Konflik Lahan Tebu, Anggota DPR RI Minta Menteri LHK dan BUMN Turun Tangan

Konten Media Partner
5 Oktober 2021 12:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono. (Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono. (Istimewa)
ADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com Indramayu - Pelaku insiden kematian dua petani tebu yang menjadi mitra Pabrik Gula (PG) Jatitujuh di 112 Desa Kerticala Kecamatan Tukdana Kabupaten Indramayu, harus di tindak secara hukum hingga tuntas dari mulai pelaku hingga otak atau dalang di balik pengeroyokan dan pembunuhan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kasus ini bukan lagi semata konflik agraria antara PG Jatitujuh dengan kelompok masyarakat yang mengatasnamakan F-Kamis, tetapi ini sudah murni merupakan tindak pidana yang tidak boleh ditolerir secara hukum," kata Anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ono Surono kepada ciremaitoday, Selasa (05/10/2021).
Ono juga sangat mendukung dan apresiasi upaya hukum dari Polres Indramayu yang sudah melakukan proses hukum dengan cepat.
Perlu diketahui bahwa lahan tebu PG Jatitujuh ini dulunya adalah kawasan hutan yang dikelola oleh PT Perhutani, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan PG Jatitujuh wajib memberikan lahan pengganti. Tetapi lahan pengganti itu tidak pernah diberikan sampai dengan habisnya masa HGU.
Saat itu muncul reaksi dari masyarakat menuntut PG Jatitujuh untuk segera memberikan lahan pengganti atau HGU lahan tebu di cabut dan lahan tebu itu di jadikan hutan kembali.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah pusat khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mempunyai kewenangan terhadap lahan pengganti atau perubahan fungsi hutan dipastikan sudah mengetahui permasalahan ini sejak lama termasuk potonsi-potensi konflik antara PG Jatitujuh dan masyarakat, tetapi Menteri lingkungan hidup dan kehutanan seakan akan tutup mata dan membiarkan masalah ini berlarut-larut sehingga sangat di sayangkan sampai akhirnya terjadi konflik horizontal antara masyarakat," kata dia.

Konflik Lahan Tebu

Di sisi lain pihak PG Jatitujuh yang pada saat munculnya masalah tuntutan masyarakat terhadap pencabutan HGU atau lahan tebu menjadi kawasan hutan pernah ada tawaran solusi untuk di lakukan kerjasama atau kemitraan antara PG Jatitujuh dengan masyarakat, tetapi pihak PG Jatitujuh menolak. Sehingga terjadi penguasaan lahan tebu oleh masyarakat secara ilegal.
ADVERTISEMENT
Setelah masyarakat yang mengatasnamakan F-Kamis terus menerus menguasai lahan secara ilegal sampai ribuan hektar, barulah PG Jatitujuh melakukan kemitraan dengan kelompok masyarakat lainnya. Hal inilah yang menjadi dasar akhirnya terjadi kasus pengeroyokan dan pembunuhan terhadap dua petani tebu.
"Untuk itu, saya meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kementerian BUMN serta Direktur Utama Rajawali Nusantara Indonesia selaku induk perusahaan dari PG Jatitujuh untuk segera turut andil dalam menyelesaikan konflik ini. Janganlah masyarakat yang pada akhirnya saling memperebutkan lahan tersebut dan akhirnya terjadi konflik horizontal antar masyarakat," ujarnya. ***