Mahasiswa: Ruang Hidup Suku Tobelo Dalam Terancam Hilang

Konten Media Partner
3 Oktober 2019 17:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa aksi saat demo di depan Kantor Wali Kota Ternate. Selain menolak RUU kontroversial, para massa aksi juga menyuarakan soal kasus yang menimpa suku Tobelo Dalam di Halmahera. Foto: Rajif Duchlun/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Massa aksi saat demo di depan Kantor Wali Kota Ternate. Selain menolak RUU kontroversial, para massa aksi juga menyuarakan soal kasus yang menimpa suku Tobelo Dalam di Halmahera. Foto: Rajif Duchlun/cermat
ADVERTISEMENT
Puluhan organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Maluku Utara Bersatu akan melanjutkan unjuk rasa menyikapi sejumlah masalah di daerah.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, pada Senin (30/9) Aliansi Mahasiswa Maluku Utara Bersatu dan Mahasiswa Teknik Bersatu melaksanakan unjuk rasa menolak sejumlah rancangan UU kontroversial dan masalah-masalah di daerah di depan Kantor Wali Kota Ternate. Aksi kedua kelompok itu sempat ricuh dengan pihak kepolisian.
Koordinator Aliansi Mahasiswa Maluku Utara Bersatu, Aslan Sarifudin, kepada cermat, Kamis (3/10), mengatakan saat ini mereka juga fokus mengawal masalah-masalah di daerah, salah satunya terkait ruang hidup komunitas adat Tobelo Dalam di Ake Jira, di hutan Halmahera Tengah.
"Saat ini, ruang hidup mereka berada dalam bahaya penghancuran beberapa perusahaan yaitu, PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), PT Weda Bay Nikel (WBN), dan PT. Tekindo Energy," ujar Aslan.
Aslan bilang, pihaknya meminta kepada Pemerintah Provinsi Maluku Utara, khususnya Pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Tengah agar segera ambil langkah dan menghentikan aktivitas tiga perusahaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Mereka juga akan terus menyikapi turunnya harga kopra yang sudah hampir setahun ini belum dapat diatasi pemerintah daerah.
"Bagi kami dari Aliansi, Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Utara sudah harus berupaya membangun industri minyak kelapa dalam dan DPRD yang baru dilantik baiknya merumuskan Peraturan Daerah tentang pelarangan beredarnya minyak turunan sawit di daerah ini," paparnya.
"Agar masyarakat Maluku Utara konsumsi minyak kelapa, tidak harus konsumsi minyak sawit," sambungnya.
Ia menambahkan, apabila pemerintah daerah dan pihak DPRD tidak merespons, mereka akan kembali turun ke jalan.
"Akan galang kekuatan mahasiswa yang lebih besar lagi untuk duduki Ibu Kota Provinsi Maluku Utara, jika Gubernur dan DPRD Provinsi tidak merespons secara positif," pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan Komite Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (Gamhas), salah satu organisasi yang tergabung dalam aliansi tersebut, Adhar Said Sangaji.
ADVERTISEMENT
Menurut Adhar, RUU Pertanahan justru berpotensi besar meloloskan kepentingan investasi dan proses perampasan ruang hidup lebih berbahaya dari tahun-tahun sebelumnya.
"Kami melihat perampasan ruang hidup yang terjadi di Halmahera Tengah, Ake Jira, saat ini proses eksploitasi sedang berlangsung, sehingga masyarakat Ake Jira akan terlepas dari sumber kehidupan mereka," kata Adhar.
Adhar menambahkan, pihaknya juga mendesak Pemerintah Kota Ternate agar serius menangani masalah air bersih di beberapa kelurahan.
"Persoalan ini harus diatasi cepat. Kota ini dalam ancaman krisis air bersih. Kami berharap pemerintah kota mencari cara agar bisa segera memenuhi kebutuhan air warga," tutupnya.
---
Rajif Duchlun