Asmara Lima Menit Berujung Pertengkaran Lima Tahun

Cinta dan Rahasia
Mulailah membaca dengan Bismillah, akhiri dengan Istighfar. Kisah didramatisir dari kisah nyata.
Konten dari Pengguna
4 Agustus 2021 15:37 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok. Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Dok. Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
Jakarta semakin hari semakin sulit untuk bertahan hidup. Semakin susah mencari pekerjaan yang berarti semakin sulit mengisi perut. Mas Diman yang dulu bekerja sebagai supir di sebuah bank terkenal pun harus dipecat karena difitnah oleh sesama rekan kerjanya. Sejak datang ke Jakarta Mas tidak pernah memperbolehkan aku bekerja, katanya itu adalah tanggung jawabnya karena telah menikahiku. “Tidak sepantasnya Mas membuat kamu kesulitan selama tinggal bersamaku” katanya saat aku merajuk untuk bisa bekerja menjadi asisten rumah tangga di dekat tempat tinggal kami.
ADVERTISEMENT
Aku bersyukur di saat yang mencekik seperti itu kami belum juga dikaruniai anak meskipun sudah tiga tahun menikah. Aku tidak bisa membayangkan apa yang harus dilakukan saat harus melihat anak kami kelaparan. Setelah keluar dari perusahaan itu, Mas Diman hanya bekerja sebagai ojek online yang baru-baru ini digalakkan. Ia menggunakan motornya untuk bisa berkeliling mencari sesuap nasi, aku tidak tega kalau harus membayangkan Mas kepanasan dan kehujanan, belum tentu pula hari itu dia akan mendapat banyak pelanggan.
“Mas, Bu Dewi lagi cari orang buat bekerja di laundry-nya. Aku boleh ya kerja di sana? Engga cape kok, yang nyuci juga mesin bukan pakai tangan” ucapku masih tetap berusaha merajuk Mas Diman. Mas hanya terdiam dan kutebak ia masih tetap dengan pendiriannya, “kondisi lagi begini Mas, kita belum bayar kontrakan dan listrik. Belum juga uangnya dipakai untuk beli makan dan bensin” sambungku. “Mas pikirin dulu, Dek” jawabnya yang kemudian berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi, sejujurnya aku sangat yakin Mas akan mengizinkanku bekerja karena keadaan yang tidak memungkinkan Mas untuk mencari nafkah seorang diri.
ADVERTISEMENT
Namun aku hanya diam sambil menunggu jawaban, dua bulan Mas tidak menyinggung ucapanku tempo hari dan aku pun tidak juga menyecar izin itu. “Yaaahh kalau diizinkan syukur, engga pun engga masalah” pikirku, Bu Dewi sudah mendapatkan orang untuk bekerja di tempat laundry itu dan kupikir kesempatan itu sudah hilang. “De, kamu benar mau kerja?” Tanya Mas saat kami tengah menyantap sepiring nasi goreng berdua, mataku mulai berbinar mendengar suamiku mulai menyinggung tentang hal itu, “benarlaah masa aku ga serius” jawabku sambil tersipu. “Hmmm baiklaah, tapi memangnya Bu Dewi masih membutuhkan orang untuk bekerja di laundry-nya?” tanya Mas Diman, “belum tahu sih nanti akan aku tanya” jawabku. “Kamu jangan nakal loh yaa De kalau bekerja” wanti-wati si Mas, “di laundry kan isinya cewe semua Mas, aku mau genit sama siapa?” sahutku.
ADVERTISEMENT
Mas hanya diam sambil fokus menghabiskan nasi goreng yang sudah kutinggalkan karena merasa cukup kenyang. Keesokan harinya aku mengunjungi laundry Bu Dewi yang berada dua gang dari rumah kami. “Bu lowongan jadi tukang setrika masih ada?” Tanyaku saat melihat wajah Bu Dewi yang berada di depan meja kayu sambil menulis sesuatu, “aaahhh Dea, masih Neng. Kemaren udah dapet tapi keluar lagi karena keterima kerja di pabrik, Neng emang dibolehin sama Mas Diman?” Sahut Bu Dewi kembali bertanya. “Alhamdulillah sudah Bu” jawabku, “yaudah kalau begitu mau mulai kapan?” Tanya Bu Dewi, “terserah Ibu saja mau kapan” sahutku, “yaudah besok kemari ya Neng” timpalnya.
Singkatnya sore itu aku sudah keterima bekerja di tempat laundry Bu Dewi. Tempatku bekerja sangat nyaman, Bu Dewi dan Pak Mursyid sangat baik pada aku dan Mba Dian, salah satu pegawai laundry. Seiring berjalannya waktu laundry milik Bu Dewi berkembang sangat cepat, sudah banyak yang tahu bahkan berlangganan di sini termasuk Pak Santo. Seorang tukang cendol yang rumahnya tak jauh dari rumahku. Istrinya Pak Santo sedang berada di kampung dan dia tak ada waktu untuk mencuci pakaiannya sendiri, memang di sini sudah terkenal sekali kalau laundry Bu Dewi itu bersih dan murah. Jadi tak heran kalau tukan cendol saja bisa mengirim cucian di sini.
ADVERTISEMENT
Sudah hampir tiga tahun aku bekerja di laundry Bu Dewi dan keuangan Mas Dirman pun sudah jauh membaik. Sayangnya kami tak kunjung diberikan anak, aku tidak masalah sebenarnya karena mungkin memang aku belum siap, tapi Mas Dirman bolak-balik gelisah karena ingin sekali menimang bayi. Tiga tahun lamanya sudah pasti aku hafal benar siapa langganan laundry di Bu Dewi, termasuk Pak Santo, kami sering melempar guyon hingga rasanya perut keram karena tak henti tertawa. “Istri Bapak lama betul di kampung, kasian deh itu burung di kandangi terus” ledekku, “hahaha kamu bisa saja, saya ke sini justru karena kamu Dea” timpalnya.
Sekejap pipiku mulai bersemu, “loh kenapa karena aku? Bukannya Bapak memang tidak bisa nyuci makanya ngelempar pakaian kotor ke sini” sahutku. “Bu Dewi pasti senang karena telah ambil kamu sebagai pegawainya Dea, berkat kamu laundry ini laku keras dan banyak pelanggan” sergahnya, “haha mana ada Pak, laundry ini memang laku karena murah dan bersih. Wangi lagi” sahutku. “Ah kamu tidak tahu saja Dea kalau mereka nyuci di sini karena ingin bertemu dengan kamu. Kamu lihat saja yang datang ke tempat ini rata-rata laki-laki karena mereka memang ingin menemui kamu Dea” timpal Pak Santo.
ADVERTISEMENT
Berawal dari sekadar guyon, aku dan Pak Santo pun mulai bertukar cerita melalui Whatsapp. Dia menceritakan tentang masa mudanya di kampung, begitupula dengan aku yang menceritakan masalah aku dengan Mas Dirman. Suamiku sudah bekerja di perusahaan swasta, namun kali ini ia sering kali pergi ke luar kota dan aku was-was dia akan bertemu dengan wanita yang lebih dari aku. Semua kecurigaan itu kutumpahkan semua pada Pak Santo dan ia pun merespons ceritaku dengan baik, dari situlah semua bermula. Aku dan Pak Santo semakin dekat bahkan sering bertukar cerita desah saat kami merasa kesepian.
Mba Dian tahu tentang hubungan kami dan kerap kali ia meledek saat Pak Santo datang untuk menaruh cuciannya. Suatu hari Mba Dian tidak datang karena sakit, lalu itu dijadikan kesempatan oleh Pak Santo untuk menggodaku lebih lanjut. Mulanya ia hanya mendekati aku sambil melempar guyon seperti biasa, namun perlahan ia menarik lenganku untuk lebih dekat ke arahnya. Ia mencumbuku dengan nafsu luar biasa, kumis tipisnya seolah menggelitik bibir atasku. Tangannya menjelajah hingga kami mendengar suara yang entah dari mana, “jangan mesum di tempat kami!” Teriak seorang wanita dan saat kami menoleh ke kanan-kiri tidak ada siapa pun.
ADVERTISEMENT
Pak Santo lantas lari ketakutan dan meninggalkan aku sendiri dengan banyak cucian kotor dan mesin cuci yang masih bekerja. “Ahh laki-laki pengecut!” Umpatku sambil melempar ke arah tempat Pak Santo tadi berdiri. Hari itu aku kesal seharian, sampai-sampai Mas Dirman yang sedang berada di luar kota tidak kuberi perhatian sama sekali. “Aku sudah naik malah ditinggal! Dasar bajingan!” Umpatku. Dua hari kemudian Pak Santo datang dan meminta maaf kepadaku, ia melakukan trik pria bajingan lainnya tapi bodohnya aku kembali terpikat.
Kali ini kami sukses menaikkan birahi dengan jelajahan tangan masing-masing hingga kami dikagetkan dengan kehadiran Mas Dirman dan tentu saja istri dari Pak Santo. Aku melepas kecupan panas Pak Santo saat melihat Mas Dirman sudah berdiri di depan pintu masuk laundry, “Mas” ucapku gugup. Pak Santo hanya kaku dan matanya melotot ke arahku, “aku bisa jelasin Mas” tambahku yang kini mulai mengejar suamiku. Mas Dirman berjalan begitu saja meninggalkan tempat laundry sementara aku mengejarnya dengan susah payah, berbeda dengan Mas Dirman, istri Pak Santo malah marah-marah yang mengundang banyak warga.
ADVERTISEMENT
“Mas!” Teriakku, tetapi Mas Dirman tetap tidak peduli. Ia terus jalan hingga ke rumah, ia bahkan tak mau memandangi wajahku seperti biasa. Mas Dirman diam seribu bahasa, ia memakan apa yang kumasak tapi tidak menegurku sama sekali. Mas bahkan tidak mau tidur satu kasur denganku hingga aku muak karena tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Aku sudah merajuk, menangis, marah, bahkan berusaha merayunya tetapi tetap saja Mas Dirman tidak bergeming seolah telinganya sudah ditutup oleh sesuatu. Aku tidak bisa marah karena semua itu salahku, aku yang memaksa Mas untuk dibolehkan bekerja dan meyakinkan kalau aku tidak akan nakal. Namun semua itu kuingkari sendiri dan kini Mas Dirman hanya diam seribu bahasa seolah aku tidak ada di depannya.
ADVERTISEMENT
Sejak kejadian itu aku keluar dari laundry Bu Dewi dan hanya menerima uang yang diberikan oleh Mas Dirman meski ia tak lagi mau berbicara denganku. Aku bertahan dengan kondisi itu selama lima tahun, Mas yang tak mau lagi berbicara denganku juga gunjingan para tetangga hingga akhirnya aku menyerah. Aku kembali ke kampung dan menggugat cerai Mas Dirman. Orang-orang menudingku wanita tak tahu diri karena sudah enaki suami malah cari perkara dengan lelaki lain. Mungkin benar, aku wanita tak tahu diri dan tak tahu diuntung tetapi aku sudah menerima ganjaranku selama lima tahun untuk kenikmatan yang hanya lima menit! Aku tidak kuat lagi untuk menerima hukuman itu dan mungkin Mas Dirman akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari wanita murahan sepertiku.
ADVERTISEMENT