Yolius dan Keluarga Alami Teror Usai Perkarakan Oknum Anggota Polres Halut

Konten Media Partner
25 Oktober 2022 10:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Puluhan massa yang tergabung dalam gerakan mahasiswa pemerhati sosial menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Maluku Utara. Foto: Samsul Hi. Laijou/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Puluhan massa yang tergabung dalam gerakan mahasiswa pemerhati sosial menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Maluku Utara. Foto: Samsul Hi. Laijou/cermat
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Yolius Yatu beserta orang tuanya diduga mengalami teror dan intimidasi setelah mengajukan laporan ke Polda Maluku Utara beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Yolius adalah korban dugaan penyiksaan oknum anggota Polres Halmahera Utara, usai mengunggah foto polisi memegang anjing pelacak disertai caption.
Sekretaris LBH Marimoi, Fahrizal Dirhan, mengatakan rangkaian teror dan intimidasi terhadap korban bermula pada Selasa (27/9).
"Saat itu ada dua nomor tidak dikenal menghubungi korban," ucap Fahrizal dalam keterangan tertulis kepada cermat, Selasa (25/10).
Nomor pertama yang menghubungi korban mengaku dari institusi kepolisian, kemudian berprofesi sebagai pengacara, lalu selaku Sultan Loloda.
"Dalam percakapan lewat telepon, korban diminta segera mencabut laporan pidana yang telah dibuat di Polda Malut," ungkapnya.
Bahkan, korban sempat dihina dengan kata "orang bodoh" karena tidak mau difasilitasi untuk menyelesaikan masalah melalui jalan damai.
Lalu, nomor kedua yang mengaku sebagai anggota Polres Halut menjelaskan mengenai proses penyelesaian perkara, melalui mekanisme restorative justice.
ADVERTISEMENT
Pada Rabu (28/9), tiga orang yang mengaku sebagai pejabat di Kabupaten Halmahera Barat mendatangi kediaman orang tua korban di Laba Besar.
"Mereka menawarkan penyelesaian kasus dengan jalan kekeluargaan. Tapi orang tua korban dengan tegas menolak tawaran damai," tandas Fahrizal.
Pada Kamis (6/10), orang tua korban dijemput dua orang tak dikenal yang mengaku sebagai pegawai Kecamatan Kao, serta orang tua salah satu terduga pelaku penyiksaan berinsial FK.
"Mereka menggunakan mobil merek Avanza putih menuju Tobelo. Tiba di Tobelo, orang tua korban dipaksa menyelesaikan kasus melalui jalan damai," terangnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun LBH Marimoi, dalam sehari, Jumat (7/10), kediaman korban dikunjungi orang yang mengaku keluarga pelaku setidaknya 6 kali.
"Mereka menyampaikan apabila anak-anak mereka dipecat dari kepolisian, maka keluarga besar pelaku tidak akan tinggal diam, dan mengancam keselamatan korban," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Keesokan harinya, Sabtu (8/10), sekelompok orang datang ke rumah salah satu keluarga korban di Kecamatan Kao Barat, dan melakukan pengancaman.
Mereka menyatakan korban dapat dilaporkan balik oleh Kepolisian dan keluarga pelaku, dengan tuduhan pencemaran nama baik apabila korban tidak mencabut laporan.
"Selain itu, mereka juga menyampaikan ancaman berupa adanya risiko drop out dari kampus bila korban terus melanjutkan laporan," ujarnya.
Staf Divisi Hukum KontraS, Abimanyu Septiadji, menambahkan rangkaian tindakan intimidasi ini menimbulkan rasa trauma mendalam bagi korban dan keluarganya.
Menurutnya, rentetan aksi teror tersebut merupakan bentuk desakan untuk menyelesaikan peristiwa pidana melalui jalan damai atau kekeluargaan.
"Jalan penyelesaian semacam ini tentu hanya akan menciptakan impunitas dan membuat pelaku bebas dari jerat pertanggungjawaban hukum," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Ia mengaku fenomena seperti ini dalam kasus pidana yang melibatkan aparat kepolisian sebagai aktor pelaku kejahatan, sering ditemukan dalam berbagai kasus.
"Beberapa di antaranya misalnya kasus penyiksaan hingga mengakibatkan meninggalnya Alm Hermanto di Lubuklinggau, dan kasus Alm Henry Bakari di Batam," ujarnya.
Dalam perkara ini, LBH Marimoi dan KontraS menyoroti proses hukum yang terkesan lamban sejak laporan dibuat pada Selasa (27/9).
"Hingga saat ini kami belum melihat perkembangan yang signifikan atas tindak lanjut dari laporan pidana tersebut," katanya.
Padahal, sambung Abimanyu, melalui berbagai alat bukti yang ada, terdapat bukti yang cukup untuk menindaklanjuti pelaporan tersebut.
"Para terduga pelaku seharusnya segera ditetapkan sebagai tersangka dan melimpahkan ke pihak Kejaksaan untuk segera disidangkan," tandasnya.
ADVERTISEMENT
KontraS, kata Abimanyu, mendesak Kapolda Malut memerintahkan jajarannya untuk secara cepat menyelesaikan proses penyidikan terhadap terduga pelaku.
"Kemudian dilimpahkan ke pihak Kejaksaan agar dapat segera dituntut dan diadili melalui mekanisme peradilan pidana," tandasnya.
Di samping itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diminta proaktif melakukan upaya perlindungan agar terjamin keselamatan dan keamanan.
Baik korban, keluarga korban, hingga para saksi dari berbagai bentuk serangan, intimidasi, dan teror selama proses hukum berjalan.
"Baik secara fisik maupun psikis sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban," pungkasnya.