Aku Menikahi Duda Satu Paket dengan Mantan Istrinya

Cinta dan Rahasia
Mulailah membaca dengan Bismillah, akhiri dengan Istighfar. Kisah didramatisir dari kisah nyata.
Konten dari Pengguna
30 September 2020 19:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok. Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Dok. Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
Choi Lek dan aku bertemu beberapa bulan setelah dia berpisah dengan mantan istrinya. Pertemuan tidak disengaja itu ternyata membuka mataku untuk melihat lelaki yang selama ini kucari. Kami berkomunikasi, bertukar cerita tentang kehidupan, percintaan, mimpi, dan segalanya.
ADVERTISEMENT
Semua terasa sangat menyenangkan bersama Choi Lek, meski dia tidak pernah memberitahuku alasan dia berpisah. Aku pun sengaja tak membahasnya, tak mau membuka luka lama yang mungkin sudah berhasil ia sembuhkan. Hal yang kutahu adalah mantan istri tinggal bersama anak laki-laki semata wayangnya.
Selama bersamaku, Choi selalu memuji kalau aku adalah wanita normal. "Pernikahanku adalah sebuah kesalahan dan aku senang kamu itu wanita yang normal" pujinya berulang kali. Namun, Choi tetap menjalin komunikasi dengan, Salma, mantan istrinya.
Salma selalu menghubungi Choi kapan pun dan di mana pun bahkan ketika bersamaku. Sebenarnya aku jengkel tetapi Choi berusaha menenangkan aku kalau hubungannya dengan Salma hanya sebatas orang tua bagi anak mereka. Aku pun berusaha mengerti tetapi Salma benar-benar menguji kesabaranku.
ADVERTISEMENT
"Kenapa Salma selalu menghubungi kamu setiap hari? Kamu sudah jadi milikku!" Ungkapku kesal, "sabar sayang, dia hanya kesepian dan kami punya anak yang harus dibesarkan bersama" jawabnya. Aku kira semua akan berubah ketika pernikahan yang kami rencanakan selama ini sudah terjadi.
Aku kira, Salma akan berhenti menghubungi suamiku tetapi sikapnya malah semakin menjadi-jadi. Terlebih ketika aku sedang mengandung anak kami, Choi tidak pernah meluangkan waktunya untuk sekadar mendukungku. Salma selalu bertingkah untuk merebut semua perhatian suamiku.
Ketika esok hari aku harus pergi untuk ke dokter untuk mengontrol bayi kami, Choi memilih pergi menjemput Salma di bar dan tidak kembali. "Maaf sayang, aku harus menjemput Salma di bar. Dia sangat mabuk, dia sedih karena perceraian kami" ucapnya sebelum aku melihat pintu di depan wajahku tertutup. Ia setengah berlari menuju mobilnya kemudian mengemudikannya cukup cepat dan menghilang di balik gelap malam.
ADVERTISEMENT
Malam itu aku sangat sedih dan berharap Choi dapat pergi menemui bayi kami bersama. Namun nyatanya, malam itu ia tidak kembali dan hanya sebuah pesan yang masuk ke dalam ponselku. "Maaf sayang, Salma benar-benar kacau. Aku harus ada di sini menjaga anakku." Setelah membaca pesan, ponsel itu kulempar hingga terbentur lantai dan aku membungkam tangisku dengan bantal.
Aku menangis hingga akhirnya tertidur pulas, entah sejak kapan. Sampai aku terbangun karena rasa sakit yang berkecamuk di dalam perutku. Aku berusaha menghubungi Choi tapi tetap tidak ada jawaban hingga kuputuskan untuk menghubungi ambulans.
Sesampainya di rumah sakit, aku menjalankan banyak tes laboratorium dan mendapat jawaban mengejutkan tentang anakku, tepatnya anak kami. "Anak Anda akan terlahir tidak normal, dia akan memiliki penyakit bawaan sejak lahir" ucap salah satu dokter. Aku menangis karena tidak menyangka kalau ini akan menimpa pada anakku.
ADVERTISEMENT
Di malam yang sama, aku diberitahu akan melakukan operasi untuk melahirkan anakku. Setelah aku melahirkan, aku baru melihat Choi berada di samping tempat tidur, ia tertunduk sambil memegangi erat tanganku. Aku tidak bisa bergerak, efek obat bius yang masih menyarang di badanku tetapi aku bisa menggerakkan beberapa jari tanganku.
Choi terkesiap dan melihat ke arahku, "aku tidak akan pernah memaafkan diriku karena telah meninggalkan kamu sendiri" ucapnya. Aku menangis di dalam pelukannya dan meluapkan apa yang kurasakan tentang anak kami. Ia pun berusaha menenangkan dan ingin memperjuangkan anak perempuan kami bersama-sama.
Aku terpaksa keluar dari pekerjaanku untuk merawat anak kami dan sejak saat itu kami selalu kehabisan uang. Aku rutin membawa anak kami ke dokter untuk melakukan terapi dan beragam perawatan lainnya, sepulang dari sana aku mengajak Choi berdiskusi tentang itu.
ADVERTISEMENT
"Dokter bilang anak kita memiliki kesempatan sembuh hanya saja kita membutuhkan uang $50.000" ungkapku membuka pembicaraan. Mendengar kalimat yang terlontar dari mulutku, ekspresi wajah Choi berubah drastis "kamu gila! Bagaimana caranya aku mendapatkan uang sebanyak itu?" Balasnya. Aku merasa bersalah karena telah mengutarakan keinginanku, sepertinya kesehatan anak kami bukan masalah besar untuk Choi.
Diskusi malam itu berakhir begitu saja, aku tak lagi membahas tentang perawatan mahal yang harus dijalani oleh anak kami agar bisa kembali sehat. Suatu hari sepulang terapi dari rumah sakit, aku membawa anak kami berjalan-jalan sebentar di taman. Namun siapa yang menyangka, kalau keputusan itu akan mengungkap sesuatu.
Aku bertemu dengan Salma dan anak mereka, anak itu memegang gadget terbaru yang saat itu sedang hits di kalangan anak muda. Sedangkan Salma, ia menggunakan pakaian mewah dan beberapa perhiasan. Ketika melihatku sedang terduduk di salah satu taman, ia bergegas menghampiri "Hai, apa kabar?" Tanyanya basa-basi, "baik, kamu apa kabar?" Tanyaku kembali dengan raut wajah yang sudah tidak bisa menyembunyikan betapa jengkelnya hatiku. "Baik, Choi ayah yang baik ya. Lihat apa yang sudah dia beli untuk anak kami" balasnya.
ADVERTISEMENT
Sekarang aku mengerti mengapa Salma menghampiriku dan mengatakan hal itu. Semuanya begitu masuk akal untukku, mengapa Choi terlihat sangat keberatan untuk membayar biaya perawatan anak kami. Sesampainya di rumah, aku melihat Choi sedang menyantap setangkup roti dengan selai.
"Kamu membeli barang tidak berguna di saat anak perempuanmu membutuhkan banyak uang untuk kembali sehat!" Ucapku sambil menahan emosi agar tidak membangunkan anak kami yang baru saja tertidur. Tetapi Choi tidak menjawab pertanyaanku dengan baik "Salma bilang aku bertanggung jawab pada mereka."
Saat itu aku merasa mungkin aku memang bereaksi berlebihan, mungkin memang sudah seharusnya seperti itu. Namun Salma semakin membuat Choi jauh dariku, suamiku mulai membantu mantan istrinya untuk menguji kesabaranku.
ADVERTISEMENT
Suatu hari aku melihat Choi mengepak beberapa baju dan memasukkannya ke dalam koper. "Kamu mau ke mana?" Tanyaku, "Salma bilang anak kami sedang dalam masalah dan aku memutuskan untuk aku, Salma, dan anak kami melakukan trip bersama" jawabnya. Mendengar alasannya, otakku seakan mendidih dan tidak terima "choose me or lose me! Aku bukan rencana cadanganmu dan sudah pasti bukan pilihan kedua" ucapku.
Wajah Choi memucat dan ia terlihat berpikir keras sampai akhirnya "aku butuh waktu untuk berpikir" jawabnya sambil menarik tuas tas yang tak jauh dari tangannya. Saat Choi pergi, aku menarik semua uang dalam rekeningnya untuk membiayai perawatan anak kami. Sebanyak apa pun yang sudah kukeluarkan untuk anak kami, itu masih belum cukup.
ADVERTISEMENT
Dua minggu setelah penarikan uang itu, Choi menghubungiku "aku menemukan pengeluaran yang tidak perlu untuk perawatan, aku ingin bersama kamu dan anak kita" ucapnya. Aku tak menjawab apa pun saat itu dan teleponnya kumatikan begitu saja.
Ketika Choi kembali, ia mendekatiku dan mulai membuat sebuah pengakuan kalau Salma yang mengajukan perceraian karena sudah jatuh cinta dengan pria lain yang jauh lebih sukses. Namun ketika mereka berpisah, Salma kembali mengingatnya dan mengatakan beberapa hal yang membuatnya merasa bersalah. "Dia memanipulasi aku dengan menggunakan rasa bersalahku" ucapnya.
Setelah semua pengakuan itu, aku percaya kalau Choi adalah pria baik yang hanya dimanfaatkan oleh mantan istrinya. Kami pun kembali membangun hubungan yang sempat berantakan karena kehadiran orang tak terduga. Namun harus kuakui ucapan Salma benar, Choi adalah ayah yang baik. Dia tetap meluangkan waktu untuk anak laki-lakinya meski kini mantan istri tidak memiliki kekuatan untuk memengaruhinya lagi.
ADVERTISEMENT