Banyak kisah tersohor tentang penerima beasiswa di Indonesia masa kolonial. Orang yang paling awal terkenal barangkali adalah Raden Saleh Syarif Bustaman (sekitar 1811–1880) yang pergi ke Eropa sejak 1829 hingga 1851. Seperti julukan yang tertulis dalam "Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda," 1600–1950 (2008:12), ia adalah pelukis tersohor di kalangan aristokrat dan keluarga kerajaan-kerajaan Eropa, seorang “pelukis raja”.
Di samping itu, ada pula kisah yang menggugah tentang lempar-melempar jatah beasiswa antara Raden Ajeng (kemudian Raden Ayu) Kartini (1879–1904) dan tokoh Islam terkenal Sumatra Barat, Haji Agus Salim (1884–1954). Mungkin agak lebih tidak diketahui umum tentang sederet tokoh-tokoh nasionalis pada permulaan gerakan bangun kebangsaan yang menerima beasiswa dari pemerintah kolonial untuk bersekolah di Jawa.
Dalam deretan ini, kita dapat menyebut nama Amir Syarifuddin dan Muhammad Yamin yang disekolahkan di Sekolah Tinggi Hukum Batavia (Rechtshoogeschool te Batavia), Cipto Mangunkusumo dan Sutomo yang disekolahkan di Sekolah Kedokteran Bumiputera di Batavia (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen), dan pada tingkat yang lebih awal, Muhammad Natsir yang diberi beasiswa ke HBS Bandung.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814