Konten dari Pengguna

Kekerasan Struktural di Republik Afrika Tengah

Cintya Natalie Simanjuntak
Mahasiwa Hubungan Internasional dari Universitas Mulawarman
19 November 2022 12:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cintya Natalie Simanjuntak tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : Cintya Natalie Simanjuntak
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Cintya Natalie Simanjuntak
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Republik Afrika Tengah merupakan negara bekas jajahan Prancis yang merdeka pada tahun 1960. Republik Afrika Tengah merupakan negara dengan sumber daya alam yang melimpah. Namun masih banyak terdapat masalah yang terjadi di Republik Afrika Tengah. Salah satu dari masalah tersebut adalah kesenjangan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup tersebut seperti kebutuhan pendidikan, kesehatan, keamanan dan pendapatan
ADVERTISEMENT
Kekerasan struktural adalah ketidakadilan yang diciptakan oleh suatu sistem yang menyebabkan manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Kekerasan struktural di dalamnya mencuat situasi-situasi negatif seperti ketimpangan yang merajalela, sumber daya, pendapatan, pendidikan dan wewenang mengelola sumber daya alam yang tidak merata. Kekerasan struktural terbentuk akibat dari kebijakan yang dibuat oleh pemimpin-pemimpin negara Republik Afrika Tengah. Kematian dari Barthelemy Boganda membuat sistem politik Republik Afrika Tengah mulai terguncang. Setelah kematiannya, kepemimpinan dilanjutkan oleh Presiden David Dacko. Kebijakan-kebijakan yang ia buat yaitu mengamandemen konstitusi, membuat partainya sebagai satu-satunya yang sah dan memaksakan pemerintahan otoriter yang penuh dengan korupsi.
Kekerasan struktural di Republik Afrika Tengah menjadi lebih buruk pada masa pemerintahan Presiden Andre Kolingba. Kekerasan struktural tersebut terbentuk karena kebijakan yang dibuat oleh Presiden Kolingba. Kebijakan pada masa Presiden Andre Kolingba yaitu memperkuat kelompok etnis Yakoma. Kelompok etnis Yakoma diberi perhatian dan hak khusus seperti memberi mereka posisi utama dalam pemerintahan, militer, dan layanan publik. Permasalahan menjadi makin parah sejak pemerintahan Francois Bozize pada tahun 2003. Pada masa pemerintahannya, Francois Bozize mengutamakan kelompok etnis Gbaya. Ia juga menggunakan politik patronase untuk memberi keluarganya posisi utama dalam pemerintahan, militer dan layanan publik. Tidak hanya itu, Presiden Bozize juga meningkatkan kebijakan diskriminatif terhadap penduduk yang tinggal di Utara.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan yang timbul akibat kebijakan pemimpin-pemimpin Republik Afrika Tengah membuat masyarakat di Utara tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat di Utara tidak memiliki akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pendapatan. Hal ini menimbulkan pemberontakan oleh pemberontak UFDR. Pemberontakan berhasil diredam pada tahun 2007 setelah ditandatanganinya perjanjian damai barao. Isi perjanjian tersebut adalah pembangunan jalan yang merata terutama di daerah Vakaga dan Haute-Kotto, meningkatkan keamanan di wilayah bagian Timur Laut, meningkatkan taraf pendidikan, meningkatkan pelayanan kesehatan, kesetaraan upah dan pengangkatan menjadi tentara resmi.
Perjanjian tersebut tidak efektif dalam mencegah terjadinya pemberontakan setelah Presiden Francois yang tidak kunjung juga memenuhi kebutuhan infrastruktur. Masyarakat yang tinggal di Utara tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup baik dari segi pendidikan, kesehatan dan pendapatan. Presiden Francois juga tidak dapat memenuhi perjanjian barao. Hal ini menyebabkan terjadinya pemberontakan oleh kaum seleka dari Utara yang mayoritas beragama Islam. Pemberontakan oleh kelompok seleka mengakibatkan munculnya kelompok anti balaka yaitu kelompok yang mayoritasnya Kristen. Kesenjangan tersebut menimbulkan terjadinya konflik dan merusak keamanan negara.
ADVERTISEMENT
Kekerasan struktural muncul di Republik Afrika Tengah karena kebijakan dari pemimpin-pemimpin di Republik Afrika Tengah. Kebijakan yang dbuat oleh pemerintah menciptakan kesenjangan masyarakat di Utara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka tidak dapat mengakses pendidikan, kesehatan, dan pendapatan yang merata. Kekerasan struktural tersebut pada akhirnya menciptakan konflik. Konflik ini menjadi masalah yang belum selesai bahkan sampai saat ini.