Peran Kekerasan Struktural dalam Kekerasan Seksual di Republik Afrika Tengah

Cintya Natalie Simanjuntak
Mahasiwa Hubungan Internasional dari Universitas Mulawarman
Konten dari Pengguna
18 November 2022 17:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cintya Natalie Simanjuntak tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto : Cintya Natalie Simanjuntak
zoom-in-whitePerbesar
foto : Cintya Natalie Simanjuntak
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Republik Afrika Tengah merupakan negara bekas jajahan Prancis yang merdeka pada tahun 1960. Republik Afrika Tengah merupakan negara dengan sumber daya alam yang melimpah. Namun masih banyak terdapat masalah yang terjadi di Republik Afrika Tengah. Salah satu dari masalah tersebut adalah pemerkosaan.
ADVERTISEMENT
Kasus pemerkosaan yang terjadi dilakukan oleh kelompok bersenjata seperti kelompok Sekela dan Anti Balka. Kasus kekerasan seksual yaitu pemerkosaan merupakan tindakan direct violence karena peran dari structural violence yang menciptakan konflik.
Structural violence terbentuk akibat dari kebijakan yang dibuat oleh pemimpin – pemimpin negara RAT. Kematian dari Barthelemy Boganda membuat sistem politik Republik Afrika Tengah mulai terguncang. Setelah kematiannya, kepemimpinan dilanjutkan oleh Presiden David Dacko. kebijakan - kebijakan yang ia buat yaitu mengamandemen konstitusi, membuat partainya sebagai satu – satunya yang sah serta memaksakan pemerintahan otoriter yang penuh dengan korupsi.
Kebijakan pada masa Presiden Andre Kolingba yaitu memperkuat kelompok etnis Yakoma. kelompok etnis Yakoma diberi perhatian dan hak khusus seperti memberi mereka posisi kunci dalam pemerintahan, militer, dan layanan publik. Permasalahan menjadi makin parah sejak pemerintahan Francois Bozize pada tahun 2003. Pada masa pemerintahannya, Francois Bozize mengutamakan kelompok etnis Gbaya, menggunakan politik patronase untuk memberi keluarganya posisi kunci dalam pemerintahan, militer, dan layanan publik serta meningkatkan kebijakan diskriminatif terhadap penduduk yang tinggal di utara.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan yang timbul akibat kebijakan pemimpin - pemimpin Republik Afrika Tengah membuat masyarakat di Utara tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat di Utara tidak memiliki akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pendapatan. Hal ini menimbulkan pemberontakan oleh pemberontak UFDR. Pemberontakan berhasil diredam pada tahun 2007 setelah ditandatanganinya perjanjian damai barao.
Isi perjanjian tersebut adalah pembangunan jalan yang merata terutama di daerah Vakaga dan Haute-Kotto, meningkatkan keamanan di wilayah bagian timur laut, meningkatkan taraf pendidikan, meningkatkan pelayanan kesehatan, kesetaraan upah dan pengangkatan menjadi tentara resmi. Perjanjian tersebut tidak efektif dalam mencegah terjadinya pemberontakan setelah Presiden Francois yang tidak kunjung juga memenuhi kebutuhan infrastruktur. Hal ini menyebabkan terjadinya pemberontakan oleh kaum Seleka dari utara yang mayoritas beragama Islam. Pemberontakan kaum Seleka mengakibatkan munculnya kelompok Anti Balaka yaitu kelompok yang mayoritasnya Kristen. Kelompok Anti Balaka muncul untuk menangkal kelompok Seleka.
ADVERTISEMENT
Para perempuan di Republik Afrika Tengah harus menanggung akibat dari konflik ini. Para kelompok bersenjata Seleka dan Anti Balaka melakukan pemerkosaan terhadap perempuan - perempuan di Republik Afrika Tengah untuk untuk menciptakan teror. Perempuan adalah target yang sering diincar karena ketidakmampuan mereka melindungi diri. Maka dari itu kita dapat lihat bahwa kesenjangan pemenuhan kebutuhan hidup dapat berubah menjadi konflik. Konflik tersebut dapat menimbulkan terjadinya fenomena kekerasan yaitu kekerasan seksual terhadap perempuan di Afrika Tengah.