Bagaimana Aku Berdamai dengan Si Bos Galak Ini

Konten dari Pengguna
8 November 2018 17:02 WIB
comment
24
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Chairunnisa Diya Silmi Fadjar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi menyakiti orang lain (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menyakiti orang lain (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Maret 2018, di sebuah wawancara kerja. Aku berhadapan dengan sesosok laki-laki berbadan tinggi, tegap, dan berambut jabrik. Bicaranya cepat, sering ngegas, pokoknya pembawaan orang ini songong banget.
ADVERTISEMENT
Kira-kira selama setengah jam itu, aku merasa terintimidasi. Memang, bekerja di perusahaan media online adalah mimpiku. Namun, bekerja dengan orang galak dan nyebelin seperti ini, entah bakal seperti apa.
Tapi, bukan Cia namanya kalau menyerah. Seperti kata Reza Chandika: HADAPI. BERANI. JANGAN LARI.
***
Hari pertama.
Ya. Hari pertama sudah kena omelnya. "Kamu ke mana aja sih. Kan aku udah bilang, aku gak suka orang yang datang telat!" begitu kata dia.
Padahal aku datang jam 09.30 WIB, setengah jam lebih awal dari "jam kerja yang diinformasikan HR." Tapi menurutnya, jam itu terlalu siang. Gara-gara diomeli, hari pertama ini jadi sungguh-sungguh melelahkan.
Itu belum seberapa. Dalam dua bulan pertama, banyak kalimat menyakitkan darinya yang aku dengar, terutama kepada teman-temanku di Tim Editor.
ADVERTISEMENT
"Judul jelek, logika berantakan, lewah, gimana sih????????????????? Siapa ini yang ngedit????????????????"
(Ya, dengan tanda tanya sebanyak itu)
Pernah suatu ketika, temanku diomeli di grup sampai panjang banget dan ada kalimat ini: "Berkali-kali diajari, masih aja salah. Kamu sengaja bikin aku emosi??????????????????"
Pokoknya, kalau ada satu orang salah tulis, yang kena semprot semuanya.
Jika dia bertanya, "Cia, di mana?" dan tidak aku balas dalam 10 detik, maka ia akan mengirimkan pesan ini sebanyak-banyaknya:
"????????????????????????"
Stres. Kasihan. Itu perasaanku untuk diriku dan teman-temanku.
***
Tapi aku tahu. Teman-temanku juga tahu. Omelannya itu cuma gertakan sambal (meskipun sering sampai bikin kami nangis). Dia cuma ingin timnya jadi yang terbaik.
Tampilan dia memang seperti preman, tapi sesungguhnya hatinya "Hello Kitty".
ADVERTISEMENT
***
Tujuh bulan bekerja dengannya membuatku terbiasa dengan kata-kata itu. Bahkan, kalau ia tidak ngomel, kadang aku merasa seperti ada yang kurang.
Mungkin kata-kata itu yang akan aku rindukan jika aku tidak lagi bekerja dengannya. (oh iya.. kata-katanya bisa ngalahin alarm tidurku loh, karena setiap pagi aku masih takut berangkat kesiangan--sungguh amat sakti)
Kalau kalian tanya, bagaimana aku bisa ‘berdamai’ dengan bosku ini, maka jawabannya adalah:
1. Introspeksi
Mulai dari diri sendiri. Apa yang kita lakukan sehingga membuat bos kita marah? Perbaiki itu.
2. Mengerti
Pahami kepribadian bos kita. Terima saja apa adanya, dan yakin di balik sifat jeleknya, ia pasti memiliki sifat baik. Kalau sudah begini, maka lanjut ke poin selanjutnya.
ADVERTISEMENT
3. Sabar
Bagiku, sabar tidak akan mengkhianati hasil. Dulu aku merasa hubungan aku dan si bos ini hanyalah "bos dan bawahannya". But now, we are friends.
4. Jangan takut
Takutlah hanya pada Tuhan.
Semoga ceritaku menginspirasi kalian, ya, sehingga hubungan kamu dengan bosmu berakhir sepertiku.
- Cia