Soal Pajak Lapangan Golf dan Sarang Burung Walet, Ini Penjelasan Pemkot Ternate
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketua Fraksi Golkar Anas U. Malik dalam agenda pandangan umum terhadap dua Ranperda mengapresiasi atas diajukannya Ranperda itu. Sebab menurutnya, pengaturan pajak daerah yang disatukan dari semua jenis pajak ke dalam satu Perda sudah sangat diperlukan.
"Mengingat pajak daerah merupakan potensi yang bersifat kontributif untuk dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)," ucap Anas, Selasa (3/11).
Selain itu, kata dia, pajak daerah juga merupakan kewenangan atributif suatu daerah yang bersifat keharusan untuk dilaksanakan dan regulasi pelaksanaannya wajib dituangkan dalam bentuk Perda. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Namun Fraksi Golkar juga menuntut penjelasan dari Pemerintah Kota Ternate tentang jenis pajak sarang burung walet yang terdapat dalam Ranperda tersebut.
ADVERTISEMENT
"Fraksi Golkar meminta penjelasan, apakah sudah ada pengelolaan sarang burung walet di Kota Ternate, karena jenis (pajak) ini hanya bisa dipungut jika izin bangunan dan izin usaha terpenuhi," jelasnya.
Alasan lainnya, bahwa Perda tentang izin dan pengelolaan sarang burung walet belum dimiliki Pemkot Ternate.
Selain itu, Fraksi Golkar juga mempertanyakan ihwal lapangan permainan golf yang juga tercantum di dalam objek pajak, tepatnya di pasal 13 ayat 3 huruf g. Padahal, sampai saat ini Kota Ternate tak memiliki lapangan golf.
"Fraksi kami meminta penjelasan, apakah sudah ada rencana untuk membuat lapangan golf di Kota Ternate?" tanya Anas.
Sementara Sekretaris Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Kota Ternate Jufri Ali mengatakan bahwa sebuah perda dibuat untuk jangka panjang, sehingga apabila objek tersebut dibuat maka tak perlu adanya perubahan Perda.
ADVERTISEMENT
"Objek tersebut dicantumkan hanya bertujuan mengantisipasi apabila potensinya ada, jadi sifatnya mutatis mutandis," kata Jufri.
Menyangkut dugaan adanya salin tempel dalam Ranperda tersebut, Jufri mengakui bahwa pembuatan Perda memang mesti disalin-tempel dari Undang-Undang. Sebab, kata dia, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan dasar atau rujukan untuk membuat perda pajak.
"Agar substansinya tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi," tandasnya.