Melihat Prosesi 'Ratib Taji Besi' di Maluku Utara

Konten Media Partner
15 November 2019 22:43 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ratib rabana taji besi di Tidore. Foto: Faris Bobero/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Ratib rabana taji besi di Tidore. Foto: Faris Bobero/cermat
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pembacaan ratib rabana taji besi yang digelar di Pendopo Kedaton Kesultanan Tidore, Maluku Utara, pada Kamis (14/11) berlangsung khidmat. Ada sekitar puluhan jemaah, rata-rata berpakaian putih, tampak khusyuk mengikuti prosesi tersebut.
ADVERTISEMENT
Ratib ini dimulai sekitar pukul 08.30 WIT. Ritual ini sendiri dimasukan ke konten acara dari Nuku World Festival ke-3 yang dilaksanakan organisasi Garda Nuku.
Saat proses pembacaan berlangsung, sejumlah jemaah antre melakukan ritual taji besi. Satu per satu masuk dan menuju ke depan, tempat para Syekh yang memimpin jalannya ratib.
Para jemaah duduk sebentar dan menunduk. Sebelum mengambil dua besi tajam, kepala mereka disentuh oleh Syekh yang berada di tengah, seperti didoakan.
Tetabuhan rebana bergema diikuti doa-doa dan zikir, satu per satu jemaah itu mundur pelan, seolah mengikuti irama rebana. Dengan gerakan sedikit menari, dua besi tajam sontak dihantam ke arah dada, sangat kencang.
Taji besi di Tidore, dalam rangka Haul Sultan Nuku. Foto: Faris Bobero/cermat
Gerakan itu dilakukan berulang-ulang, seolah tidak ada rasa nyeri saat besi itu ditikam ke dada. “Rasanya seperti digigit semut. Yang penting wudu. Torang (kami) pasrah kepada Allah,” ujar Imam Masjid Kesultanan yang juga menjadi Syekh dalam ratib rabana ini, Abdusamad Bin Imam Hasanuddin Faruk.
ADVERTISEMENT
Tampak di samping kiri dan kanan Abdusamad, juga para Syekh yang ikut mendampingi jalannya ratib. Mencapai derajat Syekh, menurut Abdusamad, tentu harus melewati ‘sekolah’ spiritual. Tidak sembarang bisa memimpin ratib.
Kepada cermat, Abdusamad menuturkan, mulanya taji besi ini adalah alat dakwah di masa lalu.
“Jadi dari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, dia dakwah lewat ini dengan debus ini, maka itu mereka (orang-orang yang belum memeluk Islam) terus melihat, barakat Islam itu, sehingga dengan debus itu tikam pun tidak apa-apa,” kata Abdussamad.
Pertunjukan ratib rabana taji besi, diakuinya, tidak menentu. Bisa dilakukan kapan saja. Pada malam apapun semua tergantung dengan hajat atau niat para pelaksana. Lama jalannya ratib sendiri memakan waktu sekira tiga jam lebih.
ADVERTISEMENT
Ratib yang dilakukan ini pun bagian dari hajat Haul Sultan Nuku ke-214. 14 November 1805 silam, Sultan Tidore bergelar Sri Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Ma’bus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan ini berpulang pada usia 67 tahun.
Menariknya, usai ratib, para jemaah disajikan minuman yang disebut dengan sarabati. Minuman ini, kata Abdussamad, persis seperti minuman di tanah Arab.
“Air sarabat di sana minuman untuk ahlulbait-ahlulbait. Karena air itu rasa lemon, manis, jahe. Tapi di sini semua orang bisa minum,” jelasnya.
Ratib rabana taji besi berlangsung khidmat di Pendopo Kesultanan Tidore. Foto: Faris Bobero/cermat
Sekretaris Jenderal Garda Nuku, Budi Janglaha, kepada cermat, mengaku ratib rabana yang dibuat kali ini memang dimaksudkan untuk Sultan Nuku.
“Tapi sebelumnya sore tadi torang melakukan ziarah, bukan hanya untuk makam sultan Nuku, tapi juga untuk makam-makam para sultan yang ada di Tidore. Jadi torang hadiahkan (doa) untuk dorang (mereka) para sultan,” ucap Budi.
ADVERTISEMENT
Bagi Budi, Sultan Nuku adalah sosok yang sangat inspiratif bagi generasi Maluku Utara. Menurutnya, sultan yang disebut Jou Barakati atau yang berarti Tuan yang Diberkati ini, sangat humanis dan anti penindasan.
Ratib rabana taji besi ini diikuti puluhan jemaah. Foto: Faris Bobero/cermat
“Perjuangan beliau ini tidak serta merta lewat peperangan. Tapi juga diplomasi, komunikasi, bahkan revolusi Tidore pun dia tidak mau ada yang berdarah,” tuturnya.
Budi bilang, pihaknya hanya ingin mengangkat kembali spirit Sultan Nuku. Generasi hari ini, kata Budi, harus banyak belajar dari semangat Sultan Tidore ke-30 ini.
“Hari ini kita tidur enak dan menikmati, adalah salah satu buah dari perjuangan sultan Nuku, yang lebih banyak tidur di atas perahu kora-kora, lebih lama hidup di laut. Dan Nuku memang terkenal dengan ahli strategi perang maritim. Kita masih tidur enak, mungkin dia (Nuku) berselimut dengan ombak lautan,” kata Budi.
ADVERTISEMENT