Kronologi Oknum Anggota Polres Halut Diduga Aniaya Mahasiswa

Konten Media Partner
27 September 2022 21:38 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yolius Yatu, mahasiswa Universitas Halmahera saat menjalani visum di RS Bhayangkara Polres Kota Ternate, Maluku Utara. Dok: LBH Marimoi for cermat
zoom-in-whitePerbesar
Yolius Yatu, mahasiswa Universitas Halmahera saat menjalani visum di RS Bhayangkara Polres Kota Ternate, Maluku Utara. Dok: LBH Marimoi for cermat
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi mengecam tindakan oknum anggota Polres Halmahera Utara (Halut) terhadap Yolius Yatu (22), mahasiswa Universitas Halmahera (UNIERA).
ADVERTISEMENT
Sekretaris LBH Marimoi, Fahrizal Dirham, mengatakan Yolius diduga dianiaya oleh oknum polisi gegara postingan di media sosial WhatsApp.
Fahrizal menjelaskan, peristiwa ini berawal saat korban mengunggah foto anggota polisi memegang anjing pelacak dalam mengawal aksi BBM pada Senin (19/9).
Unggahan di story WhatsApp tersebut disertai caption, "tara (tidak) berani tangan dengan tangan baru pakai anjing pelacak."
Sehari setelah mengunggah story, korban didatangi 4 pria di rumahnya, Desa Wari Ino, Kecamatan Tobelo, pada Selasa (20/9) sekitar pukul 21.00 WIT.
Korban sempat menyambut kedatangan 4 pria itu, sembari menyediakan kursi untuk mereka duduk. Setelah itu, salah satu pria bertanya ke korban.
"Apakah benar ngana (kamu) Ongen? -sapaan akrab-Yolius Yatu?," ucap Fahrizal, saat mendampingi korban menjalani visum di RS Bhayangkara Polres Ternate, Selasa (27/9).
ADVERTISEMENT
Belum sempat bicara, pukulan melayang ke wajah korban hingga menyisakan bekas lebam di bawah mata. "Korban lalu dicekik dan diseret keluar dari rumah," katanya.
Saat hendak dibawa, korban kembali dipukul. Bibir atas pecah. Korban pingsan. "Dalam kondisi itu, korban dibonceng naik sepeda motor," kata Fahrizal.
Sekitar pukul 21.35 WIT, korban dibawa ke Polres Halut. Namun dalam perjalanan, korban yang mulai sadar diminta tidak berteriak.
"Saat korban diboyong dari rumahnya, tidak ada surat penangkapan. Korban juga dibawa ke Polres tanpa didampingi kuasa hukum," terangnya.
Korban yang tiba di Polres Halut sekitar pukul 22.00 WIT diarahkan masuk lewat pintu belakang, lalu dibawa ke kandang anjing.
"Saat hendak dimasukkan ke kandang, si oknum sempat bertanya ke korban, ngana mau torang (kami) kasi masuk di sini (kandang yang berisi anjing)," ujar Fahrizal.
ADVERTISEMENT
"Nanti ngana mampus di dalam," tambah Fahrizal menirukan keterangan yang disampaikan korban. Oknum polisi kemudian lanjut intimidasi.
"Ngana mau masuk di dalam (kandang anjing) atau penjara," ucap Fahrizal menambahkan. "Lalu korban jawab saya tara (tidak) mau."
Korban akhirnya dimasukkan ke kandang yang tidak ada anjing. "Setelah masuk ke kandang, 2 orang langsung memukul korban," katanya.
Bahkan, korban diintimidasi oleh oknum polisi dengan menunjukkan video pemukulan massa aksi di Ternate karena menggelar demo BBM.
"Sambil bilang bahwa nasibnya akan sama dengan mereka," kata Fahrizal menambahkan.
Karena merasa kelelahan lantaran terus dipukul, korban minta untuk duduk sebentar. Sebab, bekas operasi hernia di tubuhnya terasa sakit.
"Tapi salah satu oknum polisi yang baru tiba di Polres, minta korban berguling di lantai yang basah," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Bahkan salah satu oknum polisi mencoba menakut-nakuti korban. "Katanya, hari ini kalau torang kasi mati, tarada orang yang tahu," ujarnya.
Setelah itu, korban diarahkan berlari mengelilingi halaman Polres Halut 5 kali, sambil berteriak minta maaf ke anjing pelacak.
"Alasan oknum polisi, sebagai ajang pengenalan masuk ke Mapolres. Setelah dianiaya selama 2 jam, korban diantar pulang," ujarnya.
Tiba di rumah dalam keadaan lelah dan penuh lebam di wajah, korban pun diantar oleh rekan-rekannya ke RSUD Tobelo untuk menjalani visum.
"Tapi tidak bisa karena belum ada surat rekomendasi terkait penyelidikan. Bahkan di SPKT pun korban sempat disalahkan atas unggahannya," ujarnya.
Dari kronologis tersebut, Fahrizal menilai langkah oknum anggota Polres Halut terhadap korban tidak sesuai prosedur. "Ini melanggar KUHAP Pasal 184," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, perbuatan oknum polisi masuk dalam tindakan penganiayaan. "Ini diatur dalam Undang-Undang KUHP Pasal 351," ungkapnya.
Kemudian Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
Selain itu, kata Fahrizal, penangkapan tersebut belum memiliki bukti, sesuai standar yang diatur dalam KUHAP Pasal 17 tentang Bukti Permulaan Tindak Pidana.
Selain itu, penangkapan dan penganiayaan yang dilakukan oknum polisi bertentangan dengan asas praduga tak bersalah.
"Itu diatur dalam pandangan umum KUHAP butir c dan pasal 8 Undang-Undang Kehakiman tentang Asas Praduga Tak bersalah," jelasnya.
Disamping itu, perbuatan itu melanggar kode etik kepolisian sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2011 tentang kode etik profesi Polri.
Sebelumnya, Kapolres Halut, AKBP Teri Okta, mengatakan peristiwa tersebut harus mengedepankan asas praduga tak bersalah.
ADVERTISEMENT
"Karena yang menentukan adalah hakim. Kita harus hormati itu, dan kami minta massa aksi menghargai proses hukum," tandasnya.
Okta menegaskan, akan mengawal kasus tersebut hingga selesai. "Agar kasus ini dapat dipertanggungjawabkan secara kelembagaan," katanya.
Ia mengaku, oknum polisi yang diduga terlibat dalam penganiayaan tersebut berasal dari Samapta. "Saat ini sedang diproses oleh Propam Polres Halut," katanya.
Tapi menurut Okta, peristiwa tersebut murni persoalan pribadi. Bukan lembaga. "Karena pribadi, maka akan diproses sesuai aturan yang berlaku," tegasnya.
Ia berharap kepada massa aksi, jika membutuhkan informasi agar berkoordinasi dengan pihak yang berwenang.
"Dugaan adalah proses yang masih dalam tahapan prasangka, terduga belum tentu tersangka," ujar mantan Kapolres Halmahera Barat tersebut.
"Kalau sudah dijadikan tersangka, alat bukti harus terpenuhi. Dan kami akan sampaikan ke rekan-rekan massa aksi," pungkasnya.
ADVERTISEMENT