerja juga dengan hati. Orang punya lahan, lalu kita suruh berhenti jual mereka bilang itu mata pencaharian, jadi kita serba salah,” tuturnya.
Sejak 2011, DLH sudah memasang papan larangan penambangan pasir di sejumlah desa. Menindaklanjuti hasil hearing dengan DPRD dua pekan lalu, DLH akan kembali memasangan papan larangan di sejumlah desa.
ADVERTISEMENT
"Rencana pasang papan pengumuman itu delapan titik tapi Sabtu kemarin kita baru pasang sebanyak empat titik dilakukan di Kecamatan Morotai Timur yakni Desa Hino, Desa Mira, Desa Gamlamo. Sementara di Kecamatan Morotai Selatan itu di Desa Joubela," terangnya.
"Selanjutnya di Desa Daeo, Tanjung Cibubu serta Tanjung Pinang. Kadang satu desa dipasangi dua papan larangan," sambung Anwar.
Anwar bilang, sejauh ini belum ada Peraturan Daerah Morotai yang mengatur terkait larangan pengambilan pasir. DLH masih mengacu pada Undang-undang Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Pasal 37 ayat (9). Di mana pelaku bisa dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 juta.(Irjan)