Tidak Mendapatkan Anak Laki-Laki, Pacarku Memilih Kembali pada Mantannya

Cinta dan Rahasia
Mulailah membaca dengan Bismillah, akhiri dengan Istighfar. Kisah didramatisir dari kisah nyata.
Konten dari Pengguna
27 Mei 2020 15:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cinta dan Rahasia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dok. Pixabay.com/AndisBilderwerkstatt
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi.
“Aku tidak akan menikahi kamu kalau bayi itu bukan laki-laki!” Teriaknya di telingaku saat aku memberitahunya kalau ada buah cinta kami di dalam rahimku. Dua tahun lalu aku bertemu dengannya di sebuah klub di tengah Melbourne, kami berkenalan dan pulang ke apartemennya.
ADVERTISEMENT
Kukira hubungan kami hanya sebatas malam itu saja tetapi ternyata semua berlanjut karena kecocokan di antara kami. Pagi itu kami banyak bertukar cerita dan mimpi, tak kusangka kalau banyak kesamaan di antara kami. Mulai dari visi hingga latar belakang keluarga yang cukup mirip.
Aku dan dia dibesarkan tanpa salah satu dari kedua orang tua kami. Sejak kecil ayahku meninggalkan aku dan ibu begitu saja, sedangkan dia sebaliknya. Hubungan kami berlanjut, aku ingin dia tinggal di apartemenku yang letaknya tidak terlalu jauh. Menurutku barang-barang yang harus dia bawa lebih sedikit dibandingkan milikku, jadi aku memutuskan kalau dialah yang harus pindah ke tempatku.
Enam bulan sudah hubungan kami berjalan dan aku menemukan kejutan di dalam tubuhku. Saat aku memeriksakannya ke dokter, mereka membenarkan alat tes yang kupakai satu bulan sebelumnya. Selama itu aku belum memberitahu pacarku sampai akhirnya ada pernyataan resmi dari dokter kandunganku.
ADVERTISEMENT
Ketika aku memberitahunya, betapa bahagianya aku melihat senyum merekah di wajahnya. Dia terus-menerus menciumiku dan memperlakukanku dengan begitu baik. Ia mulai membagi tugas rumah agar aku tidak terlalu merasa kelelahan dan membuatkanku sarapan. Indah rasanya saat itu.
Empat bulan berlalu, saat kami hendak tertidur “besok kamu periksa ya, coba liat anak kita laki-laki atau perempuan, aku akan menikahimu kalau dia laki-laki” ucapnya. Sebenarnya ada perasaan tidak enak di dalam hatiku, “apa yang ia akan lakukan jika bayi ini perempuan?” Tanyaku dalam hati. Jujur saja, jika dia ingin bayi ini digugurkan hanya karena perempuan, aku tidak akan rela.
Aku hanya menyetujui permintaannya dan pergi ke rumah sakit setelah membuat janji temu dengan dokter kandunganku. Aku melakukan ultrasound dan melihat kalau bayi yang kukandung adalah perempuan, dengan berat hati aku melangkahkan kaki menuju apartemenku.
ADVERTISEMENT
Di sana tidak ada siapa pun, wajar saja karena saat ini pacarku sedang berada di kantornya. Aku tidak memiliki keberanian yang cukup untuk memberitahukan kalau anak kami adalah perempuan. Selama tinggal bersama, aku sangat mengerti bagaimana karakternya. Ia sangat temperamental dan tidak bisa mengendalikan emosinya.
Hal yang kutakutkan bukan lagi tentang diriku, melainkan bayi kami. Aku sudah terlampau sering dibentak bahkan dipukul olehnya, tetapi sering kali perasaan kalau kami memiliki nasib yang sama membuatku memaafkannya. Aku tahu benar bagaimana perjuangannya untuk hidup seorang diri ketika ayahnya meninggal beberapa tahun lalu.
Aku merasa kalau dia hanya memilikiku dan ibuku. Hanya kami yang mencintainya dengan sepenuh hati dan aku tidak ingin dia kehilangan itu semua. Ketika dia kembali aku mulai membuatkannya makan malam dan berusaha menyibukkan diriku.
ADVERTISEMENT
Semua usaha yang kulakukan hanya untuk mengalihkan perhatiannya agar ia tidak bertanya jenis kelamin anak kami. Aku tidak ingin bayi ini dikeluarkan dari rahimku, tetapi ternyata usahaku sia-sia. Saat makan malam dia menanyakan hasil ultrasound yang sudah kulakukan dan aku menjawab “bayi ini perempuan.”
Dia melempar sendok yang sedang ia pegang ke atas meja, “Aku tidak akan menikahi kamu kalau bayi itu bukan laki-laki!” Ucapnya kemudian pergi meninggalkan meja makan. Hari itu dia pergi dan tidak kembali ke apartemenku.
Aku mencemaskannya tetapi ia terus mengabaikan pesan dan teleponku. Lima bulan kemudian, ia memintaku untuk membawakan barang-barangnya dan bertemu di sebuah taman. Aku menuruti permintaannya dengan membawakan dua koper besar ke taman tempat kami janji bertemu.
ADVERTISEMENT
Sesampainya di sana, aku melihat dia sedang bersama dengan seorang wanita yang kukenal adalah mantannya. Wanita itu sedang hamil cukup besar, dari jauh kakiku sudah lemas dan dadaku sangat sesak. Selama ini bukan hanya aku yang menjalin hubungan dengannya tetapi wanita itu juga.
Selama ini aku salah jika memikirkan dia hanya memiliki aku dan ibuku. Dia memiliki wanita lain dan juga menghamilinya, saat itu aku merasa kalau semua yang dia lakukan hanya sebuah permainan agar dia bisa mendapatkan anak laki-laki. Mereka menghampiriku dan dia mengambil kedua koper dari tanganku.
“Hari ini kami baru melakukan ultrasound dan ternyata bayiku laki-laki, sekarang dia akan menikahi aku” ucapnya dengan wajah penuh bahagia. Ia terus mengusap perut besarnya sambil tersenyum ke arah pria yang kucintai. “Maaf kalau kamu berpikir dia hanya mencintai kamu, tetapi saat itu dia juga ada bersamaku” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Mereka meninggalkan aku sendiri di taman itu dengan racauan wanita itu yang membuatku semakin terlihat menyedihkan. Aku tidak bisa menahan rasa sakit di dalam hatiku hingga mungkin percintaanku terlihat lebih dramatis di mata orang lain. Aku menangis tersedu-sedu di kursi taman hingga ada seorang pria yang menghampiriku dan memberikan sapu tangannya.
Belum ada sepuluh detik ia duduk di sebelahku, aku sudah membanjirinya dengan kisah cintaku. Ia terlihat sangat tenang dan menyimak setiap kata yang keluar dari mulutku. Aku tidak peduli bagaimana penampilanku di matanya, aku hanya tidak bisa menahan rasa sakit di hatiku lebih lama lagi.
Malam itu aku menangis hingga rasanya mengantuk, mataku sembab, dan bibirku terasa sangat kering. Setelah aku selesai bercerita, ia pergi meninggalkanku dengan sapu tangannya. Kukira ia takkan kembali lagi, namun ternyata ia membelikanku sebuah minuman rasa leci.
ADVERTISEMENT
Entah bagaimana dia tahu kalau aku sangat menyukai minuman dengan rasa itu, atau mungkin hanya kebetulan? Aku menenggak habis minuman yang ia berikan. Sejak saat itu, kami menjadi semakin dekat dan ketika bayiku lahir ia ada di sana menyemangatiku.
Ternyata bayi yang kulahirkan adalah laki-laki, sempat aku membencinya tetapi setelah melihat mata indahnya semua rasa benci itu hilang seketika. Jenis kelamin tidak berarti apa-apa untukku dan semua itu diyakinkan oleh pria yang menemaniku di taman ketika aku dicampakkan.
Genap satu bulan usia anakku dan dia mengajakku untuk menikah dan tinggal di sebuah rumah cukup besar untuk kami. Anakku dibesarkan oleh cinta dari kami, aku bahagia karena dia menganggap putraku sebagai anaknya sendiri. Semua berlalu dan kebahagiaan itu seolah tidak pernah hilang dari dalam dadaku.
ADVERTISEMENT
Suatu hari ketika kami sedang berada di ruang keluarga untuk bermain bersama anak kami, tiba-tiba sebuah bel berbunyi. Aku membuka pintu dan menemukan mantan kekasihku sudah berada di sana sambil membawa sebuah buket besar. “Ia melahirkan bayi perempuan, ultrasound tidak selalu benar” katanya, “maukah kamu menikah denganku?” Tanyanya “kamu terlambat” jawabku.
“Aku mau liat anakku!” Balasnya dengan nada emosi, ia menerobos masuk ke dalam rumah kami dan melihat suami menggendong anakku. “Maaf tapi aku lupa mengenalkan kamu pada suamiku” ucapku ketika ia berhenti dihadapan suamiku. “Aku rasa mantanmu harus kembali pada anak perempuannya, ultrasound tidak selalu benar” balas suamiku. Tak lama aku menariknya keluar rumah dan mengembalikan buket bunga itu.
ADVERTISEMENT
Tanpa mendengar banyak penjelasaanya, pintu rumah kututup rapat-rapat dan aku kembali ke pelukan suami dan anakku. Aku sudah tidak membutuhkan laki-laki yang terlambat empat bulan untuk menyadari betapa berharganya aku dan anakku.