Kejari Halmahera Utara Hentikan Penuntutan Kasus Penganiayaan di Tobelo

Konten Media Partner
30 Juni 2022 16:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka penganiayaan saat dibebaskan dari Lapas Tobelo. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka penganiayaan saat dibebaskan dari Lapas Tobelo. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Negeri (Kejari) Halmahera Utara mengambil langkah pemberhentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative justice (RJ) perkara penganiayaan yang ditangani dari Kepolisian Sektor Tobelo Selatan.
ADVERTISEMENT
RJ itu dilakukan berdasarkan surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri Halmahera Utara untuk memfasilitasi proses perdamaian sebagaimana nomor: Print-84/Q.2.12/Eoh.2/06/2022 tanggal 23 Juni 2022.
Dalam perkara tersebut, tersangka diketahui bernama Ardi Karatahi, yang diduga melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP. Ia pun telah ditahan di Kantor Lapas Kelas IIB Tobelo, Halmahera Utara.
Kepala Kejaksaan Negeri Halmahera Utara, Agus Wirawan Eko Saputro, mengatakan keadilan restoratif telah disetujui secara virtual di hadapan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum Kejaksaan Republik Indonesia. Dalam kesempatan itu, ia diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (OHARDA) pada JAMPIDUM, Agnes Triyani.
“Perkara ini telah disetujui Jaksa Agung Muda dan telah dilakukan pelimpahan dari Penyidik Polsek Tobelo Selatan, juga telah dilakukan tahap II pada Kamis, 23 Juni 2022. Kemudian pada hari yang sama, juga dilakukan upaya perdamaian di rumah Restorative Justice,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Agus bilang, pemberhentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, kembali dilakukan setelah yang sebelumnya berhasil dilaksanakan pada April 2022 di Kejaksaan Negeri Halmahera Utara. Langkah itu telah memenuhi ketentuan pasal 4 dan 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Restorative Justice.
“Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jadi ancaman hukumannya tidak melebihi dari 5 tahun. Termasuk kerugian yang ditimbulkan dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000,” jelasnya.
Agus berharap, keberhasilan ini, ke depan tetap terus diterapkan Restorative Justice selama memenuhi ketentuan dari PERJA 15 tahun 2020, termasuk dengan mengedepankan hati nurani dan penyelesaian di luar persidangan.
“Dengan begitu, suatu tindak pidana tidak harus berakhir dalam belenggu jeruji besi. Hal ini juga untuk menghindari stigma negatif dari masyarakat, khususnya bagi wilayah hukum Kejari Halmahera Utara,” tutupnya.
ADVERTISEMENT