Bupati Nonaktif Banyuasin Divonis 6 Tahun, Hak Politik Dicabut 3 Tahun

23 Maret 2017 17:18 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian (Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
Bupati nonaktif Banyuasin Yan Anton Ferdian divonis hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider satu bulan kurungan. Sedangkan empat terdakwa lainnya masing-masing divonis 4 tahun.
ADVERTISEMENT
Vonis dijatuhkan  oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (23/3), seperti dilansir Antara.
Putusan majelis hakim terhadap Yan Anton lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK Roy Riadi yang menjerat dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan.
Majelis hakim menyatakan terdakwa Yan Anton terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 jonto Pasal 55 ayat 1.
Selain itu, majelis hakim juga mencabut hak politik Yan Anton selama tiga tahun setelah menyelesaikan masa hukuman atau lebih ringan dua tahun dari tuntutan jaksa.
ADVERTISEMENT
4 Terdakwa Divonis 4 Tahun
Eks Kadisdik Banyuasin Umar Usman (Foto: Nova Wahyudi/ANTARA)
Dalam kasus serupa, empat terdakwa lain juga menjalani sidang pembacaan vonis hari ini. Umar Usman, mantan Kadis Pendidikan Banyuasin divonis empat tahun penjara denda Rp 200 miliar subsider satu bulan kurungan.
Vonis sama halnya dengan hukuman yang diberikan pada tiga terdakwa lainnya, yaitu Rustami (Kasubag Rumah Tangga Pemkab Banyuasin), Sutaryo (Kasi Pengembangan Mutu Pendidikan Kadis Pendidikan Banyuasin), dan Kirman (Direktur CV Adi Sai).
Pengusaha Zulfikar Muharrami dalam sidang sebelumnya telah divonis hakim Pengadilan Tipikor Palembang hukuman 1,5 tahun penjara setelah terbukti menyediakan dana untuk menyuap Bupati Yan Anton.
Awal Mula Kasus
Bupati Banyuasin nonaktif (kiri) (Foto: Nova Wahyudi/ANTARA)
Yan Anton dimajukan ke persidangan setelah ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan KPK pada 4 September 2016 saat menerima suap dari Zulfikar dengan perantara Kirman. Saat itu Yan Anton menerima bukti setor pelunasan ONH Plus atas nama dirinya dan istri senilai Rp 531 juta.
ADVERTISEMENT
Dalam persidangan terungkap bahwa Yan Anton kerap menerima gratifikasi atas proyek pemerintah yang diberikan ke sejumlah pengusaha.
Para bawahaan diperintahkan untuk menghubungi sejumlah pengusaha rekanan pemerintah untuk mencarikan dana kepentingan pribadi bupati.
Para pengusaha yang telah memberikan ijon ke bupati ini nantinya akan mendapatkan imbal berupa proyek pada tahun anggaran mendatang. Kegiatan korupsi ini telah berlangsung lama, dan berdasarkan fakta dipersidangan telah berlangsung sejak 2012.
Menerima dan Pikir-pikir
Atas putusan hakim ini, terdakwa Yan Anton menyatakan menyatakan menerima, sementara sebaliknya JPU menyatakan pikir-pikir.
"Saya menerima dan akan menjalani hukuman ini," kata Yan Anton yang dicegat wartawan saat keluar dari ruang sidang.