Memaafkannya Selingkuh, Aku dan Anakku Harus Kehilangan Rumah Sekaligus Keluarga

Cinta dan Rahasia
Mulailah membaca dengan Bismillah, akhiri dengan Istighfar. Kisah didramatisir dari kisah nyata.
Konten dari Pengguna
22 Mei 2020 20:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dok. Pixabay.com/publicdomainpictures
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi
Terlalu jatuh cinta pada pasangan memang bukan hal baik. Dia adalah karyawan administrasi di salah satu rumah sakit swasta, setiap bulan ibuku harus rutin menjalani perawatan hingga aku mengenal hampir semua pegawai di sana. Setelah kenal cukup lama, kami akhirnya dekat dan memutuskan untuk menikah beberapa saat setelah ibuku meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Aku begitu mencintai dan menganggap kalau dia adalah pahlawan hidupku. Dia adalah laki-laki terbaik yang memang dikirimkan untuk menjagaku setelah kedua orang tuaku tiada. Pernyataan manis itu tidak berlangsung lama, baru dua tahun usia pernikahan, aku sudah melihatnya memeluk wanita lain di sebuah halte yang tidak jauh dari tempat kerjanya.
Saat itu aku hanya mengirimkan pesan singkat kalau aku sedang menunggu dia sampai di rumah secepatnya. Aku sangat marah hingga akhirnya mengeluarkan banyak air mata, tetapi dia terus meyakinkan kalau wanita itu bukanlah siapa-siapa. “Dia tidak berharga, aku sudah punya kamu dan itu yang terpenting” katanya saat itu.
Aku tidak mempedulikan kata-kata manisnya dan ingin segera menyudahi pernikahan itu tetapi tiba-tiba ia berubah menjadi sangat manis dan romantis. Ia membawakanku bunga, memijit bahu dan kakiku, memasakkanku makan malam, dan lain sebagainya. Ia berusaha dengan sangat keras untuk membuatku percaya pada kata-katanya.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, aku luluh dan memaafkan perselingkuhannya. Dia berjanji tidak mengulangi hal itu dan akan selalu setia padaku. Cara bicara dan sikapnya sangat meyakinkan kalau dia benar-benar tidak ingin menyudahi pernikahan kami dan aku sangat bahagia karenanya.
Dua bulan setelah kejadian itu, dia kembali pada sifat aslinya. Ia selalu berteriak dan membentakku hingga akhirnya aku selalu menangis ketakutan. Tak jarang ia menyalahkanku atas kesalahannya sendiri, aku sempat tidak mengerti dengan dirinya dan berulang kali menanyakan pertanyaan yang sama pada diriku, “apa aku ingin hidup selamanya dengan pria ini?” Tetapi ternyata pernyataan baik tadi masih kugenggam erat-erat di dalam hati.
Aku masih menganggapnya sebagai laki-laki terbaik sampai pada suatu hari aku menemukan diriku sedang mengandung buah cinta kami. Ia berubah menjadi sangat manis dan protektif, hal yang paling kusuka darinya. Ketika anak kami lahir dan mulai besar, suamiku melakukan hal yang sama padanya. Suamiku terus membentak dan menyalahkan putra kami yang masih anak-anak dan membuatnya menangis ketakutan.
ADVERTISEMENT
Suatu hari, aku mendengar tangisan anakku di dalam kamar mandi. Aku bergegas mencari di mana anakku berada dan melihat suamiku sedang memegang kunci pintu. “Kamu tuh kenapa sih? Dia masih anak-anak, engga seharusnya dikurung di dalam kamar mandi seperti itu!” Teriakku saat mendengar jeritan anak semata wayang kami.
“Dia itu bandel harus dihukum kalo engga dia nanti bisa ngelunjak!” Balas teriaknya, aku tidak mempedulikan apa yang ia ucapkan dan merebut kunci itu dari tangan kirinya. Aku membuka pintu kamar mandi dan memeluk anakku, setelah melihat banyak air mata di pipi anak kami, ia segera membanjiri mainan atau es krim untuk menghiburnya.
Aku mulai merasa ada kejanggalan di dalam rumah tangga kami, ia bisa berubah menjadi sangat manis atau sebaliknya. Sepuluh tahun usia putra kami, ia masih saja sering berteriak dan menyalahkan aku dan anakku atas apa pun yang ia lakukan. Kemudian kembali membrondongi dengan hal yang kami sukai meski hanya bertahan beberapa saat.
ADVERTISEMENT
Aku sangat menghargai dan masih memaklumi sikapnya, asalkan dia tidak lagi berselingkuh di belakangku. Suatu hari, aku sangat terkejut ketika mendapatkan surat dari bank yang menyatakan kalau rumah kami akan segera disita. Ternyata selama ini, suamiku telah menggadaikan rumah peninggalan ibu tanpa sepengetahuanku.
Beberapa saat setelah ia pulang bekerja, aku mulai membahas surat bank tersebut dengan nada damai. Rupanya ia tidak senang jika aku tahu tentang apa yang ia kerjakan, ia marah dan kembali memakiku “mulai hari ini, kamu bukan istriku lagi!” Teriaknya kemudian pergi meninggalkanku.
Sepeninggalnya, aku menangis sambil memeluk surat peringatan dari bank itu. Aku merasa usahaku telah sia-sia karena telah bertahan setelah dirinya berselingkuh dan dimaki-maki hampir setiap hari. Aku sakit hati dan bingung memikirkan di mana kami akan tinggal jika satu-satunya peninggalan ibu digadaikan olehnya.
ADVERTISEMENT
Aku bangkit dari dudukku dan melihat ke dalam kamar, biasanya ketika marah ia hanya mengancamku tetapi rupanya kali ini ia benar-benar serius. Aku sudah tidak menemukan selembar kain pun di lemarinya. Kembali kuterduduk dan menangisi kepergiannya, anakku datang dan aku memeluk dirinya.
Sebulan kemudian, aku mengajak anakku pindah ke rumah paman kami di luar kota dan membiarkan rumah itu kosong. Aku tidak memiliki uang untuk membayar lunas rumah itu, sejak menikah ia tidak mengizinkan aku bekerja dan hanya berdiam diri di rumah. Setelah itu, aku sudah tidak pernah mendengar kabar darinya “setelah anakku besar nanti, aku akan ceritakan semuanya” batinku.