Pengalaman Turbulensi di Langit Makassar

Tim cermat
Cerita Maluku Utara | Partner Kumparan 1001 Media Online
Konten dari Pengguna
30 Januari 2019 18:02 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tim cermat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kota Makassar nampak dari atas udara setelah Pesawat Batik Air ID 6192 mengalami turbulensi. Foto: Faris Bobero
zoom-in-whitePerbesar
Kota Makassar nampak dari atas udara setelah Pesawat Batik Air ID 6192 mengalami turbulensi. Foto: Faris Bobero
ADVERTISEMENT
Awan tebal mulai nampak dari jendela ketika Maskapai Batik Air ID 6192 memasuki langit Makassar, sekira pukul 9 pagi dari Jakarta, Selasa 29 Januari 2019.
ADVERTISEMENT
Beberapa kali saya melihat keluar jendela, tampak pesawat berputar beberapa kali. Seperti mencari cela-jalan masuk melewati awan tebal.
Ketika pesawat masuk ke awan, kabin berbunyi dihantam barang-barang di dalamnya. Pesawat oleng. Penumpang tegang. Saat itu, saya duduk di kursi 26A, dekat jendela. Terus mengamati ke luar. Tak nampak langit. Goncangan datang bertubi-tubi saat badan pesawat menabrak awan. Pesawat seperti terlempar; kanan-kiri-atas bawah.
Azan terdengar pelan dikumandangkan penumpang yang duduk di kursi belakang saya. Handphone saya keluarkan dari saku. Saya merekam kejadian ini, meskipun dalam keadaan sedikit panik. Penumpang yang duduk di samping kanan saya terlihat menutup mata. Mulutnya seperti mengucapkan doa-doa tanpa suara. Tangannya memegang erat kursi. Satu penumpang di sebelah kanannya, yang sederet dengan saya, melafadzkan Qomat. Suaranya menggema. Menyemangati penumpang lain yang muslim untuk ikut berdoa. Jangan berhenti (berdoa). "Mudah-mudahan kita akan selamat,” teriak lelaki itu.
ADVERTISEMENT
Air mata saya tiba-tiba jatuh. Pikiran saya ke mana-mana. Namun lebih tertuju pada anak saya yang sedang berada di salah satu Rumah Sakit di Ternate. “Saya masih ingin bertemu dengan anak saya,” ucap saya dalam hati.
Beberapa menit kemudian, nampak Bandara Sultan Hasanudin. Pesawat tak lagi berguncang. Suara pramugari sudah terdengar dari mikrofon. Seperti biasa mengucapkan selamat telah sampai di Bandara. Ketika roda pesawat menyentuh landasan, penumpang tepuk tangan. Seakan memberi apresiasi pada pilot.
Salah satu penumpang perempuan memecahkan tangisnya, ketika pesawat mulai berhenti di apron bandara.
Di bandara, para penumpang transit saling bertanya kabar. Kabar dari beberapa orang dari Ternate bahwa, penerbangan dari Ternate aman. “Cuaca buruk ketika masuk Makassar,” kata salah satu penumpang dari Ternate.
ADVERTISEMENT
Tidak lama transit di Makassar, saya melanjutkan perjalanan ke Ternate. Beruntungnya, ketika naik pesawat, awan hitam di langit Makassar mulai hilang. Penerbangan ke Ternate mulus.
Pemandangan Kota Ternate dilihat dari atas udara. Foto: Faris Bobero
zoom-in-whitePerbesar
Pemandangan Kota Ternate dilihat dari atas udara. Foto: Faris Bobero
Saya duduk di dekat jendela pesawat Batik Air ID 6193B mengabadikan gambar dari atas udara ketika masuk Ternate. Tiba di Bandara Sultan Babullah, saya tidak langsung pulang. Saya menuju ke rumah sakit menjenguk anak saya, Almira Geminastiti. Ia baru memasuki usia ketiga pada satu Januari 2019. Ini kali kedua ia masuk Rumah Sakit akibat demam tinggi hingga kejang-kejang.
Sebelumya, jadwal balik saya ke Ternate pada 30 Januari 2019 setelah mengikuti pembekalan pada program Kumparan 1001 Start-Up Media Online. Kami dari 37 orang dibekali pengetahuan mengembangkan media di daerah, selama empat hari, 22-26 Januari di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Saat itu, saya berniat tinggal beberapa hari lagi di Jakarta, untuk membuat kaos media komunitas yang saya kembangkan di daerah setelah beberapa hari mengunjungi kantor Kumparan, melihat dan banyak bertanya untuk bekal saya kembali ke Ternate.
Pada 27 Januari, saya ke Bandung, mengunjungi beberapa kerabat untuk kepentingan mencetak kaos media komunitas. Esoknya pada 28 Januari, Sekira pukul 16.50, istri saya telpon. Ia menangis. “Ayah.. Gie tidak sadar diri. Busa keluar dari mulut,” kata Istri saya. Tangisnya kian menjadi. Itu di dalam mobil penumpang. Yang membawa Gie, sapaan anak saya ke Rumah Sakit. Saya berusaha menguatkan istri saya.
“Ayah, usahakan (cari tiket) pulang cepat,” ujar istri saya. Saya memberanikan diri menelpon Kepala Kolaborasi Kumparan Dhini Hidayati, menyampaikan bahwa anak saya sakit. Jika bisa, saya minta bantuan untuk tiket balik ke Ternate dipercepat. Dhini mengarahkan saya ke Audrey Marianne, yang selalu menangani tiket peserta.
ADVERTISEMENT
Hari itu juga, Mba Aurey memesan tiket keberangkatan saya balik ke Ternate pada 29 Januari 2019, melalui Bandara Soekarno-Hatta pada pukul 05.05.
Saya berangkat dari Bandung-Jakarta pada pukul 19.05 WIB. Setelah turun dari Stasiun Gambir. Saya langsung menuju ke Bandara.
Penulis : Faris Bobero