Nelayan di Sangaji, Ternate, Gelar Aksi Tolak Proyek Reklamasi

Konten Media Partner
27 Januari 2020 13:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masyarakat pesisir atau nelayan di Sangaji, Ternate, menolak proyek reklamasi. Foto: Gustam Jambu/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Masyarakat pesisir atau nelayan di Sangaji, Ternate, menolak proyek reklamasi. Foto: Gustam Jambu/cermat
ADVERTISEMENT
Warga Kelurahan Sangaji, Ternate Utara, Ternate, Maluku Utara, pada Senin pagi (27/1) menggelar aksi unjuk rasa menolak proyek reklamasi yang dibuat sepanjang pesisir Sangaji.
ADVERTISEMENT
Puluhan warga ini menggelar aksi unjuk rasa tepat di jalan keluar-masuk kendaraan proyek reklamasi, yang berada di lingkungan RT 07 dan RT 08. Mereka menutup akses jalan dengan sebuah perahu.
Seorang warga, Saiful M Saleh, kepada awak media, mengaku selama proses pengerjaan berlangsung, pemerintah kota Ternate tidak pernah membangun komunikasi dengan pihak nelayan.
"Seharusnya proyek ini dibicarakan dengan masyarakat, terutama berkoordinasi dengan nelayan," ujar Saiful.
Saiful, mewakili nelayan dan pemuda, mendesak Wali Kota Ternate, Haji Burhan Abdurrahman, dan pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ternate untuk turun ke lokasi mengecek kondisi reklamasi dan mendengar langsung keluhan nelayan.
“Jadi, tuntutan masyarakat nelayan tambatan perahu atau pelabuhan khusus nelayan, seperti yang ada di Lelong, supaya bisa dibuat di sini (Sangaji) lagi,” ucapnya.
Area reklamasi di pesisir Sangaji, Ternate. Foto: Gustam Jambu/cermat
Ia bilang, bahkan proses pembuatan izin lingkungan tidak melibatkan nelayan dan pemuda secara keseluruhan. “Diam-diam alat langsung turun. Kalau melibatkan masyarakat nelayan, pasti tidak terjadi seperti ini,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan, sebelumnya pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Ternate bersama pemerintah kelurahan pernah turun ke lokasi dan berjanji akan membuat tambatan perahu untuk nelayan. Namun, hingga pengerjaan berlangsung, rencana membangun tambatan belum juga dipenuhi.
“Kita akan boikot jalan ini sampai besok (Selasa), sampai Wali Kota dan DPRD turun ke lokasi,” tegasnya.
Wali Kota Ternate, kata dia, melalui informasi yang diterimanya akan menemui warga pada Selasa besok (28/1). Pengamatan cermat di lokasi, kendati aksi sudah usai, namun warga tetap menutup akses jalan proyek. Tampak juga sebuah spanduk yang dipasang di sudut jalan bertuliskan "Masyarakat Pesisir Sangaji Tolak Reklamasi".
Menurut dia, selama tuntutan nelayan tidak dipenuhi, maka mereka akan tetap menggelar aksi menolak proyek reklamasi.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Lurah Sangaji, Suryani A Daraman, mengatakan, tidak benar kalau jalannya proyek reklamasi ini tanpa koordinasi dengan pihak nelayan. Mengenai tuntutan, ia berharap, agar warga sedikit bersabar dan mau mendengarkan penjelasan dari pemerintah Kota Ternate.
Warga gelar unjuk rasa menolak proyek reklamasi. Foto: Gustam Jambu/cermat
“Kami pernah bersama pihak Dinas PUPR Kota Ternate dan Babinsa setempat, sudah melakukan sosialisasi. Tapi, memang ada warga yang tak mengikuti,” jelasnya.
Terkait tambatan perahu, Suryani menjelaskan, akan dibangun setelah timbunan itu mencapai area kali mati di wilayah Toboleu. Ia bilang, sesuai dengan penjelasan pihak Dinas PUPR Kota Ternate, jika tambatan dibuat sebelum sampai di areal kali mati, maka kendaraan proyek akan sulit beraktivitas.
Kepala Dinas PUPR Ternate, Risval Budiyanto, saat ditemui di lokasi aksi unjuk rasa, menyebutkan bahwa aspirasi warga ini akan menjadi masukan bagi Pemerintah Kota Ternate, supaya proses pelaksanaan proyek yang menelan anggaran sekitar 29 miliar ini berjalan lancar.
ADVERTISEMENT
“Tentunya dalam melaksanakan reklamasi ini tidak akan mungkin melalaikan berbagai aspek-aspek terkait dengan persoalan-persoalan nelayan. Apa yang terjadi di Kalumata, di Sangaji, adalah masukan-masukan yang penting bagi pemerintah untuk kebaikan ke depan,” ucapnya.
Kadis PUPR, Risval Budiyanto (sedang berbicara) ditemani Camat Ternate Utara, Zulkifli. Foto: Gustam Jambu/cermat
Risval juga mengatakan bahwa izin lingkungan reklamasi ini dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Menurut dia, izin itu keluar karena sudah melibatkan masyarakat.
“Kan logikanya seperti itu, kita hanya pemrakarsa, dalam proses pemrakarsa ini, tentu kita wajib mengundang masyarakat yang terkena dampak, tadi disampaikan mereka juga tidak diundang, nanti kita bisa lihat dokumentasi-dokumentasi yang dipunyai oleh PUPR, sebagai pemrakarsa, itu ada semuanya. Nah, ini mungkin ada miskomunikasi,” jelasnya.
Mengenai tambatan perahu, pihaknya mengaku akan tetap mengakomodir. Ia bilang, sebenarnya tambatan ini sudah masuk dalam gambar reklamasi, sejak diprogramkan pada 2019. “Cuma itu masyarakat di sini kan tidak sabar dalam pelaksanaan, sehingga mau bersama-sama,” pungkas Risval.
ADVERTISEMENT