Keraton Kasepuhan Cirebon Gelar Tradisi Lebaran Ketupat

Konten Media Partner
31 Mei 2020 17:46 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menu yang dihidangkan saat Lebaran Ketupat di Keraton Kasepuhan Kabupaten Cirebon, Jawa Barat pada 8 Syawal, Minggu (31/5/2020). (Juan)
zoom-in-whitePerbesar
Menu yang dihidangkan saat Lebaran Ketupat di Keraton Kasepuhan Kabupaten Cirebon, Jawa Barat pada 8 Syawal, Minggu (31/5/2020). (Juan)
ADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com, Cirebon - Suasana Hari Raya Idul Fitri 1441 H nampaknya masih terasa di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat khususnya di lingkungan Keraton Kasepuhan Cirebon. Sebab pasca beberapa hari usai Idul Fitri, Keraton Kasepuhan Cirebon menggelar Lebaran Ketupat pada 8 Syawal, Minggu (31/5/2020).
ADVERTISEMENT
Sejumlah makanan seperti ketupat, lontong hingga opor ayam dibagikan kepada warga sekitar Keraton. Sebelum dibagikan, makanan itu dikirim ke Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang berusia 500 tahun dan Masjid Pejlagrahan.
Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat, mengatakan, Lebaran Ketupat sebagai rasa syukur setelah puasa sunah syawalan selama 6 hari.
"Kami Idul Fitri belum makan ketupat, baru sekarang syawalan lebaran ketupat," katanya.
Ia menyebutkan, kata ketupat berasal dari kupat. Parafrase kupat adalah Ngaku Lepat atau mengaku bersalah.
"Janur atau daun kelapa yang membungkus ketupat merupakan kependekan dari kata Jatining Nur yang bisa diartikan Hati Nurani," imbuhnya.
Menurutnya, secara filosofis beras yang dimasukan dalam anyaman ketupat menggambarkan nafsu duniawi. Sehingga bentuk ketupat melambangkan nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani.
ADVERTISEMENT
"Bagi sebagian masyarakat Cirebon, bentuk ketupat (persegi) diartikan dengan kiblat papat limo pancer. Papat dimaknai sebagai simbol empat penjuru mata angin utama yaitu timur, barat, selatan, dan utara," bebernya.
Sehingga, lanjutnya, hal itu mengartikan bahwa kearah manapun manusia akan pergi, maka tak boleh melupakan pancer (arah) kiblat atau arah kiblat (sholat). Bahkan rumitnya anyaman janur untuk membuat ketupat merupakan simbol dari kompleksitas masyarakat saat itu.
"Anyaman yang melekat satu sama lain merupakan anjuran bagi seseorang untuk melekatkan tali silaturahmi tanpa melihat perbedaan kelas sosial," tutupnya.(*)