Iuran BPJS Kesehatan Naik, Legislator Soroti Kualitas Pelayanan

Konten Media Partner
2 Juli 2020 17:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi. (Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. (Kumparan)
ADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com, Kuningan - Anggota DPRD Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Reni Parlina menyesalkan kebijakan pemerintah pusat yang tetap menaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi COVID-19. Padahal, katanya, kualitas pelayanan BPJS Kesehatan masih banyak dikeluhkan masyarakat atau pesertanya.
ADVERTISEMENT
Kenaikan ini dinilai tiba-tiba saat semua pihak tengah fokus penanganan penanggulangan COVID-19, ditambah kondisi perekonomian yang cukup terdampak.
Beban rakyat tentu akan bertambah. Selain penghasilan berkurang akibat dampak COVID-19 yang menggerus banyak sektor, kini masyarakat dibebankan harus membayar iuran BPJS Kesehatan dengan nominal lebih tinggi. Apalagi tak sedikit warga yang kehilangan pekerjaan karena terkena PHK di sejumlah perusahaan.
“Saya secara pribadi tidak setuju adanya kenaikan BPJS Kesehatan. Sementara situasi sedang seperti ini, kok BPJS malah dinaikan,” kata anggota Komisi IV Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Kuningan, Reni Parlina, Kamis (2/7/2020).
Anggota Komisi IV Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Kuningan, Reni Parlina. (Andri Yanto)
Dia menilai, kenaikan ini terjadi secara tiba-tiba dan minim sosialisasi. Selain itu, pemerintah juga tak menghormati putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, salah satunya mengatur kenaikan iuran.
ADVERTISEMENT
Pemerintah 'mengakali' putusan MA dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020 diumumkan Pemerintah pertengahan Mei 2020 atau sekitar dua bulan sejak MA membatalkan Perpres No. 75/2019.
“Saya melihat tidak ada sosialisasi kenaikan BPJS, tahu-tahu langsung naik. Sekali lagi saya menyatakan tidak setuju tiba-tiba iuran BPJS naik,” tandasnya.
Menurutnya, momentum saat ini masyarakat sedang terbebani akibat pandemi COVID-19. Sebab tak sedikit warga bersusah payah untuk mencari rezeki demi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
Boro-boro buat bayar BPJS, untuk makan saja kan masyarakat di bawah sulit,” tukasnya.
Ilustrasi. (Kumparan)
Dia menilai, kenaikan BPJS Kesehatan justru akan berpotensi terhadap penunggakan pembayaran. Sebab sebelum BPJS Kesehatan naik, tunggakan iuran juga cukup tinggi.
ADVERTISEMENT
“Ya tentu berpotensi, dulu saja tidak naik kan susah masyarakat untuk membayar iuran. Apalagi sekarang dimasa pandemi, warga sedang sudah, jadi jangan dibuat tambah susah,” katanya.
Ia menyarankan, agar pemangku kebijakan di tingkat pusat dapat meninjau ulang kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Menurut Reni, sebaiknya kenaikan iuran tidak dilakukan tiba-tiba, karena menjadi beban tersendiri bagi rakyat secara luas.
Apalagi kata Reni, kenyataannya kualitas pelayanan kesehatan masih jadi salah satu persoalan yang banyak dikeluhan oleh peserta BPJS Kesehatan. Selain pelayanan, kelengkapan fasilitas kesehatan dan ketersediaan obat-obatan pun juga kerap dikeluhkan.
Menurutnya tak masalah ada kenaikan iuran premi jika memang ada peningkatan kualitas pelayanan dan kemudahan masyarakat dalam mengakses layanan seperti dijanjikan pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Sebelum dinaikan juga banyak yang nunggak, apalagi dinaikan. Di sisi lain kadang peserta BPJS ini juga susah mendapat pelayanan kesehatan di rumah sakit, apalagi masyarakat kecil,” ujarnya.
Dia juga menyoroti, kaitan dengan BPJS yang tidak aktif, namun akan diaktifkan kembali itu harus menunggu waktu satu bulan. Sedangkan peserta BPJS yang sakit itu tidak bisa menunggu terlalu lama, karena harus segera mendapat penanganan medis.
Nah kalau ada BPJS yang sudah tidak aktif, mau diaktifkan lagi itu kan waktunya satu bulan. Kalau misal yang sakit itu tidak menunggu satu bulan, kalau hari ini sakit, harus nunggu satu bulan, kalau tidak parah mungkin masih bisa teratasi, tapi kalau sakitnya parah terus misalkan orang tersebut tidak mampu ya gimana,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT