Aku Menantikan Kematian Temanku agar Bisa Bersama Istrinya

Cinta dan Rahasia
Mulailah membaca dengan Bismillah, akhiri dengan Istighfar. Kisah didramatisir dari kisah nyata.
Konten dari Pengguna
27 Mei 2020 13:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok. Pixabay.com/pasja1000
zoom-in-whitePerbesar
Dok. Pixabay.com/pasja1000
ADVERTISEMENT
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
Sudah 10 tahun aku menyesali apa yang kulakukan pada satu-satunya sahabat yang kumiliki. Aku dan Ben sudah bersahabat sejak kuliah karena kami menduduki fakultas bahkan kelas yang sama. Dua tahun setelah lulus kuliah, kami sama-sama mencari pekerjaan dan beruntungnya Ben lebih dulu mendapatkan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Tiga bulan setelahnya barulah aku yang mendapat pekerjaan. Setelah bekerja, kami menjadi sama-sama tahu bagaimana kesulitan hidup yang sesungguhnya. Kami sering menghabiskan malam di kafe atau klub hanya untuk membicarakan masalah kehidupan sampai percintaan.
Di dalam percintaan, aku justru lebih unggul darinya meski dari segi fisik jelas kami memiliki tipikal wajah yang berbeda. Jika aku sudah sering gonta-ganti wanita, justru Ben tidak pernah mengenalkan satu wanita pun padaku. Ia hanya fokus bekerja dan mengejar kariernya, jika ditanya soal wanita ia akan menjawab “Kalau sudah sukses, wanita mana yang enggak mau sama gue?”
Biasanya aku hanya mengiyakan kata-katanya sambil berlalu begitu saja. Hampir lima tahun kami bekerja dan akhirnya aku memutuskan untuk menikahi pacar terakhirku. Kami sudah menjalin hubungan hampir dua tahun dan orang tuanya sudah memaksaku untuk menikahinya.
ADVERTISEMENT
Ben datang ke pernikahan kami tanpa wanita di sisinya. Sering kali Ben ditawarkan wanita oleh teman-temanku tetapi ia tetap pada pendiriannya. Tiga tahun menikah, aku semakin mengetahui sifat asli istriku yang membuatku tidak betah berada di rumah.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan istriku tetapi rasanya aku sudah bosan jika setiap hari harus melihat wajahnya. Meski dia selalu berusaha memenuhi kebutuhanku, aku tidak pernah menghargai usahanya. Aku mulai mencari wanita lain yang lebih muda dan cantik dari istriku.
Saat aku dan teman-teman kantorku berada di klub, aku bertemu dengan seorang wanita bernama Jess. Dia sangat cantik dan kuyakin sangat populer di kalangan teman-teman wanitanya. Dia tinggi, putih, rambutnya ikal sebahu, dan sangat ceria. Sejak itu kami bertukar nomor kontak bahkan memutuskan untuk tinggal bersama di apartemennya.
ADVERTISEMENT
Setiap hari aku selalu menyempatkan diri berada di apartemen Jess usai pulang kantor. Aku mengabaikan beragam pesan dan telepon dari istriku, terlebih ketika aku menginap di apartemen Jess, aku akan mematikan ponsel dan membiarkannya menerka-nerka keberadaanku.
Hanya Ben yang tahu soal Jess dan aku tidak pernah mempertemukan mereka berdua. Aku tidak percaya jika Ben akan mengkhianatiku, tetapi aku tidak mempercayai Jess. Dia bisa saja lebih menyukai Ben dan meninggalkanku.
Dua tahun perselingkuhanku dengan Jess tidak diketahui oleh istriku. Suatu hari Jess memintaku untuk bercerai dan aku terlalu takut untuk melakukannya. Setelah Jess mengatakan hal itu, aku bertemu dengan Ben dan menceritakan apa yang baru saja terjadi. “Kalo kamu memang mencintai Jess, kayaknya kamu memang harus bercerai. Jangan biarkan istri kamu menderita terlalu lama” sarannya.
ADVERTISEMENT
Selama satu bulan kuabaikan permintaan Jess dan akhirnya dia meninggalkanku. Kepergian Jess membuat aku tersadar kalau sebenarnya aku benar-benar mencintainya dan menyesal tidak menceraikan istriku saat ia memintanya. Berkali-kali aku mencoba mencari tetapi tidak pernah sekalipun bertemu dengannya.
Sikapku kepada istriku semakin hari semakin memburuk, aku mulai bersikap dingin dan mengabaikan apa pun yang coba ia lakukan padaku. Setiap hari yang ada dipikiranku hanya Jess dan tidak pernah sekalipun menatap ke arah istriku lagi.
Dua tahun berlalu, Ben mengabariku kalau malam itu dia akan memperkenalkan mempelai wanitanya padaku. Untuk pertama kalinya aku sangat senang karena akhirnya sahabatku tidak menjadi bujang lapuk selamanya. Kami bertemu di sebuah bar bersama dengan teman-temanku dan betapa terkejutnya aku kalau yang dibawa oleh Ben adalah orang yang selama ini aku cari.
ADVERTISEMENT
Mereka tidak pernah kupertemukan tetapi ternyata takdir mempertemukan mereka. Tak ada satupun baik aku atau Jess yang mengatakan kalau kami pernah berkencan. Dia bahkan tidak mau melihat ke arahku dan terlihat sangat bahagia dipelukan Ben.
Aku sangat yakin kalau Jess masih menyimpan rasa untukku tetapi aku juga tidak bisa merebutnya dari sahabatku sendiri. Pernikahan mereka berlangsung lancar dan seperti apa yang diharapkan oleh Jess. Tiga tahun berlalu, aku memutuskan untuk tidak pernah bertemu dengan istri dari sahabatku itu.
Setiap kali bertemu dengan Jess, malamnya aku selalu marah dan kesal membayangkan apa yang dia lakukan bersama Ben. Aku semakin jengkel dan menjadi temperamental saat membayangkan itu semua. Ketika aku mulai bertingkah seperti itu, lagi-lagi yang kujadikan sasaran adalah istriku.
ADVERTISEMENT
Ia selalu kumarahi tentang apa pun meski dia tidak salah. Di mataku apa yang ia kerjakan itu tidak sesuai dengan harapanku dan kehadirannya tidak pernah membuatku bahagia. Suatu hari Ben memintaku untuk menemuinya di rumah sakit yang tak jauh dari kantornya.
Aku melihatnya sudah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Selama dua tahun pernikahan, tak sekalipun Ben memberitahukan penyakitnya padaku ataupun Jess. Ben mengidap kanker otak stadium akhir dan usianya sudah divonis oleh dokter, hanya dua bulan.
Ben meminta padaku untuk menjaga istrinya apa pun yang terjadi jika dia sudah tidak ada. “Dengan senang hati” pikirku, entah mengapa aku sangat bahagia dengan berita sedih itu. Tak seharusnya aku merasa seperti itu tetapi rasa rinduku pada Jess sudah tidak terbendung lagi.
ADVERTISEMENT
Aku meminta Jess untuk datang ke rumah sakit menemui Ben, aku melihatnya menangis di samping ranjang Ben. Jess berusaha menyemangati Ben dengan penuh perhatian, aku cukup iri sebenarnya dengan perlakuan dia yang seperti itu.
Keesokan harinya, aku kembali menemui Ben di rumah sakit tetapi bukan untuk bertemu dengannya melainkan Jess. Dia terlihat begitu sedih sambil menatap Ben tertidur di ranjangnya, selama aku di sana tak sekalipun ia menatap atau mengajakku mengobrol. Dia terlihat sibuk meratapi Ben yang terkapar di ranjangnya.
Dua hari kemudian aku mendapat kabar kalau Ben meninggal dunia, hatiku sangat senang karena dengan begitu aku bisa kembali ke pelukan Jess. Berselang satu bulan, aku menceraikan istriku dan membawa semua barang-barangku ke rumah yang ditinggali oleh Jess.
ADVERTISEMENT
Aku membiarkan rumahku dimiliki oleh mantan istriku, tetapi aku sangat terkejut ketika melihat rumah yang ditinggali oleh Jess berlabelkan “dijual.” Aku bertanya kepada tetangga di sekitar rumahnya dan mereka mengatakan kalau Jess pindah ke kota lain. Mereka tidak memberitahu di kota mana Jess tinggal, kupikir setelah kepergian Ben, aku akan bisa kembali pada Jess.
Ternyata cinta Jess kepada Ben bukan seperti cintanya kepadaku. Sekarang aku tidak hanya kehilangan wanita yang kucintai tetapi juga sahabat yang selama ini menemaniku dalam suka dan duka. Tidak ada lagi teman yang bisa seperti Ben dan tidak ada lagi wanita yang bisa memenuhi kebutuhanku.