Cinema Poetica 5

Gulat Identitas Cina di Sinema Indonesia

Cinema Poetica
CINEMA POETICA adalah kolektif kritikus, jurnalis, peneliti, dan pegiat film yang berfokus pada produksi dan distribusi pengetahuan sinema bagi publik.
31 Desember 2021 16:52 WIB
·
waktu baca 15 menit
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
“Kita tidak bisa memilih bagaimana kita dilahirkan.”
Pernyataan semacam ini gamblang kebenarannya sampai tidak perlu diucapkan (“truisme”, istilah kerennya). Namun, jika sudah demikian jelas, mengapa ia bisa muncul sebagai penegasan dalam kondisi-kondisi tertentu? Terlebih lagi, ia muncul sebagai adegan pembuka di Ngenest (2015) dan A Man Called Ahok (2018), dua film yang menampilkan perjalanan protagonis beretnis Cina mencari posisinya di masyarakat.
(Iya, Cina, bukan Tionghoa. Kenapa? Karena saya Cina. Jadi ya suka-suka saya.)
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
check
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
check
Bebas iklan mengganggu
check
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
check
Gratis akses ke event spesial kumparan
check
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten