Mahasiswa Kembali Unjuk Rasa Soal Akejira

Konten Media Partner
23 Oktober 2019 20:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu poster yang dibawa oleh pengunjuk rasa, menyuarkaan untuk Hentikan pertambangan di kawasan Akejira. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu poster yang dibawa oleh pengunjuk rasa, menyuarkaan untuk Hentikan pertambangan di kawasan Akejira. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejumlah mahasiswa di Ternate, Maluku Utara kembali melakukan unjuk rasa menuntut pemerintah melindungi kawasan Akejira. Massa aksi tersebut tergabung dalam Solidaritas Masyarakat untuk Akejira Halmahera (AMARAH), terlihat berkumpul di depan kantor Wali Kota Ternate, pada Rabu (23/10).
ADVERTISEMENT
Mereka membawa sejumlah poster dan spanduk yang berisi tuntutan agar pemerintah melindungi kawasan Akejira serta Suku Tobelo Dalam, yang menempati daerah tersebut secara turun-temurun.
Koordinator Amarah, Aslan Sarifudin mengatakan, saat ini, perusahaan tambang yakni PT. Weda Bay Nickel (WBN) dan PT. Indonesia Weda Bay Indsutrial Park (IWIP) telah memasuki wilayah Akejira.
Unjuk rasa oleh mahasiswa di depan Land Mark, Ternate. Foto: Adlun Fiqri/cermat
Katanya, saat ini ada pembanguan jalan menuju Akejira yang dilakukan oleh pihak perusahaan untuk tujuan pertambangan, telah membuat anggota Suku Tobelo Dalam terganggu dan berpindah.
“Orang Tobelo Dalam kini tersingkir, padahal Suku ini bergantung hidup pada Hutan (Akejira),” kata Syarifudin.
Aslan menambahkan, di kawasan Akejira juga terdapat banyak daerah aliran sungai yang menjadi sumber air besih bagi masyarakat di pesisir Teluk Weda.
ADVERTISEMENT
“Pertambangan mengancam itu. Jadi kami minta DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Provinsi untuk melindungi DAS di sana,” ujarnya.
Sementara itu, Departemen Media dan Komunikasi PT IWIP, Agnes Megawati, saat dikonfirmasi cermat via aplikasi pesan singkat pada Rabu (23/10) malam ini, mengatakan, proses pembukaan jalan di Akejira sudah terkontrol dan pada trek-nya.
“Perusahaan juga sudah mengagendakan pelaksanaan erosion control dan mangrove replantation untuk meminimalisir dampak lingkungan,” ungkap Agnes.
Di sisi lain, pengurus AMAN Maluku Utara Supriyadi Sudirman mengkhawatirkan kehadiran perusahan tambang. Supriyadi juga khawatir soal dampak yang katanya akan terjadi di pesisir Weda.
Kondisi wilayah mangrove di Desa Gemaf,Halmahera Tengah, pada Juli 2019, yang kini menjadi lokasi perusahan tambang. Foto: Adlun Fiqri/cermat
“Saat ini wilayah pohon mangrove di pesisir tanjung Uli juga digusur oleh pihak perusahan tambang. Akibatnya, ada aliran sungai yang berubah,” katanya.
ADVERTISEMENT
Jika hal ini tidak diperhatikan secara serius oleh pemerintah, hal ini, menurutnya, akan berdampak pada kerusakan ekologis yang makin meluas.
“Kami menuntut pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah untuk mengkaji kembali dan melakukan revisi pada RTWR (Rencana Tata Ruang Wilayah) agar bisa melindungi kawasan pesisir,” pungkasnya.